Situs Bersejarah di Galuhtimur Berpotensi Jadi Wisata Edukasi
Warga Desa Galuhtimur, Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, berharap situs bersejarah yang ditemukan di wilayah mereka dapat menjadi tempat wisata edukasi. Situs yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga ke-14 itu diklaim sebagai penemuan terbesar di Brebes.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Warga Desa Galuhtimur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, berharap situs bersejarah yang ditemukan di wilayah mereka dapat menjadi tempat wisata edukasi. Situs yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga ke-14 itu diklaim sebagai penemuan terbesar di Brebes.
Pada 15 Juli 2019, sejumlah warga menemukan situs bersejarah seluas 8 meter x 8 meter di tengah lahan jati milik Perum Perhutani di daerah Galuhtimur. Temuan tersebut berupa bangunan yang diduga candi, umpak atau alas tiang bangunan, sebuah sumur, altar, dan arca yang diduga Dwarapala atau patung penjaga gerbang.
Reruntuhan yang ditemukan mirip dengan sumur berbentuk persegi dikelilingi tumpukan serupa batu bata yang terdapat lubang air di tengahnya. Menurut catatan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Brebes, hingga kini tercatat 67 cagar budaya sudah teregistrasi.
Penemuan situs ini diharapkan bisa menjadi cagar budaya ke-68 yang teregistrasi dan sekaligus menjadi temuan cagar budaya terbesar. Sebelumnya, temuan cagar budaya di Brebes baru berupa bagian-bagian kecil dan terpisah, seperti arca, tapal batas, tempat persembahan, dan makam kuno.
Penemuan situs ini adalah penemuan terbesar kami.
Kepala Seksi Sejarah, Purbakala, dan Permuseuman Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Brebes Umar Basah, Selasa (23/7/2019), di Brebes, mengatakan, penemuan cagar budaya sebelumnya adalah tempat persembahan atau semacam altar di Desa Wanatirta, Kecamatan Paguyangan, dan tapal batas serta makam kuno di daerah selatan Paguyangan. ”Penemuan situs ini adalah penemuan terbesar kami,” katanya.
Saat ini, situs yang diduga candi tersebut tengah dalam pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng untuk keperluan observasi dan pendataan. Sementara waktu, aktivitas penggalian situs yang selama ini dilakukan oleh warga dihentikan. Alasannya, jika tidak dilakukan dengan tepat, aktivitas galian berpotensi merusak bagian-bagian situs yang diperlukan peneliti untuk mengidentifikasi situs.
Berdasarkan hasil observasi sementara oleh BPCB Jateng, situs tersebut diduga kuat merupakan candi yang berasal dari masa pengaruh Hindu dan Buddha atau abad ke-7 hingga ke-14. Anggota staf BPCB Jateng, Wahyu Kristanto, menyebut periode tersebut sebagai masa klasik.
”Untuk hasil identifikasi yang lebih rinci tentang situs tersebut, kami sedang menuliskan rekomendasi kepada Badan Arkeologi untuk melakukan kajian mendalam. Setelah hasil penelitian keluar, dapat diketahui kira-kira situs itu berasal dari zaman apa dan dahulu fungsinya sebagai apa,” tutur Wahyu.
Menurut dia, setelah hasil penelitian keluar, biasanya akan ada beberapa rekomendasi, seperti penyelamatan, perlindungan, dan pemanfaatan. Dengan rekomendasi tersebut, pemerintah bisa mengambil keputusan terkait upaya yang akan dilakukan selanjutnya terhadap situs itu. Ia juga mengingatkan, setelah hasil penelitian dan rekomendasi keluar, cagar budaya tersebut harus didaftarkan.
Situs tersebut diduga kuat merupakan candi yang berasal dari masa pengaruh Hindu dan Buddha atau abad ke-7 hingga ke-14.
Potensi wisata
Sejak ditemukan, situs cagar budaya yang diduga candi itu banyak dikunjungi masyarakat. Para pengunjung datang silih berganti dari sejumlah daerah. Sebagian mengatakan datang karena penasaran dan ingin melihat secara langsung penemuan situs tersebut.
Suripto (52), pengunjung asal Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, mengatakan, dirinya datang karena ingin melihat secara langsung situs cagar budaya tersebut. Sebelumnya, Suripto hanya melihat penemuan situs tersebut dari media sosial dan sejumlah pemberitaan.
Melihat antusiasme pengunjung, Sekretaris Desa Galuhtimur Muhajir optimistis ada peluang situs cagar budaya tersebut dijadikan tempat wisata edukasi. Selain untuk memperkaya pengetahuan para pengunjung, perekonomian masyarakat setempat juga bisa meningkat.
”Kalau melihat antusiasme masyarakat, saya rasa tempat ini layak dijadikan tempat wisata edukasi. Masyarakat sekitar juga sudah siap apabila nantinya situs ini dijadikan tempat wisata,” ucap Muhajir.