Riset-riset terbaru untuk mencari modalitas yang tepat dalam upaya pencegahan HIV dipaparkan selama penyelenggaraan International AIDS Society Conference on HIV Science Ke-10 di Mexico City, Meksiko, 21-24 Juli 2019.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
MEXICO CITY, KOMPAS — Dunia tidak akan bisa mengakhiri epidemi HIV apabila hanya menggantungkan pada terapi atau pengobatan bagi mereka yang positif terinfeksi HIV. Upaya pencegahan pada mereka yang berisiko terinfeksi pun penting dilakukan untuk mengurangi angka infeksi baru. Karena itu, berbagai inovasi terus dikembangkan.
Riset-riset terbaru untuk mencari modalitas yang tepat dalam upaya pencegahan HIV dipaparkan selama penyelenggaraan International AIDS Society (IAS) Conference on HIV Science Ke-10 di Mexico City, Meksiko, Minggu-Rabu, 21-24 Juli 2019.
Beberapa pilihan untuk pencegahan adalah vaksin, kombinasi alat kontrasepsi dengan obat HIV, penggunaan antibodi, pemakaian obat terapi untuk pencegahan, injeksi obat kerja panjang (long-acting), hingga cincin vaginal. Bahkan, muncul perdebatan bagaimana memanfaatkan teknik rekayasa genetika untuk mencegah infeksi HIV.
Untuk vaksin, perusahaan farmasi Janssen melalui studi ASCENT terus mengembangkan vaksin anti-HIV. Hasil studi fase 1/2a di AS dan Rwanda menunjukkan, vaksin yang dikembangkan mampu meningkatkan respons imun yang luas terhadap virus HIV.
Hanneke Schuitmaker, Pemimpin Penemuan Vaksin Berbasis Virus dan Pengobatan Translasional Janssen, mengatakan, uji klinis vaksin HIV akan terus dikembangkan untuk mendapatkan vaksin yang memiliki efikasi tinggi. ”Pengujian vaksin masih melibatkan partisipan dewasa, tetapi tak menutup kemungkinan nanti dilakukan bersama partisipan anak-anak,” ujarnya.
Pengujian vaksin melibatkan partisipan dewasa, tetapi tak menutup kemungkinan nanti dilakukan bersama partisipan anak-anak.
Implan mengandung obat
Inovasi lain yang sedang dikembangkan untuk mencegah infeksi HIV adalah implan seperti yang dikembangkan perusahaan farmasi Merck. Dalam studinya, implan yang mengandung obat HIV islatravir beberapa dosis ditanam di bawah kulit lengan partisipan persis seperti implan alat kontrasepsi.
Hasil uji klinis tahap pertama itu menunjukkan, implan tersebut efektif memberikan proteksi hingga satu tahun.
Peneliti senior dari RTI International, Amerika Serikat, Ariane van der Straten, mengatakan, ide menggunakan implan sebagai alat untuk memasukkan obat antiretroviral ke dalam tubuh mengadaptasi kesuksesan implan sebagai alat kontrasepsi.
Metode implan juga dinilai lebih praktis karena tindakan yang dijalani hanya sekali, yaitu saat memasukkan implan itu dan implan akan ada di dalam tubuh untuk periode waktu tertentu. Hal itu dinilai lebih praktis dibandingkan jika harus mengonsumsi obat pencegahan setiap hari seperti yang kini tersedia.
Akan tetapi, menurut Ariane, berdasarkan pengalaman di Afrika, metode implan membutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih, khususnya untuk mengambil implan tersebut setelah habis masa pakainya. Karena itu, berkembang wacana untuk membuat implan yang seiring dengan waktu bisa diserap oleh tubuh.
Pilihan metode pencegahan HIV lainnya, khususnya bagi perempuan, adalah cincin vaginal terbuat dari silikon yang mengandung obat dapivirine. Riset fase III oleh International Partnership Microbicides (IPM) dan Microbicide Trial Network (MTN) terhadap 4.500 perempuan di Malawi, Zimbabwe, Afrika Selatan, dan Uganda menunjukkan hasil bagus. Namun, riset ini akan terus dikembangkan terutama pada populasi perempuan kelompok umur di bawah 21 tahun.
Sementara Quarraisha Abdool Karim, Associate Scientific Director di Pusat Riset Program AIDS di Afrika Selatan (CAPRISA), menjelaskan, orang dengan HIV positif yang menerima pengobatan terus meningkat, dari 7,5 juta tahun 2010 menjadi 21,7 juta tahun 2017. Namun, itu tak cukup mengingat tahun 2017 saja ada 37 juta orang dengan HIV positif di dunia dan infeksi baru mencapai 1,8 juta. Penurunan angka infeksi baru dalam beberapa tahun ini melandai.