Sebanyak 38 tumpeng dibuat warga dari 16 desa dan 22 sekolah di tiga kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam acara “Pawone Borobudur Marathon 2019” di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Sabtu (20/7/2019) petang. Pembuatan tumpeng ini menjadi wujud harapan kelancaran pelaksanaan Borobudur Marathon 2019, 17 November mendatang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS-Sebanyak 38 tumpeng dibuat warga dari 16 desa dan 22 sekolah di tiga kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam acara “Pawone Borobudur Marathon 2019” di Candi Pawon, Kabupaten Magelang, Sabtu (20/7/2019) petang. Pembuatan tumpeng ini menjadi wujud harapan kelancaran pelaksanaan Borobudur Marathon 2019, 17 November mendatang.
General Manager Event Harian Kompas Lukminto Wibowo mengatakan, setiap pelaksanaan Borobudur Marathon, tidak pernah lepas dari tradisi tumpengan. Tradisi ini menjadi semacam ungkapan permisi, meminta doa, dan dukungan masyarakat untuk kelancaran ajang lari tersebut.
"Suatu acara bisa dikatakan sukses jika melibatkan, mendapat dukungan masyarakat, dan pada akhirnya memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya,” ujarnya, Sabtu (20/7/2019).
Dalam ajang Borobudur Marathon, menurut Lukminto, upaya permisi, dan meminta doa sangat diperlukan. Alasannya, ajang ini cukup “menganggu” aktivitas masyarakat. Salah satunya saat dilakukan penutupan jalan raya selama penyelenggaraan marathon, sejak pagi hingga siang sekitar pukul 12.00.
Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An mengatakan, sejak awal mengusulkan ruas jalan paling buruk untuk rute lari. Harapannya, ajang ini menjadi ajakan bagi pemerintah untuk memperbaiki jalan-jalan tersebut.
"Dengan upaya semacam ini ajang Borobudur Marathon dapat memberi manfaat positif bagi warga sekitar. Suatu kegiatan harus selalu menguntungkan masyarakat sekitarnya. Manfaat positif inilah yang harus selalu diberikan Borobudur Marathon dalam penyelenggaraannya setiap tahun,” ujarnya.
Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo berharap masyarakat selalu mendukung Borobudur Marathon. Dukungan itu, kata dia, bisa ikut mewujudkan target besar menjadikan Borobudur Marathon sebagai marathon utama dunia.
Adi mengatakan, secara khusus, memuji partisipasi aktif masyarakat sekitar yang selalu memberikan dukungan semangat bagi para pelari. Seruan yel-yel dan minuman yang disediakan di tepi jalan itu, sama sekali tidak pernah ada dalam ajang lari di kota-kota lain.
Dukungan masyarakat, menurut dia, juga akan menjadi semangat berharga untuk mengangkat popularitas kawasan Borobudur. Saat ini, Borobudur masuk dalam destinasi wisata yang disiapkan pemerintah untuk menjadi Bali baru.
Selain wujud harapan, tumpeng-tumpeng yang dibuat warga tersebut dilombakan dalam sejumlah kategori. Tumpeng dinilai berdasarkan kreativitas susunan dan bahan-bahan yang digunakan.
Wakil Kepala Bagian Humas Madrasah Tsanawiyah Negeri Borobudur Asianingsih, mengatakan, dia dan rekan-rekan guru membuat satu tumpeng nasi kerucut besar dikelilingi lima tumpeng nasi kecil berwarna putih dan merah jambu. Warna merah jambu didapatkan dari air rebusan daun secang.
Tumpeng besar menjadi simbol Indonesia dan tumpeng-tumpeng kecil adalah negara-negara lain. Hamparan lauk pauk di sekitarnya menjadi tanda bahwa di acara Borobudur Marathon, Indonesia akan menjamu banyak tamu dari banyak negara.
Idiningrum, Ketua Tim Penggerak PKK Desa Donorojo, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, dia dan empat rekan ibu lainnya, membuat tumpeng nasi putih biasa dengan banyak lauk. Dia mengaku sangat bersemangat menyambut dan mengikuti setiap tahapan acara Borobudur Marathon. Alasannya, ajang lari tersebut menjadi kesempatan bagi desanya menonjolkan beragam potensi, mulai dari kuliner hingga kesenian tradisionalnya.