Pimpinan MPR Diharapkan Merepresentasikan Persatuan Indonesia
Pimpinan MPR periode selanjutnya, 2019-2024, diharapkan merepresentasikan seluruh kekuatan politik yang ada di Indonesia. Ini termasuk kubu politik yang mendukung pemerintahan hasil Pemilu 2019, Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, dan kubu politik yang memilih berada di luar pemerintahan.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG dan AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan Majelis Permusyawarakatan Rakyat atau MPR periode 2019-2024 diharapkan merepresentasikan persatuan Indonesia. Maka, pimpinan hendaknya diisi perwakilan dari kubu yang mendukung pemerintah dan kubu oposisi. Kemudian untuk lebih mengukuhkan persatuan, pemilihan pimpinan diharapkan ditempuh dengan cara musyawarah mufakat.
Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah menyampaikan harapan tersebut secara terpisah, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Sekalipun di MPR periode selanjutnya, 2019-2024, pimpinan MPR kembali berjumlah lima orang, tidak lagi delapan seperti yang ada saat ini, Zulkifli menilai kelima pimpinan masih dapat merepresentasikan figur-figur dari kedua kubu politik, yaitu kubu partai politik pendukung pemerintah dan kubu partai yang memilih berada di luar pemerintahan.
Tak hanya itu, dia mendorong agar pemilihan pimpinan MPR dilakukan dengan cara musyawarah mufakat, tidak dengan metode pemilihan berdasarkan suara terbanyak atau voting.
"Kami harap MPR bisa betul-betul sejuk, dan sebisa mungkin keputusan yang ada di MPR diambil berdasarkan proses musyawarah dan mufakat," ujarnya.
Menurut Basarah, MPR selama ini menjadi rumah kebangsaan bagi Indonesia, rumah di mana seluruh kekuatan politik berkumpul menjadi satu. Ini harusnya bisa terlihat dari figur-figur yang terpilih menjadi pimpinan MPR.
"MPR merupakan rumah kebangsaan bagi Indonesia, sehingga pimpinan MPR dapat mewarnai spektrum politik nasional dan bisa menjadi representasi persatuan Indonesia," katanya.
Untuk lebih mengukuhkan persatuan tersebut, Basarah pun berharap pemilihan dilakukan dengan musyawarah mufakat. Oleh karena itu, para elit politik dan pimpinan fraksi di MPR sebaiknya sudah mulai melakukan lobi-lobi politik untuk memutuskan siapa yang mengisi kursi pimpinan.
PDI-P tidak mengincar
PDI-P sendiri, menurut Basarah, tidak mengincar posisi pimpinan MPR karena sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif 2019, sudah dipastikan akan mengisi kursi ketua DPR. Ini sekalipun tidak ada larangan, partai yang sudah mengisi kursi pimpinan DPR, khususnya ketua DPR, tidak bisa lagi mendudukkan anggotanya untuk mengisi kursi pimpinan MPR.
"Kami menerapkan sistem kebersamaan dan gotong royong, sehingga kami menghormati pendapat elit politik yang mengatakan, jika sudah mengisi kursi Ketua DPR, tidak perlu mengisi kursi pimpinan MPR," katanya.
Di luar PDI-P, ada partai yang akan mengajak partai lain dari kubu koalisi yang sama untuk paket pimpinan MPR tetapi ada pula yang belum bersikap.
Gerindra misalnya, masih belum menentukan, apakah akan membentuk paket pimpinan bersama partai-partai koalisi di Pemilu Presiden 2019, yaitu PAN, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera atau mengajukan paket pimpinan bersama partai koalisi pendukung pemerintah.
"Peluangnya masih sangat cair dan pada akhirnya semua ditentukan dengan lobi-lobi politik. Sekarang kami baru memasuki proses awal pembicaraan. Selain itu, di MPR itu kan ada unsur-unsur dari DPR dan DPD RI yang juga harus kami pahami," kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra yang juga menjabat Sekjen Gerindra Ahmad Muzani.
Sebelumnya, Rabu (18/07/2019), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan, ada kemungkinan munculnya paket pimpinan MPR dari Koalisi Indonesia Kerja, koalisi pendukung Presiden-Wakil Presiden hasil Pemilu 2019, Joko Widodo-Ma\'ruf Amin.
Seperti diketahui, koalisi ini terdiri atas sepuluh partai politik tetapi hanya lima diantaranya yang akan masuk di parlemen periode 2019-2024, yaitu PDI-P, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Nasdem.
Airlangga juga mengatakan, Golkar mengincar posisi Ketua MPR. Alasannya, Golkar berada di urutan kedua terbanyak dalam perolehan kursi di parlemen pada Pemilu 2019.
”Kami sudah membahas soal posisi ini dengan beberapa partai karena posisi Ketua MPR ditentukan berdasarkan urutan jumlah kursi,” ujarnya.
Namun PKB juga mengejar posisi ketua MPR. Ini seperti pernah disampaikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Ia pun optimistis akan bisa terpilih.
”Indonesia ini sedang kuat gairah keislamannya. Oleh karena itu, gairah ini harus dijembatani dengan kekuatan empat pilar kebangsaan, dan Nahdlatul Ulama punya modal tersebut,” ucapnya.
Mekanisme pemilihan
Mengacu pada Pasal 427C Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pimpinan MPR setelah Pemilu 2019, dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap. Setiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR.
Kemudian pimpinan MPR dapat dipilih secara musyawarah untuk
mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR. Namun jika musyawarah mufakat tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR.