Tertahan di Dasar Klasemen, ”Kabau Sirah” Tak Lagi Bertuah
Pendukung Semen Padang FC kembali dipaksa menghirup napas dalam-dalam. Pelatih anyar sudah datang tapi rangkaian hasil buruk belum juga pergi.
Pendukung Semen Padang FC kembali dipaksa menghirup napas dalam-dalam. Pelatih anyar sudah datang, tetapi rangkaian hasil buruk belum juga pergi. Tanduk ”Kabau Sirah” justru kian tumpul setelah kalah 0-1 dari Arema FC. Terpeleset di kandang sendiri membuat langkah Semen Padang tertahan di dasar klasemen. Tim baru mendapat tiga poin dalam tujuh laga dari tiga hasil seri.
Kiprah Semen Padang ketika berlaga di kandang sekembalinya ke Liga 1 musim 2019 tak mulus. Meski musim masih panjang, tuah Stadion Haji Agus Salim seakan tak bersisa bagi tim besutan Weliansyah itu.
Padahal, berlaga di kandang hampir selalu menjadi jaminan poin bagi Semen Padang untuk menutup penampilan buruk kala bertandang. Kekalahan beruntun di tiga laga kandang menghadirkan rekor buruk baru sejak tim kembali ke level tertinggi sepak bola nasional musim 2010/2011.
Baca Juga : Kabau Sirah Terbenam di Dasar Klasemen
Keangkeran Stadion Haji Agus Salim bagi tamu Semen Padang di kompetisi liga mulai luntur pada Liga 1 musim 2017. Total ada empat kekalahan kandang Semen Padang pada musim 2017. Dimulai kalah dari Bali United pada 24 Agustus 2017, 1-3. Hasil buruk di laga kandang yang diperparah jeleknya penampilan tandang pada musim itu mengantarkan Kabau Sirah ke Liga 2 pada musim 2018.
Musim ini, tiga kekalahan beruntun di kandang merupakan hal baru bagi Tim Kabau Sirah. Hasil ini semakin mengecewakan karena Semen Padang belum pernah sekali pun menang dalam tujuh pertandingan perdana.
Catatan di laga tandang bahkan relatif lebih baik dibandingkan laga kandang. Di rumah lawan, Semen Padang meraih dua kali imbang dari tiga laga. Sedangkan di kandang sendiri, mereka hanya meraih sekali imbang dari empat laga.
Hasil buruk tersebut berujung pada mundurnya pelatih Semen Padang Syafrianto Rusli pada laga keenam. Syafrianto mundur saat memberi keterangan pers beberapa menit seusai timnya dikalahkan PS Tira Persikabo di Stadion Haji Agus Salim dengan skor 1-3. Debut pelatih sementara Weliansyah yang memegang kendali tim pada pertandingan ketujuh belum mampu memberikan poin bagi tuan rumah.
Weliansyah, seusai dikalahkan Arema, mengatakan, transisi permainan dari menyerang ke bertahan menjadi kelemahan tim dalam pertandingan itu. Para pemain depan terlambat turun membantu pertahanan ketika tim lawan menyerang balik. Perubahan formasi menjadi 4-4-2, dari sebelumnya kerap menerapkan 3-4-3, belum berjalan sesuai harapan.
Kurangnya dukungan penonton juga turut berpengaruh pada mental tim. Aura di Stadion Haji Agus Salim dalam beberapa pertandingan belakangan ini tidak terasa. Bangku di Stadion berkapasitas 20.000 penonton itu banyak kosong. Pada laga melawan Arema, misalnya, jumlah penonton cuma 5.200 orang.
”Sama-sama dapat kita lihat perbedaan aura main di luar dengan di sini (Stadion Haji Agus Salim). Di luar (kandang tim lain), dukungan penonton luar bisa. Namun, ini karena waktu juga. Di Padang biasanya begitu, kalau kami tampil bagus, akan didukung dengan luar biasa. Ini janji kami, mudah-mudah ke depan lebih baik,” kata Weliansyah.
Tidak siap
Terlepas dari tuah di kandang yang lenyap tak bersisa, dari awal Semen Padang dinilai tidak siap berkompetisi di kasta teratas. Secara administrasi, ”Kabau Sirah” memang masuk empat besar tim paling siap mengarungi Liga 1 2019 bersama Persipura, Bali United, dan Perseru Badak Lampung FC. Hal itu diakui Badan Olahraga Profesional Indonesia. Namun, dari segi materi tim, pengamat menilai Semen Padang tidak siap.
Pengamat sepak bola Dian Oktoveri, Sabtu (13/7/2019), berpendapat, jeleknya penampilan Semen Padang merupakan rentetan dari berbagai masalah. Salah satu penyebabnya, buruknya kesiapan tim menyambut kompetisi musim 2019.
Hal itu tecermin dari pemain yang direkrut, terutama pemain asing. Empat slot pemain asing diisi bek Shukurali Pulatov (Uzbekistan), duo gelandang José Augusto Sardón dan Mario Alberto Barcia (Argentina), serta striker Karl Max ”Danny” Barthélémy (Chad).
Baca Juga : Semen Padang FC Terjungkal di Agus Salim
”Idealnya, keberadaan pemain asing mem-backup celah-celah yang dimiliki pemain lokal Semen Padang. Namun, saya tidak melihat itu dari mereka. Yang cukup memberikan harapan hanya Sardon. Selebihnya, tidak cukup membantu tim. Jangankan mem-backup pemain lokal, untuk mereka sendiri saja tidak cukup bagus,” kata Dian, mantan Coach Analyst Semen Padang musim 2017 dan Coach Analyst PS TIRA musim 2018.
