Insentif Fiskal Gerakkan Pasar Rumah Mewah
JAKARTA, KOMPAS
Insentif fiskal dari pemerintah untuk sektor properti hunian mewah disambut positif. Insentif ini diharapkan bisa menggerakkan pasar properti segmen atas yang cenderung stagnan dalam 3 tahun terakhir.
Namun, insentif perpajakan ini belum cukup optimal menyelesaikan permasalahan sektor properti.
Pemerintah, sebagaimana dikutip Minggu (21/7/2019), antara lain, memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh 22) hunian sangat mewah dari 5 persen menjadi 1 persen. Batasan nilai apartemen sangat mewah yang kena PPh 22 dinaikkan, dari di atas Rp 5 miliar menjadi lebih dari Rp 30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi (m2). Adapun rumah tapak sangat mewah batasannya di atas Rp 30 miliar atau dengan luas lebih dari 400 m2.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengemukakan, insentif fiskal itu akan membangkitkan pasar hunian mewah yang beberapa tahun terakhir nyaris terhenti. Salah satu kendala menumbuhkan pasar properti hunian mewah adalah pajak yang terlalu tinggi. Pembeli hunian mewah selama ini dikenakan tambahan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 20 persen, sehingga total pajak yang ditanggung 40 persen dari harga rumah.
Pergerakan pasar hunian mewah berkontribusi terhadap kapitalisasi pasar properti, kendati pangsa pasar di segmen ini sangat tipis. Sebagai ilustrasi, satu unit rumah mewah seharga Rp 25 miliar setara dengan 10 kavling rumah menengah seharga Rp 2,5 miliar per unit.
“Hal ini karena nilai transaksinya besar. (Kapitalisasi) satu menara apartemen mewah bisa setara pembangunan 20 hektar rumah segmen menengah,” kata Soelaeman.
Di sisi lain, revisi aturan perpajakan dapat meningkatkan pendapatan negara. Sebelumnya, saat total pajak yang ditanggung 40 persen, proyek baru sangat terbatas. Keberadaan insentif pajak ini bisa mendorong pertumbuhan proyek hunian mewah, sehingga mendatangkan pemasukan pajak.
Masuk pasar
Salah satu proyek apartemen mewah yang siap dipasarkan dalam waktu dekat adalah Raffles Residences di kawasan Superblok Ciputra World 1 Jakarta. Apartemen yang dibangun PT Ciputra Property Tbk itu sempat dihentikan pemasarannya sejak 2017.
Direktur Senior Grup Ciputra Artadinata Djangkar mengemukakan, pihaknya menahan penjualan unit apartemen mewah itu karena pasar yang tidak kondusif.
Sebelum pemasaran dihentikan, harga per unit apartemen bertipe 470 m2 itu sekitar Rp 30 miliar atau setara Rp 63,8 juta per m2. Stok 14 unit dari total 88 unit apartemen mewah itu akan dirilis kembali, menyusul relaksasi pajak properti hunian mewah.
"Kami akan mengamati kondisi pasar sebelum menentukan harga jual," kata Artadinata.
Head of Research JLL James Taylor, mengemukakan, dalam empat tahun terakhir, sangat sedikit pengembang yang meluncurkan produk hunian mewah di Jakarta dengan harga jual di atas Rp 50 juta per m2. Permintaan properti di segmen ini cenderung lemah. Dampaknya, harga kondominium mewah stagnan di kisaran Rp 58 juta per m2 sejak 2015.
“Dengan revisi aturan (perpajakan), pasar hunian mewah lebih atraktif dan jadi pilihan investasi. Investor yang selama ini menahan diri mulai melihat peluang untuk berinvestasi di segmen ini,” kata Taylor.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal untuk hunian mewah merespons keinginan dunia usaha. Pertumbuhan properti hunian mewah dalam 5 tahun terakhir lesu karena pungutan pajak terlalu tinggi.
“Pemberian insentif akan membuat sektor properti bergerak lebih dinamis. Kita tunggu dulu saja (dampaknya),” kata Suahasil. (LKT/KRN)