Pengawasan Lebih Longgar, Merkuri Diselundupkan dengan Kapal
Sebanyak 17 kilogram merkuri ilegal yang lolos dalam pengiriman dari Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, pada Sabtu (27/7/2019), berhasil ditemukan anak buah Kapal Motor Nggapulu milik PT Pelni yang tengah berlayar menuju Jakarta. Merkuri diselundupkan menggunakan kapal karena pengawasannya lebih longgar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sebanyak 17 kilogram merkuri ilegal yang lolos dalam pengiriman dari Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, pada Sabtu (27/7/2019), berhasil ditemukan anak buah Kapal Motor Nggapulu milik PT Pelni yang tengah berlayar menuju Jakarta. Merkuri diselundupkan menggunakan kapal karena pengawasannya lebih longgar.
Kepala Subbagian Humas Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Inspektur Dua Julkisno Kaisupy kepada Kompas, Senin (29/7/2019) malam, mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan PT Pelni sesaat setelah kapal tersebut berangkat. Sebelum ke Jakarta, KM Nggapulu singgah terlebih dulu di Makassar, Sulawesi Selatan. ”Anak buah kapal sempat kesulitan mencari ke beberapa sudut ruang kapal hingga akhirnya berhasil menemukan merkuri itu,” katanya.
Sebanyak 17 kg merkuri ilegal tersebut bagian dari 20 kg merkuri yang berhasil digagalkan polisi saat penyelundupan pada Sabtu lalu. Sebanyak 37 kg merkuri yang diproduksi di Pulau Seram itu milik IRE (27) dan RS (27). Keduanya ditangkap anggota polisi yang bertugas di Polsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso saat hendak naik kapal.
Untuk mengelabui petugas, kedua pelaku memilih naik kapal sesaat sebelum kapal berangkat. Merkuri itu disimpan di dalam empat tas, dua di antaranya dibawa buruh pelabuhan. Saat ditangkap, dua tas sudah berada di atas kapal dan kapal sudah menjauh dari pelabuhan. Polisi lalu menghubungi pihak PT Pelni.
Julkisno mengatakan, setelah peristiwa itu, jajaran polres setempat terus meningkatkan pengawasan barang-barang yang masuk ke Pelabuhan Yos Sudarso. Modus pengiriman merkuri dilakukan melalui kapal karena proses pengawasan tidak seketat bandar udara. Selain kapal penumpang, pengiriman juga dilakukan melalui kapal yang mengangkut peti kemas.
Merkuri dijual kepada penadah di Pulau Jawa dengan harga Rp 1 juta per kilogram.
”Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak pelabuhan dan ekspedisi pengiriman barang. Kami mengajak kerja sama untuk mencegah pengiriman barang-barang tersebut,” katanya. Menurut rencana, merkuri akan dibawa kembali ke Ambon pada pelayaran kapal tersebut pekan depan.
Menurut Julkisno, pengawasan juga dilakukan di pelabuhan masuk dari Pulau Seram ke Pulau Ambon. Sejumlah pintu masuk sudah dipetakan.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Komisaris Ferry Mulyana dalam keterangan pers di Ambon, Senin siang, mengatakan, kedua pelaku membeli merkuri itu di tempat pengolahan di salah satu desa di Pulau Seram yang dijangkau dengan perjalanan laut sekitar 2 jam. Selanjutnya, merkuri akan dijual kepada penadah di Pulau Jawa dengan harga Rp 1 juta per kilogram.
Berdasarkan pemeriksaan, IRE dan RS mengaku baru pertama kali mengirim barang tersebut ke Jakarta. Polisi telah menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan dugaan pelanggaran Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Menurut catatan Kompas, pada Mei 2019, Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease juga menggagalkan pengiriman merkuri ilegal yang dimasukkan dalam buah kelapa. Setelah merkuri dimasukkan, kelapa itu direkatkan kembali dengan lem. Merkuri itu hendak dikirim dari Pelabuhan Yos Sudarso ke Pulau Jawa. Total sebanyak 180 kg merkuri dalam 72 butir kelapa dengan nilai jual sekitar Rp 216 juta.
Lokasi tambang Gunung Tembaga di Kabupaten Seram Bagian Barat merupakan tambang batu sinabar terbesar di Indonesia.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, pihaknya akan mendalami kemungkinan beroperasinya kembali tambang batu sinabar di Pulau Seram. Batu sinabar merupakan bahan baku produksi merkuri. Lokasi tambang liar itu telah ditutup pada akhir 2017 atas perintah Presiden Joko Widodo.
”Lokasi tambang itu, kan, berada di hutan dan luas sekali. Banyak jalan masuk ke sana, sedangkan anggota yang bertugas sangat terbatas. Ini membuka peluang petambang kembali masuk ke sana,” ujarnya. Lokasi tambang di Gunung Tembaga, Kabupaten Seram Bagian Barat, itu merupakan tambang batu sinabar terbesar di Indonesia.