Dian menilai Pulatov sebenarnya punya nilai tambah karena sebagai pemain belakang punya karakter yang keras. Namun, mantan kapten FC Neftchi Fergana, klub profesional Liga Uzbekistan, itu sering blunder saat bertahan, yang berbuah tendangan bebas bagi lawan. Selain itu, Pulatov juga tidak punya kualitas operan yang bagus ketika memulai serangan dari lini belakang.
Sementara, Barcia tidak kunjung berada dalam kondisi terbaik akibat cedera. Jangankan menjadi contoh bagi pemain lokal, hingga pertandingan ketujuh, pemain 29 tahun tersebut bahkan masih kesulitan menembus skuad utama.
Adapun Danny, kata Dian, hampir tidak punya kontribusi bagus bagi tim dalam enam laga yang dilakoninya. Pada laga kandang melawan Arema, Jumat kemarin, misalnya, kontrol bola Danny sangat jelek.
”Jangankan untuk menjadi pelayanan bagi rekan-rekannya, untuk diri sendiri saja jelek. Semestinya, tim pelatih sudah menarik Danny pada menit ke-30. Namun, tim pelatih telat meresponsnya,” ujar Dian.
Selain materi pemain, Dian juga menyoroti soal formasi 3-4-3 yang diusung Syafrianto Rusli sejak awal musim. Transisi permainan dari bertahan ke menyerang atau sebaliknya tidak berjalan baik.
Saat menyerang, misalnya, ketiga bek tidak membantu lini tengah agar gelandang bisa menyokong para penyerang. Struktur serangan tim akhirnya tidak jelas. Dalam tujuh pertandingan, Semen Padang baru mencetak empat gol.
Semen Padang diharapkan segera berbenah menjelang putaran pertama kompetisi berakhir
Semen Padang diharapkan segera berbenah menjelang putaran pertama kompetisi berakhir. Masih tersisa 10 pertandingan bagi Semen Padang menjelang jeda kompetisi. Jika sisa pertandingan itu tidak dimaksimalkan, kata Dian, tim akan kesulitan mengejar poin pada putaran kedua untuk bisa bertahan di Liga 1 musim 2019.
Kurang sabar
Pengamat sepak bola S Metron Masdison berpendapat, manajemen kurang sabar dalam membangun tim. Metron menyayangkan sikap manajemen yang langsung menekan Syafrianto karena belum bisa menang pada empat laga awal yang berakhir dua imbang dan dua kekalahan. Padahal, dari pertandingan pertama hingga ketiga, tim menunjukan progres yang baik.
Menurut Metron, wajar saja apabila pemain tampil gugup di laga-laga awal. Apalagi tim yang dibangun jauh berbeda dengan tim tahun 2010/2011. Pada musim perdana setelah promosi ke Liga Super Indonesia, sebagian pemain asing sudah bergabung sejak tim bermain di Divisi Utama (sekarang Liga 2). Sementara, musim ini, pemain asing baru bergabung setelah klub promosi ke Liga 1.
”Butuh waktu untuk membangun chemistry antara pemain lokal dan pemain asing. Apalagi, pada awal musim banyak pemain asing itu cedera. Cuma persoalannya kurang sabar. Tanpa pemain asing, pemain lokal cukup menjanjikan. Persoalannya, bagaimana membangun chemistry,” kata Metron.
Butuh waktu untuk membangun chemistry antara pemain lokal dan pemain asing.
Soal penggunaan formasi 3-4-3 juga menjadi sorotan. Formasi itu, kata Metron, punya potensi bagus dan sedang menjadi tren di dunia. Akan tetapi, untuk menerapkannya, butuh pemain ”bertenaga kuda”, yang sanggup naik-turun untuk menyerang dan bertahan dengan cepat. Penerapan formasi itu tidak berhasil, bisa karena materi pemain tidak mendukung atau karena pemain belum terbiasa.
Metron menilai, dalam merekrut pemain, Semen Padang FC juga belum bisa lepas dari bayang-bayang keberhasilan masa lalu. Manajemen selalu berupaya merekrut tipikal pemain yang pernah sukses, seperti striker Edward Wilson Junior. Edward Wilson pernah membawa ”Kabau Sirah” ke tangga juara Liga Prima Indonesia musim 2011/2012 dan babak perempat final AFC Cup 2013.
”Manajemen selalu berpatokan kalau pemain depan harus tinggi besar. Karl Max ’Danny’ Barthélémy merupakan tiruan dari peristiwa zaman dulu. Padahal, untuk formasi 3-4-3, pemain tinggi besar tidak terlalu menguntungkan. Saya melihat ada kesengkarutan, Syafrianto tidak diberikan pemain yang sesuai pemintaannya,” ujar Metron.
Satu hal lagi yang luput dari perhatian adalah penunjukan Irsyad Maulana sebagai kapten. Menurut Metron, pemain berusia 25 tahun itu belum tepat menjadi kapten meskipun berstatus pemain lokal paling bersinar di tim. Irsyad belum bisa menjadi jenderal untuk memimpin dan menaikkan mental rekan-rekannya. Secara emosional, mantan pemain Arema FC itu masih muda. Dunia sepak bola Indonesia sejauh ini belum lepas dari urusan senior-junior.
Baca Juga : Ambisi Semen Padang FC Diuji di Kandang Sendiri
Dengan sejumlah rangkaian hasil buruk pada musim 2019, Semen Padang FC harus segera bangkit. Bayang-bayang degradasi mulai diakui atau tidak mulai menghantui. Manajemen, pendukung, dan tim Semen Padang FC barangkali masih ingat bagaimana pahitnya degradasi ke Liga 2. ”Kabau Sirah” terpuruk dan ditinggalkan.