Kata ”komdak” tak asing bagi generasi ”jadul” untuk menyebut Markas Polda Metro Jaya yang diapit Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Kaum milenial mungkin tidak mengenal kata ”komdak”. Padahal, kantor polisi terbesar dan tersibuk se-Jadetabek itu memiliki sejarah yang seabrek.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·5 menit baca
Kata ”komdak” tak asing bagi generasi ”jadul” untuk menyebut Markas Polda Metro Jaya yang diapit Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Kaum milenial mungkin tidak mengenal kata ”komdak”. Padahal, kantor polisi terbesar dan tersibuk se-Jadetabek itu memiliki sejarah yang seabrek.
Buku Profil Polda Metro Jaya Profesional, Moderen, Terpercaya (2018), Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage Buku II (2005), dan Polda Metropolitan Jakarta Raya dan Sekitarnya Tidak Pernah Berhenti Menjadi Lebih Baik (2005) mendokumentasikan sejarah Polda Metro Jaya yang dimulai dengan nama Hoofdbureau Van Politie Batavia atau Kantor Besar Kepolisian Batavia.
Letaknya di kawasan Koningsplein West atau sekarang Jalan Merdeka Barat. Tujuannya menjaga wilayah Batavia agar bandit, garong, dan rampok tidak seenaknya beraksi sehingga para tuan dan nyonya Eropa, termasuk pribumi, tidur nyenyak.
Organisasi kepolisian Batavia hanya terdiri dari reserse kriminal, reserse ekonomi, identifikasi dan fotografi, lalu lintas, susila, perlengkapan, dan administrasi.
Pembagian wilayah kepolisian Batavia terdiri dari tujuh seksi dan lima subseksi. Seksi I meliputi wilayah Tanjung Priok, Seksi II (Glodok), Seksi III (Pasar Baru), Seksi IV (Jati/Gambir), Seksi V (Menteng), Seksi VI (Kwitang), dan Seksi VII (Jatinegara). Adapun wilayah yang masuk subseksi adalah Pesing, Karet, Palmerah, Cempaka Putih, dan Pasar Rebo.
Untuk menjaga kemanan di wilayah pinggiran Batavia terdapat Veld Politie atau Kantor Polisi Keresidenan Kota yang membawahkan wilayah Bekasi, Cililitan, Tangerang, dan Kebayoran.
Ketika berkuasa, Jepang merombak pemerintahan. Jepang mendirikan Kantor Jawatan Kepolisian Negara di Jalan Juanda yang membawahkan Kepolisian Istimewa Jakarta Kota (Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho) dan Kepolisian Keresidenan Jakarta (Jakarta Sun Keisatsu Sho).
Kepolisian Istimewa Jakarta Kota membawahkan seksi Tanjung Priok, Glodok/Pesing, Pasar Baru, Jatibaru/Karet, Prapatan/Cempaka Putih, Menteng, Jatinegara, Bekasi, Depok, Pasar Minggu/Kramatjati, Tangerang, dan Kebayoran/Palmerah. Adapun wilayah Kepolisian Keresidenan Jakarta sangat luas dari Tangerang, Bekasi, hingga Subang, Jawa Barat.
Setelah Jepang hengkang, kepolisian Jakarta ikut terombang-ambing gelombang revolusi kemerdekaan 1945-1949. Hingga 6 Desember 1949 Kepala Kepolisian Negara membentuk Kepolisian Komisariat Jaya yang berada di Jalan Merdeka Barat.
Komisaris Besar Polisi Tingkat I R Ating Natadikusuma ditunjuk sebagai Kepala Kantor Komisariat Jaya. Peristiwa itu diperingati sebagai hari kelahiran Polda Metro Jaya.
Tahun 1963 kantor Kepolisian Komisariat Jaya pindah ke lokasi Polda Metro Jaya saat ini di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. Pada waktu itu Presiden Soekarno menyetujui pembangunan kantor Kepolisian Komisariat Jaya seluas 17 hektar, tetapi lahan yang tersedia hanya seluas 7 hektar. Anggaran pembangunan gedung utama sebesar Rp 4 miliar yang diselesaikan tahun 1970.
Tahun 1965 Kepolisian Komisariat Jaya berubah nama menjadi Komando Daerah Kepolisian VII Jaya (Komdak VII Jaya). Perubahan tersebut menyesuaikan dengan jumlah komdak se-Indonesia sebanyak 26. Tahun 1967 nama Komdak VII Jaya berubah menjadi Komando Daerah Kepolisian Metro Jakarta Raya (Komdak Metro Jaya).
