Pemerintah diharapkan bisa segera mengirimkan surat untuk meminta pertimbangan DPR. Menurut ia, surat tersebut sebaiknya bisa dikirim sebelum rapat paripurna DPR yang dijadwalkan pada 16 Juli 2019.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Pemerintah diharapkan bisa segera meminta pertimbangan Komisi III DPR terkait proses amnesti Baiq Nuril sebelum masa sidang DPR berakhir pada 25 Juli mendatang. Dalam waktu yang singkat ini, Nuril berharap bisa mendapat titik terang dalam proses hukumnya.
Baiq Nuril mendatangi Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/07/2019), didampingi kuasa hukumnya, Joko Jumadi, dan Anggota Fraksi PDI-P DPR Rieke Diah Pitaloka. Kedatangan Nuril untuk meminta dukungan DPR terkait proses pengajuan amnesti kasusnya kepada Presiden Joko Widodo.
"Saya yakin, perjuangan ini akan berhasil dengan baik, mudah-mudahan para anggota DPR bisa mempertimbangkan keadilan untuk saya," ucap Nuril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sebelumnya, Senin (08/07/2019), Nuril mendatangi Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk bertemu Menkumham Yasonna H Laoly. Mereka membahas rencana pengajuan amnesti kepada Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, terkait proses amnesti, Rieke berharap, pemerintah bisa segera mengirimkan surat untuk meminta pertimbangan DPR. Menurut ia, surat tersebut sebaiknya bisa dikirim sebelum rapat paripurna DPR yang dijadwalkan pada 16 Juli 2019.
"Nantinya, surat ini bisa dibacakan pada rapat paripurna untuk kemudian dibahas oleh Komisi III DPR hingga akhir masa sidang pada 25 Juli nanti. Kami berharap ada pertimbangan positif terhadap amnesti bagi Baiq Nuril," ucapnya.
Setelah masa sidang berakhir, anggota DPR akan reses hingga pembukaan tahun sidang DPR pada 16 Agustus mendatang. Rieke juga berharap, dalam jangka waktu yang pendek dari tanggal 16-25 Juli, Nuril bisa segera mendapat kepastian hukum.
"Meski demikian, kami tidak akan melakukan upaya intervensi hukum, karena pemberian amnesti merupakan hak prerogatif presiden. Selain itu, saya selaku anggota Komisi X juga terus berkomunikasi dengan Komisi III karena DPR memiliki tujuan yang sama untuk memperjuangkan hak korban pelecehan seksual," katanya.
Melupakan aspek korban
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menjelaskan, kemungkinan besar setiap fraksi akan menyetujui proses amnesti tersebut jika pemerintah meminta pertimbangan anggota DPR. Menurut ia, amnesti tersebut memang harus diberikan kepada Nuril karena negara memiliki kewajiban untuk melindungi kelompok yang rentan terkena kasus pelecehan seksual.
"Penegakan hukum sering kali melupakan aspek korban sehingga mereka tidak mendapat kepastian perlindungan hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo Rahardian Muzar mengatakan, Kemenkumham telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pakar dan ahli tata negara untuk menyusun rekomendasi dan dasar hukum untuk mengakomodir proses amnesti bagi Baiq Nuril.
"Kami telah berkonsultasi dan menerima pendapat dari para ahli tata negara terkait dasar hukum untuk mendukung proses amnesti. Nantinya, ada tim kami yang akan menyampaikan hasil diskusi tersebut kepada Menkumham, lalu disampaikan kepada Presiden melalui Mensesneg," ucapnya.
Revisi UU ITE
Permohonan amnesti ini berawal setelah MA menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Nuril. Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan kepala sekolah tempatnya bekerja. Namun, Nuril malah didakwa dengan sejumlah pasal karet karena melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dituduh menyebarkan konten pornografi.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, hingga saat ini belum ada masyarakat yang mendesak agar pasal-pasal karet dalam UU ITE direvisi. "Silakan disuarakan oleh masyarakat, agar nantinya Komisi I DPR bisa melakukan kajian untuk revisi undang-undang tersebut," ucapnya.
Nuril mengatakan, ia sebenarnya tidak terlalu paham terkait isi pasal-pasal dalam UU ITE yang membuatnya divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Namun, ia yakin, apa yang ia perjuangkan merupakan sebuah kebenaran.
"Saya hanya bisa berharap agar tidak ada lagi korban yang bernasib seperti saya," katanya.
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan, sebaiknya pasal-pasal karet dalam UU ITE bisa direvisi agar tidak multitafsir. Dalam kasus kali ini, Nuril dijerat dengan pasal 27 ayat 1 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 , yang berbunyi \'Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan\'.