Saat Arcandra Terganggu Spanduk di Kilang Pertamina
Dalam kunjungan kerja ke Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (19/7/2019), Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar terganggu dengan spanduk yang dipasang pekerja Pertamina Refinery Unit IV. Ditegaskan, kilang Pertamina tak akan digadaikan kepada pihak lain.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Di sela-sela kunjungan kerja ke Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (19/7/2019), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sempat terganggu dengan spanduk yang dipasang para pekerja Pertamina Refinery Unit IV. Kepada pekerja, dia menegaskan, kilang Pertamina tak akan digadaikan kepada pihak lain.
Saat itu, Arcandra tengah meninjau Proyek Langit Biru Cilacap di kompleks kilang Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Setelah berfoto sejenak, Arcandra didampingi Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dan Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng bergegas menuju ruang pengendali. Sekembalinya ke kantor pusat, Arcandra berdiskusi dengan pekerja Pertamina, pengamat migas, serta sejumlah media.
Kepada para pekerja Pertamina, Arcandra membuka diskusi berpijak dari spanduk yang dibacanya di lingkungan kantor Pertamina RU IV Cilacap. ”Saya melihat ada spanduk di bawah, bukan spanduk (mungkin) tapi tulisan, ’Jangan Gadaikan Kilang Kami’,” ujarnya.
Arcandra menuturkan, aset Pertamina adalah aset bangsa. Untuk itu, jika ada pengembangan bisnis ke depan untuk memajukan kilang, dia minta supaya tidak dilihat sebagai proses penggadaian aset.
Menurut dia, bisnis energi bersaing tidak hanya di Indonesia, tetapi juga luar negeri. Kebutuhan Indonesia 1,4 juta barel BBM dan minyak mentah per hari. Padahal, kemampuan produksi Indonesia hanya 800.000 barel BBM dan minyak mentah per hari. Artinya, Indonesia butuh impor sebanyak 600.000 barel per hari.
”Satu tahun kita telat membangun kilang, potensi kerugian bisa Rp 15 triliun. Jangan sampai karena berpikiran yang mungkin tidak tahu dampaknya, lalu protes. Padahal, ini adalah kebutuhan kita sendiri. Kita tidak mengganggu negara lain,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Arcandra, dalam membangun kilang diperlukan rekanan yang kompeten. Apalagi, cadangan terbukti minyak Indonesia hanya 0,2 persen dari total cadangan dunia. Selain itu, cadangan terbukti gas Indonesia hanya 1,4 persen dari total cadangan dunia.
”Sharing the pain, sharing the gain. Inilah bisnis energi. Kenapa perlu sharing the pain? Untuk sektor hulu, rasio sukses berhasil hanya 20 persen. Jadi, lima kali melakukan eksplorasi, kemungkinan berhasilnya sekali, empat kalinya gagal,” paparnya.
Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijayakusuma (SPPPWK) Titok Dalimunthe mengatakan, spanduk itu muncul sejak 2016 saat bergulirnya Refinery Development Master Plan (RDMP) dengan Saudi Aramco. ”Saat itu, kami melihat proses perhitungan aset, termasuk proyek baru yang sedang dibangun, tidak fair,” ujarnya.
Menurut Titok, serikat pekerja menilai ada hal yang tidak pas. Untuk itu, mereka mendorong perhitungan ulang aset. ”Lalu muncul dorongan jangan menggadaikan kilang,” katanya.
Seperti diberitakan Kompas (27/11/2015), saat peresmian kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di Cilacap, dilakukan pula penandatanganan nota kesepahaman Pertamina dengan perusahaan minyak dari Arab Saudi, yakni Saudi Aramco, untuk proyek revitalisasi kilang RU IV Cilacap. Program senilai 5,5 miliar dolar AS ini bagian dari proyek RDMP.
Menggarisbawahi pernyataan Arcandra bahwa kilang Pertamina tidak akan digadaikan, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyampaikan, pihaknya melihat ada ketidaksepakatan khususnya pada angka valuasi dari transaksi dengan Saudi Aramco ini. ”Sikap kami adalah tidak mau kemudian menerima valuasi yang di bawah harga buku,” kata Nicke.
Percayalah bahwa kami tidak akan pernah mau menerima sesuatu yang secara bisnis merugikan perusahaan.
Atas kendala itu, kata Nicke, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Presiden dan para menteri sehingga hingga kini belum terjadi kesepakatan dengan Aramco. ”Percayalah bahwa kami tidak akan pernah mau menerima sesuatu yang secara bisnis merugikan perusahaan,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, Arcandra juga mengkritisi neraca perdagangan yang menunjukkan impor di sektor migas meningkat. Namun, di sisi lain, pemanfaatan gas secara domestik tidak diperhitungkan, padahal gas itu sudah menghidupkan industri dalam negeri.
Di pengujung diskusi, Arcandra berpesan kepada para pekerja Pertamina di Cilacap. ”Saya pesan satu kepada serikat pekerja, semoga yang di Cilacap ini jadi pelopor membangun energi yang positif. Mohon kiranya spanduk yang di bawah dilepas karena tidak enak dilihat. Percayalah, Bu Direktur (Pertamina) ini tidak akan menggadaikan perusahaan ini.”