Mulai tahun 1979, kata komando dihapus sehingga menjadi Daerah Kepolisian Metro Jaya untuk menghilangkan kesan militerisme. Sejak tahun 1980 hingga kini nama Daerah Kepolisian Metro Jaya menjadi Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Wilayah Tangerang, Bekasi, dan Depok masuk ke Polda Metro Jaya karena lebih dekat daripada masuk ke Polda Jawa Barat. Polda Metro Jaya adalah satu-satunya polda di Indonesia bertipe A Khusus karena tanggung jawab mengamankan Ibu Kota.
Mulai tahun 1979 kata komando dihapus sehingga menjadi Daerah Kepolisian Metro Jaya untuk menghilangkan kesan militerisme.
Gedung Promoter
Gedung Promoter Polda Metro Jaya merupakan pengganti gedung utama. Gedung Promoter menjulang setinggi 23 lantai meskipun kalah jangkung dari gedung-gedung di Pusat Bisnis Sudirman (SCBD). Promoter merupakan akronim dari Profesional, Modern, Terpercaya yang menjadi semboyan Polri. Sebelumnya, Gedung Promoter akan diberi nama Gedung Detasemen Khusus 88.
Gedung Promoter semacam ”pusat komando” karena Kapolda Metro Jaya dan wakilnya berkantor di gedung tersebut. Adapun gedung-gedung di sekelilingnya adalah gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Direktorat Reserse Narkoba, Direktorat Lalu Lintas, Direktorat Sabhara, Bidang Humas, Bidang Kedokteran dan Kesehatan, dan sebagainya.
Gedung Promoter Polda Metro Jaya diresmikan Januari 2018 oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Saat itu Kapolda Metro Jaya dijabat Inspektur Jenderal Idham Azis (sekarang Kepala Bareskrim dengan pangkat komisaris jenderal).
Pembangunan gedung mentereng itu tersendat-sendat karena masalah anggaran hingga akhirnya selesai setelah 13 tahun. Pembangunan gedung membutuhkan biaya Rp 498 miliar yang dimulai pada masa Kapolda Metro Jaya (almarhum) Inspektur Jenderal Firman Gani tahun 2004.
Idham Azis mengatakan, dengan selesainya Gedung Promoter, hal itu akan menjadi pendorong bagi anggota Polda Metro Jaya untuk lebih berprestasi.
Harapan agar Polda Metro Jaya semakin profesional juga disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid sebelum bertemu dengan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, Selasa (9/7/2019), untuk membicarakan penyelidikan kerusuhan pascapemilu.
Usman mengatakan, polisi harus mengusut kerusuhan pascapemilu, termasuk dugaan kekerasan oleh polisi. Pertemuan berlangsung tertutup di Gedung Promoter.
”Kami mendukung Polri bekerja secara profesional dan tidak boleh lupa jika ada anggota polisi yang melanggar hukum juga diproses dengan profesional dan tepercaya. Seperti nama gedung ini, Promoter artinya profesional, modern, dan terpercaya,” kata Usman.
”Kami mendukung Polri bekerja secara profesional dan tidak boleh lupa jika ada anggota polisi yang melanggar hukum juga diproses dengan profesional dan tepercaya. Seperti nama gedung ini, promoter artinya profesional, modern, dan terpercaya,” kata Usman.
Ketua Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Iqrak Sulhin mengatakan, di Jakarta akan selalu ada tipologi kejahatan yang selalu muncul di kota besar, seperti perampokan dan pencurian. Polda Metro Jaya dituntut memberikan rasa aman kepada warga yang akan menjadi pekerjaan rumah setiap tahun.
”Upaya ke depan tidak hanya penegakan hukum, tapi juga bagaimana mengajak masyarakat dalam pencegahan kejahatan dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Iqrak, sejalan dengan perkembangan zaman, sekarang polres-polres di wilayah Polda Metro Jaya telah memiliki akun media sosial, seperti Instagram, untuk mengunggah informasi kegiatan kepolisian.
”Saya kira itu baik, bagaimana anggota (polisi) ada di lapangan memberikan pelayanan. Jangan sampai hanya menciptakan citra yang baik, tapi dari sisi dampak tidak seperti apa yang diperlihatkan. Istilahnya hanya sekadar foto-foto, lalu hilang,” kata Iqrak.