Setelah terhenti pada 2017 lalu karena sepinya volume angkut, jalur ekspor-impor antara Bitung, Sulawesi Utara, dengan Davao, Filipina yang kembali dibuka kini terhambat lagi.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Setelah terhenti pada 2017 lalu karena sepinya volume angkut, jalur ekspor-impor antara Bitung, Sulawesi Utara, dengan Davao, Filipina yang kembali dibuka kini terhambat lagi. Kali ini, kendala utamanya adalah biaya angkut peti kemas untuk ekspor yang tiga kali lebih mahal dibanding 2017 lalu.
Dihubungi dari Manado, Sulut, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Sulut Daniel Pesik mengatakan, kapal MV Baltic Summer berkapasitas 250 TEU (peti kemas 20 kaki), bersandar di pelabuhan Bitung pada Kamis (11/7/2019) pagi. Kapal yang melayani jalur perdagangan Bitung-Davao itu datang dari Labuan, Malaysia. Namun, tidak ada komoditas yang diekspor ke Filipina.
“Kargo untuk diekspor sudah ada, tapi biaya angkutannya terlalu mahal. Pengiriman satu kontainer 20 kaki ke Davao sampai 1.600 dollar AS. Dengan kapal Ro-Ro (roll on-roll off) pada 2017 lalu, cuma 700 dollar AS. Itu pun mereka kasih diskon lagi jadi cuma 500 dollar AS,” kata Daniel.
Daniel mengatakan, biaya transportasi saat itu bisa murah karena PT Pelindo IV memberikan insentif potongan biaya pelabuhan (port charges). Insentif itu tetap dipertahankan hingga kini.
Kendati begitu, perusahaan penyedia kapal Reefer Filipinas menolak menurunkan tarif angkutnya sebab perusahaan ini adalah perantara untuk pemilik kapal yang berasal dari Hong Kong. “Biaya transportasi sudah mereka mark up sehingga eksportir kita kesulitan dapat untung,” kata Daniel.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulut Darwis Muksin mengatakan, masalah tersebut akan dibahas dalam rapat bersama di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (12/7). “Pertemuan business-to-business bisa jadi solusi untuk menyepakati harga (pengiriman) per kontainer yang pas. Solusi ini akan kami cari dalam rapat,” kata Darwis.
Selain itu, rapat juga akan membahas insentif bagi pengusaha Filipina. Perwakilan dagang Filipina meminta fasilitasi berupa insentif biaya penanganan (handling) di pelabuhan sebesar 50 persen, alokasi beras impor dari Vietnam melalui Pelabuhan Bitung, serta harga bahan bakar minyak yang lebih murah.
“Kami juga akan membahas pajak mana saja yang bisa diringankan sampai 0 persen,” kata Darwis.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey, pada 17 Mei lalu, menyatakan jalur perdagangan Bitung-Davao akan dihidupkan kembali dengan rute Davao-Bitung-Ho Chi Minh (Vietnam)-Labuan (Malaysia)-Bitung-Ternate-Davao. Namun, pelayaran pertama MV Baltic Summer dari Davao ke Bitung pada 17 Juni tertunda.
Jadwal baru pada 2 Juli lagi-lagi tak terpenuhi. Meski begitu, kata Darwis, MV Baltic Summer akan terus singgah di Pelabuhan Bitung sebagai bentuk kesiapan angkutan ekspor sampai tercapai kesepakatan terkait tarif pengiriman peti kemas.
Komoditas siap
Pada 2017 lalu, jalur perdagangan Bitung-Davao sempat dibuka dan diisi kapal Super Shuttle Ro-Ro 12 berkapasitas 500 TEU. Ekspor di jalur ini sempat terhenti pada 2017 karena muatan dari Bitung yang sangat sedikit.
Daniel mengatakan, kini, total muatan ekspor bisa mencapai 200 peti kemas. Komoditas didominasi hasil pertanian, antara lain kopra, jagung, ikan kaleng dan beku, serta sayuran.
Kargo sudah siap, tapi kalau transportasinya mahal sekali, untung yang didapat pengusaha kita akan sangat kecil.
“Eksportir arang tempurung dan busana muslim juga sudah banyak. Kargo sudah siap, tapi kalau transportasinya mahal sekali, untung yang didapat pengusaha kita akan sangat kecil. Apalagi, harga komoditas pertanian sedang menurun sedikit,” kata Daniel.
Jagung dari kawasan timur Indonesia akan dibeli, salah satunya, oleh perusahan minuman beralkohol San Miguel. Kelapa butir dan kopra juga akan dibeli oleh perusahaan produk kelapa Franklin Baker.
Kendati begitu, masih ada aturan yang tumpang tindih antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Darwis mengatakan, Permendag Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dapat memberikan kewenangan Kemendag untuk memudahkan impor hasil pertanian.
Di sisi lain, Permentan Nomor 42 dan 43 Tahun 2012 tentang karantina tumbuhan untuk impor buah, sayur, dan umbi lapis segar tidak mencatat Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan penerima impor produk-produk tersebut. Padahal, buah dan sayur adalah produk yang akan diimpor dari Filipina, Vietnam, atau Malaysia.
Sekarang, tinggal mempertemukan regulasi agar impor ini bisa masuk Pelabuhan Bitung.
“Karantina sudah disiapkan oleh tim ekspor Sulut yang mencakup Bea Cukai, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, hingga PT Pelindo IV. Sekarang, tinggal mempertemukan regulasi agar impor ini bisa masuk Pelabuhan Bitung,” kata Darwis.
Dalam kunjungan kerja ke Sulut beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menggarisbawahi pentingnya Pelabuhan Bitung untuk ekspor Indonesia. Bitung menjadi pintu perdagangan ke Filipina dan Asia Timur. Pelabuhan Bitung menjadi pelabuhan simpul internasional untuk Indonesia bagian timur.