JAKARTA, KOMPAS – Di tengah masalah yang menerpa KONI Pusat, seperti dugaan kasus korupsi dana hibah dari Kemenpora hingga tunggakan gaji karyawan tujuh bulan terakhir, banyak yang beranggapan sinis terhadap kinerja lembaga tersebut. Namun, Ketua Umum KONI Pusat terpilih periode 2019-2023, Marciano Norman tetap optimistis bahwa lembaga itu sangat penting untuk memajukan olahraga nasional.
Mantan Ketua PB Taekwondo Indonesia itu bertekad mengembalikan marwah KONI Pusat sebagai lembaga pembina cabang olahraga di Indonesia. Dia ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga tersebut. Berikut adalah petikan wawancara dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara itu di Kantor KONI Pusat, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Mengapa KONI Pusat tetap harus ada di tengah masalah yang terjadi di lembaga itu?
Melihat KONI Pusat jangan hanya hari ini, tetapi lihat sejarah panjangnya. Organisasi ini memiliki peran penting sejak dirintis dengan nama Persatuan Olahraga Republik Indonesia pada 1946. KONI Pusat berperan sebagai pembinaan olahraga, mengoordinasi semua induk cabang olahraga’ untuk mengangkat citra Indonesia di dunia lewat olahraga.
Banyak peran KONI Pusat yang turut mengangkat prestasi olahraga nasional di level internasional. Jika sekarang bermasalah, solusinya bukan dibubarkan. Ibarat dalam keluarga, jika ada masalah, solusinya tidak melulu harus cerai. Harus dengan mencari jalan keluar bersama. Jangan selalu ambil jalan pintas.
Apa yang salah dengan KONI Pusat saat ini?
Kita harusnya berpikir bagaimana mengembalikan peran KONI Pusat sebagai lembaga yang berwibawa dan dipercaya publik. Itu salah satu tekad saya. Saya ingin mengembalikan lembaga ini seperti masa jayanya dahulu. Dengan cara profesional dan akuntabel dalam segala-galanya, apalagi kini era transparansi. Keterbukaan menjadi syarat utama. Saya yakin bisa membawa KONI Pusat seperti itu.
Apa peran KONI setelah muncul Perpres Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, yang mengatur anggaran APBN dialirkan langsung dari Kemenpora ke cabang, serta ajang multicabang diurus oleh KOI?
Fungsi KONI Pusat jelas pembina dan pengawas cabang olahraga. Jika memang mendistribusikan anggaran langsung dari pemerintah ke cabang itu adalah yang terbaik, silakan. Demikian terkait keikutsertaan Indonesia ke ajang multi cabang diurus oleh KOI, silakan juga. Kami berusaha mendampingi cabang mengenai apa yang diperlukan dalam pembinaan atau pelatnas agar mereka bisa mencapai prestasi maksimal.
Akan tetapi, setelah 100 hari awal masa kerja, saya akan evaluasi lagi bagaimana posisi ideal KONI Pusat saat ini. Nanti bisa duduk bersama dengan pihak terkait untuk membahas masalah yang ada. Kami tentu akan pilih yang terbaik untuk pembinaan olahraga nasional. Saya sangat fleksibel untuk kepentingan negara.
Bagaimana strategi utama untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap KONI Pusat?
Saya ingin menjadikan KONI Pusat sebagai induk semua organisasi olahraga yang independen, berwibawa, profesional, dan mandiri. Saya akan mencoba berbagai inovasi, menampung semua masukan, dan bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan di bidang olahraga, untuk membawa KONI Pusat maupun cabang-cabang olahraga menuju kemandirian.
Target terbesar saya selama menjabat adalah semua induk organisasi olahraga harus ditata menjadi organisasi yang tepat untuk zaman ini. Mereka harus bisa menghadapi tantangan yang ad, karena tantangan ke depan, kemajuan pembinaan olahraga sangat cepat/dinamis. Kita tidak bisa hanya menggunakan cara-cara itu saja. Dengan menata organisasi, terutama komunikasinya, kita bisa melahirkan juara dunia baru, tidak hanya dari bulu tangkis dan angkat besi saja.
Bagaimana rencana menyelesaikan semua masalah yang terjadi di KONI Pusat beberapa waktu ini?
Masalah dana hibah di KONI Pusat itu menjadi prioritas saya. Langkah pertama, saya melakukan konsolidasi internal. Prioritas saya adalah menyelesaikan masalah finansia. Sampai hari ini, karyawan KONI Pusat sudah tujuh bulan tidak digaji. Itu harus saya selesaikan. Saya akan melapor kepada pemerintah, dengan kementerian terkait hingga pimpinan tertinggi. Karyawan tidak boleh dikorbankan sebab mereka penggerak utama organisasi ini. Bagaimana mau memajukan organisasi ini jika kebutuhan dasar karyawannya saja belum terpenuhi.
Bagaimana cara mencegah semua masalah itu agar tidak terjadi lagi?
Sistem distribusi keuangan itu harus diatur dengan lebih baik. Saya rasa mekanisme dana hibah sudah waktunya ditinjau lagi. Lebih baik ada anggaran langsung dari APBN untuk KONI Pusat, terutama membayar gaji karyawan dan menjalankan kegiatan organisasi. Itu akan lebih baik.
Selain itu, saya ingin mewujudkan kemandirian baik di tubuh KONI Pusat maupun cabang-cabang olahraga. Apalagi masalah utama yang dihadapi oleh dunia olahraga nasional tidak terlepas dari keterbatasan anggaran. Tetapi, sesungguhnya, itu bisa diatasi. Seperti ketika saya menjadi Ketua PB TI.
Ketika itu, saya berusaha membawa PB TI kepada kemandirian sehingga bisa menyelenggarakan banyak kegiatan tanpa harus menunggu pemerintah, kecuali urusan gaji atlet dan pelatih yang sudah dialokasikan oleh pemerintah. Hal itu bisa diwujudkan lewat kerja sama antara cabang dan swasta. Iklim industri olahraga seperti itu, harusnya bisa diwujudkan ke seluruh cabang di Indonesia.