Berawal sebagai angkutan atlet Asian Games IV Tahun 1962, atas usul Gubernur Ali Sadikin, Bemo kemudian difungsikan sebagai transportasi publik. Namun awal tahun 1971 bemo dilarang beroperasi di pusat kota Jakarta. Menyusul kemudian larangan di Medan, akhir tahun 1985, Kota Bandung dan Bogor.
Oleh
Jannes Eudes Wawa
·3 menit baca
Puluhan tahun silam, bemo sangat merajai jalanan ibu kota Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia. Namun, seiring kemajuan Zaman, angkutan berpenumpang tujuh orang itu pun ditinggalkan, bahkan hilang dari perkotaan.
Di DKI Jakarta, misalnya, sejak awal tahun 1971, Gubernur Ali Sadikin menerbitkan surat keputusan No Dd/5/1/20/1971 tertanggal 19 Februari yang intinya melarang pengoperasian oplet dan bemo di tengah kota. Saat itu, di Jakarta beroperasi sekitar 2.000 unit oplet, dan 1.500 unit bemo. Angkutan penumpang di tengah kota akan diberikan kepada bus yang memiliki kapasitas angkut lebih banyak, sekitar 50 orang per unit. Bemo dan oplet melayani angkutan di pinggir Kota Jakarta.
Serentak di daerah
Lonceng kematian bemo juga dibunyikan di Medan, Sumatera Utara. Mulai 13 Desember 1985, sekitar 500 bemo di Medan terkena Perda Nomor 2/1981 yang melarang beroperasinya kendaraan umum yang berusia lebih dari 15 tahun. Tarif bemo jarak jauh dan dekat hanya Rp 100, sedangkan bus mini minimal Rp 150. Pemerintah Kodya Medan baru bisa mewujudkan kebijakannya mulai 1 Juli 1987.
Pada waktu yang sama, Pemerintah Kodya Bandung membatasi jumlah angkutan bemo. Operasi hanya untuk diberikan kepada yang berizin yakni sekitar 1.116 buah. Sementara data pemungut retribusi mencatat jumlah bemo pada enam rute di Kodya Bandung sebanyak 1.432 buah.
“Meskipun masih jalan, bemo yang tidak memiliki izin akan dirazia, selanjutnya dibuang ke tempat sampah di Bandung Timur,” ujar Wali Kota Bandung Ateng Wahyudi, (Kompas, 13/7/1987).
Di Denpasar, Bali pun mulai awal tahun 1994, keberadaan bemo terancam. Pemerintah Kodya setempat menetapkan mulai 1 April 1994, bemo dihapus dari wilayah itu. Alasannya, angkutan roda tiga tidak laik lagi sebagai angkutan penumpang, bahkan tidak dapat memenuhi Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan nomor 14 Tahun 1992, kata Kabag Humas Pemda Kodya Denpasar Ngurah Gordha, Jumat (25/3/1994).
Saat itu ada sekitar 352 unit bemo yang beroperasi di Denpasar. Sekitar 322 unit memiliki izin resmi, sisanya 30 unit tanpa izin. Kompensasi kepada para pemilik bemo adalah kemudahan kredit pembelian mikrolet oleh Primkopad seharga Rp 18,5 juta. Bemo dapat dijadikan sebagai agunan sebesar 25 persen. Masa waktu kredit lima tahun dengan cicilan Rp 354.000/bulan.
Dihapus
Mulai tahun 1995, Pemerintah DKI Jakarta tidak berkompromi lagi dengan bemo. Saat itu di Jakarta masih beroperasi 1.846 unit bemo. Pemiliknya diwajibkan membeli kendaraan roda empat (pengganti bemo) mirip mikrolet dengan mesin berkapasitas 1.000-1.100 cc. Nomor polisi bemo lama bisa dipakai untuk kendaraan roda empat pengganti. Setelah ada kendaraan pengganti, bemo yang ada harus diserahkan kepada pemerintah untuk dimusnakan. Namun terlebih dahulu diambil mesinnya. Mesin-mesin itu diserahkan kepada sekolah-sekolah teknik untuk alat praktek.
Akan tetapi, di lapangan bemo tidak bisa dinihilkan. Hingga pertengahan tahun 2003, sejumlah bemo masih beroperasi di beberapa wilayah di Jakarta. Bemo telah menjadi bagian terpenting dari perjalanan peradaban masyarakat Indonesia dalam berkendara.