Volume air di Waduk Cacaban, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terus menyusut selama musim kemarau. Akibatnya, distribusi air ke lahan pertanian di sekitar waduk juga mulai dikurangi sebagai salah satu upaya menyiapkan cadangan air untuk puncak musim kemarau pada Agustus mendatang.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Volume air di Waduk Cacaban, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terus menyusut selama musim kemarau. Akibatnya, distribusi air ke lahan pertanian di sekitar waduk juga mulai dikurangi sebagai salah satu upaya menyiapkan cadangan air untuk puncak musim kemarau pada Agustus.
Volume air Waduk Cacaban, Selasa (16/7/2019), hanya sekitar 24 juta meter kubik, jauh menyusut dibandingkan dengan kondisi normal 49 juta meter kubik. Penyusutan itu menyebabkan pengurangan debit air yang dialirkan ke luar waduk.
Pengelola Waduk Cacaban, Edi Kusworo, mengatakan, pekan lalu, Waduk Cacaban mampu mengalirkan air hingga 4.300 liter per detik. Namun, pada Selasa sore, air yang dikeluarkan dari Waduk Cacaban dibatasi menjadi 3.500 liter per detik.
”Pekan lalu, debit air yang keluar dari waduk sudah kami tambah dari 3.500 liter per detik menjadi 4.300 liter per detik karena saat itu sedang musim pengolahan tanah. Kini, debit air yang keluar kami turunkan lagi karena masa pengolahan tanah sudah selesai,” kata Edi.
Dia menambahkan, pengurangan debit yang dialirkan ke luar waduk untuk menjaga ketersediaan cadangan air. Harapannya, saat puncak musim kemarau, cadangan air waduk tetap tersedia.
Pengurangan distribusi air menjadi strategi Pemerintah Kabupaten Brebes untuk menjaga persediaan air untuk menghadapi puncak musim kemarau yang diprediksi terjadi pada Agustus. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Tata Ruang Kabupaten Brebes Agus Ashari.
Menurut Agus, debit air yang dialirkan dari tiga sumber air terbesar di wilayah pantura bagian barat sudah dikurangi sejak Juni. Ketiga sumber air itu ialah Waduk Penjalin di Kecamatan Paguyangan (Brebes), Waduk Malahayu di Kecamatan Banjarharjo (Brebes), dan Bendungan Pemali Hilir atau Bendungan Notog di Kecamatan Margasari (Kabupaten Tegal). Bahkan, air di Waduk Penjalin sudah tidak dialirkan lagi karena volume air di bawah batas aman.
”Saat ini, volume air di Waduk Penjalin hanya sekitar 2,5 juta meter kubik. Padahal, batas aman persediaan air di sana 3 juta meter kubik,” kata Agus.
Air di Waduk Penjalin sudah tidak dialirkan lagi karena volume air di bawah batas aman.
Sementara itu, Waduk Malahayu yang biasanya mampu mengalirkan air sekitar 5.000 liter per detik kini dibatasi menjadi 3.000 liter per detik. Saat ini, volume air di Waduk Malahayu 14 juta meter kubik. Pada kondisi normal, volume 30 juta meter kubik.
”Bendung Notog yang biasanya mampu mengalirkan air setidaknya 20.000 liter per detik sudah turun menjadi di bawah 10.000 liter per detik. Kami juga memberlakukan sistem buka tutup pintu air sejak bulan lalu agar tak semuanya mengalir, tetapi ada sebagian yang dibendung untuk cadangan air,” ungkap Agus.
Pembatasan distribusi air membuat sejumlah lahan pertanian di Kabupaten Tegal terdampak kekeringan. Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, sepanjang 2019 sudah ada sekitar 14,7 hektar lahan pertanian yang terdampak.
Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Kabupaten Tegal Mulyono menuturkan, dari 14,7 ha lahan itu, sebesar 6,4 ha terdampak berat, 6 ha terdampak ringan, 2 ha terdampak sedang, dan 0,3 ha puso. Dampak terparah terjadi di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kramat, Balapulang, dan Slawi.