Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Solok Selatan untuk mengangkat dokter gigi (drg) Romi Syofpa Ismael sebagai calon pegawai negeri sipil. Hasil penilaian tim khusus bentukan pemprov, Romi laik kerja karena disabilitas yang disandang tidak mengganggu pekerjaannya.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Solok Selatan untuk mengangkat dokter gigi (drg) Romi Syofpa Ismael sebagai calon pegawai negeri sipil. Hasil penilaian tim khusus bentukan pemprov, Romi laik kerja karena disabilitas yang disandang tidak mengganggu pekerjaannya.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang, Kamis (25/7/2019), mengatakan, beberapa waktu lalu pemprov telah membentuk tim khusus membahas kasus drg Romi. Tim tersebut terdiri atas perwakilan instansi di pemprov, antara lain Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dinas kesehatan, dan Asisten III Sekretariat Daerah.
”Tim yang kami bentuk merekomendasikan agar drg Romi diangkat (menjadi CPNS). Dokter Romi sudah dinyatakan sehat oleh dokter dan bisa berpraktik serta masih bekerja di (Puskesmas Talunan) Solok Selatan. Oleh sebab itu, harapan kami dari pemprov, yang bersangkutan Romi bisa diangkat,” kata Nasrul.
Menurut Nasrul, dalam pengangkatan drg Romi, Pemkab Solok Selatan bisa mencabut kebijakan pembatalan kelulusan yang dikeluarkan Bupati Solok Selatan pada 18 Maret 2019. Jika formasinya sudah telanjur diisi orang lain, pemkab bisa mengajukan formasi baru ke pemerintah pusat.
”BKD Sumbar sudah bersurat ke Kemenpan dan RB serta Badan Kepegawaian Negara. Nanti akan diselesaikan di tingkat pusat,” ujar Nasrul.
Nasrul berharap kasus dokter Romi mendapatkan solusi terbaik dan tidak menjadi polemik panjang. Apalagi, sekarang sudah ada ancang-ancang dari Romi menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Padang dan bahkan telah melapor ke Presiden dan menteri.
Nasrul menambahkan, pemprov belum mengkaji indikasi nepotisme dalam kasus ini. Pemprov dalam hal ini hanya merekomendasikan hasil kesimpulan tim khusus. Ada atau tidaknya indikasi nepotisme merupakan urusan internal Pemkab Solok Selatan.
Nasrul berharap kasus dokter Romi mendapatkan solusi terbaik dan tidak menjadi polemik panjang.
Sebelumnya, Pemkab Solok Selatan membatalkan kelulusan CPNS drg Romi karena dinilai tidak memenuhi persyaratan pelamar formasi umum. Formasi itu mensyaratkan pelamar sehat secara jasmani dan rohani. Romi pun sebenarnya lulus tes kesehatan dengan catatan terdapat kelemahan tungkai kaki.
Romi mulai mengalami kelemahan tungkai kaki akibat paraplegia setelah melahirkan anak keduanya pada Juli 2016. Meskipun demikian, alumnus Universitas Baiturrahmah Padang angkatan 2005 itu tetap berpraktik di Puskesmas Talunan, Solok Selatan. Puskesmas yang berada di daerah terisolasi itu juga tetap mempekerjakan drg Romi walaupun kontraknya sebagai pekerja tidak tetap Kementerian Kesehatan dengan status tenaga kontrak Pemkab Solok Selatan berakhir 2017.
Secara terpisah, dr Mardiansyah Kusuma SpOk, dokter spesialis kedokteran okupasi yang memeriksa kondisi drg Romi, mengatakan, dokter gigi berusia 32 tahun itu laik kerja. Kelemahan tungkai kaki yang memaksa drg Romi menggunakan kursi roda tidak menghalangi pekerjaan sebagai dokter gigi.
”Sesuai hasil pemeriksaan kami, dengan kondisi fisik yang demikian, drg Romi bisa bekerja sebagai dokter gigi umum,” kata Mardiansyah ketika dihubungi dari Padang.
Menurut Mardiansyah, dokter gigi umum tidak seperti dokter gigi spesialis bedah mulut yang harus bisa berdiri. Dokter gigi umum bisa bekerja dalam kondisi duduk seperti yang sudah dilakukan drg Romi sehari-hari. Apalagi kini, teknologi kedokteran gigi semakin maju karena sudah banyak peralatan dengan sistem otomatisasi sehingga memudahkan pekerjaan.
Sementara itu, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Sumbar drg Frisdwati A Boer mengatakan, disabilitas pada tubuh bagian bawah bukan halangan bagi dokter gigi dalam bekerja. Menurut dia, hal terpenting bagi dokter gigi antara lain penglihatan baik, otak yang masih bisa berpikir untuk mendiagnosis, pendengaran baik, dan tangan yang baik.
”Seorang dokter gigi tidak harus bisa berdiri karena sehari-hari memang bekerja di atas kursi. Dalam bekerja, seorang dokter gigi juga dibantu oleh perawat gigi. Tidak akan sulit untuk mengambil perkakas. Tidak ada kesulitan bagi dokter gigi penyandang disabilitas bagian tubuh bawah untuk bekerja,” ujar Frisdawati.
Adapun terkait dengan lokasi penempatan yang termasuk daerah terisolasi dengan akses jalan masih susah juga bukan halangan. Disabilitas yang disandang tidak menghalangi Romi ke lapangan karena dapat dibantu seorang pendamping.