Pembiayaan Pembangunan Ibu Kota Baru Tanpa Utang Luar Negeri Diupayakan
Pemerintah telah melakukan kajian, khususnya dari aspek pembangunan infrastruktur fisik, untuk merealisasikan wacana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
PALANGKARA, KOMPAS — Pemerintah telah melakukan kajian, khususnya dari aspek pembangunan infrastruktur fisik, untuk merealisasikan wacana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan. Dalam skema pembiayaan pembangunan yang disiapkan, pemerintah mengupayakan tidak akan mengambil utang luar negeri.
Komitmen tersebut terungkap dalam dialog pemindahan ibu kota negara bertema ”Kalimantan untuk Indonesia” yang berlangsung di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (19/7/2019).
Acara yang digelar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini dihadiri juga oleh Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, para pemangku kebijakan pemerintah daerah, serta akademisi.
Pemerintah telah memutuskan pemindahan ibu kota negara akan dilakukan ke luar Pulau Jawa. Sejauh ini, lokasi calon ibu kota baru telah mengerucut ke tiga provinsi, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rudy S Prawiradinata mengatakan, pemerintah akan mengupayakan pembangunan infrastruktur di lokasi ibu kota baru itu dengan pembiayaan dalam negeri, tanpa utang luar negeri.
”Kami ingin pembangunan ibu kota negara sebagai identitas bangsa diupayakan dengan pembiayaan sendiri,” ujarnya.
Pemerintah akan mengupayakan pembangunan infrastruktur di lokasi ibu kota baru itu dengan pembiayaan dalam negeri, tanpa utang luar negeri.
Rudy menuturkan, biaya pembangunan infrastruktur fisik ibu kota negara diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Estimasi itu terdiri dari tiga sumber pembiayaan, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 74,44 triliun, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) Rp 265,2 triliun, serta skema kerja sama dengan pihak swasta sebesar Rp 127,3 triliun.
Adapun pembangunan infrastruktur transportasi, seperti bandar udara, pelabuhan, dan jalan tol, rencana akan diserahkan kepada badan usaha milik negara (BUMN).
”Pemerintah berkomitmen untuk tidak membebani APBN terlalu besar untuk skema pembiayaan pemindahan ibu kota negara,” ujar Rudy.
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran mengusulkan tiga daerah di wilayahnya sebagai ibu kota negara, yakni Kota Palangkaraya dengan luas sekitar 66.000 hektar, Kabupaten Katingan (120.000 hektar), dan Kabupaten Gunung Mas (121.000 hektar).
”Memiliki ibu kota dengan konsep smart, green, and beautiful city lebih dimungkinkan di Kalimantan Tengah ketimbang di Pulau Jawa,” ujarnya.
Menurut Sugianto, dekatnya lokasi ibu kota baru dengan kawasan perkotaan di Kalimantan yang tengah berkembang akan membuat biaya pembangunan infrastruktur lebih efisien. Pasalnya, Kalimantan Tengah telah memiliki infrastruktur pelabuhan dan bandara yang masih bisa dikembangkan.
Dia mencontohkan, Pelabuhan Pelni Sampit di Kabupaten Kotawaringin Timur untuk sementara dapat dimanfaatkan guna menunjang proses pembangunan ibu kota baru. Jika diukur dari lokasi calon ibu kota baru di Gunung Mas, jarak menuju Pelabuhan Pelni Sampit mencapai 219 kilometer.
Adapun jarak antara lokasi tersebut dan Bandara Tjilik Riwut di Kota Palangkaraya sekitar 150 kilometer.
”Ibu kota juga harus punya akses ke pelabuhan dan bandara. Tidak ada potensi konflik sosial dan juga paling penting memenuhi parameter keamanan,” ujarnya.
Deputi II Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut Alue Dohong mengingatkan, Kalimantan Tengah mempunyai masalah karena lahan gambut tropis sangat rentan. Selain itu, Kalimantan secara umum mengalami bencana lingkungan dan sosial, seperti deforestasi serta dampak negatif tambang legal dan ilegal.
Kalimantan Tengah mempunyai masalah karena lahan gambut tropis sangat rentan. Selain itu, Kalimantan secara umum mengalami bencana lingkungan dan sosial, seperti deforestasi serta dampak negatif tambang legal dan ilegal.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangkaraya Kumpiady Widen mengingatkan, pemindahan ibu kota baru tidak serta-merta dapat meningkatkan daya saing sumber daya manusia.
Untuk itu, pemerintah daerah dan pusat perlu mengembangkan lembaga dan infrastruktur sosial, seperti pendidikan dalam keluarga dan sekolah ataupun akselerasi peningkatan kompetensi warga, lembaga pendidikan dan perusahaan agar mampu bersaing di tingkat regional dan internasional.