Lahan dan hutan seluas 42.740,42 hektar terbakar. Kebakaran lahan terluas terjadi di Riau, disusul Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lahan dan hutan seluas 42.740,42 hektar terbakar. Kebakaran lahan terluas terjadi di Riau, disusul Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.
Data dari situs SiPongi Karhutla Monitoring Sistem, Selasa (30/7/2019), luas lahan yang terbakar di wilayah tersebut: Riau 27.683,47 hektar (ha), Kalimantan Timur 5.153,07 ha, Kepulauan Riau 4.969,85 ha, Kalimantan Barat 2.273,97 ha, Kalimantan Utara 792,11, Sulawesi Selatan 441,07 ha, dan Sumatera Selatan 236,49 ha.
Titik panas (hotspot) dengan kategori kepercayaan lebih dari 80 persen atau tinggi juga terpantau di wilayah-wilayah tersebut. Di Riau 27 titik, Jambi 26, Kalimantan Tengah 14, Kalimantan Barat 12, dan Sumatera Selatan 5, sedangkan Kalimantan Selatan tidak teridentifikasi adanya titik panas.
Pelaksana harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, kebakaran hutan juga dilaporkan terjadi di Gunung Arjuna, Jawa Timur, sejak Senin (29/7/2019).
”Luasan hutan yang terbakar diperkirakan mencapai 40 hektar di Blok Gentong Growah, dengan elevasi antara 2.700-2.800 meter dari permukaan laut,” katanya.
Saat kebakaran, ada 90 pendaki di sekitar wilayah terdampak. Sejumlah 47 orang berhasil dievakuasi turun. Agus menambahkan, berdasarkan informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, seluruh pendaki yang terdata naik dari Pos Pendakian sudah turun semua dari Gunung Arjuna. Saat ini, pendakian Gunung Arjuno Welirang masih ditutup sampai dengan waktu yang belum ditentukan.
Sebelumnya, Senin (29/7/2019), sekitar 30 petugas berjibaku memadamkan kebakaran di Taman Hutan Raya R Soerjo di lereng Gunung Arjuna. Kebakaran di Blok Kebut, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, didominasi semak di ketinggian sekitar 2.800 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lereng 40 derajat.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu A Choirur Rochim mengatakan, api bisa dikendalikan. Untuk menjangkau lokasi, petugas harus berjalan sekitar enam jam dari Pos Pendakian Sumberbrantas. Selain medan, kondisi angin kencang menjadi kendala pemadaman. Pemadaman dilakukan manual, termasuk membuat sekat bakar agar api tak merembet.
”Lahan yang terbakar memang jauh dari jalur pendakian, tetapi kebakaran dikhawatirkan menutup jalur pendaki sehingga evakuasi dilakukan,” kata seorang porter, Rio Dian Kusuma (Kompas, 30 Juli 2019).
Upaya pemadaman
Menurut Agus, personel gabungan saat ini terus berupaya melaksanakan pemadaman dan pendinginan. Personel tersebut merupakan bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Darat berasal dari unsur TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api, dan kementerian/lembaga.
Total personel gabungan yang bergerak mencapai 5.929 orang yang tersebar di lima provinsi, yaitu Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah masing-masing berjumlah 1.512 personel. Sementara di Kalimantan Barat berjumlah 1.395 personel.
Upaya Satgas Darat didukung oleh operasi udara di bawah kendali Satgas Udara. Jumlah tersebut belum mencakup dukungan dari pihak swasta, seperti APP Sinar Mas yang berkekuatan 3.180 personel tersebar di lima provinsi.
”Satgas Udara mengerahkan armada helikopter dan fixed wing, yang difungsikan untuk pemadaman, pendinginan, patroli dan survei,” katanya.
Satgas Udara mengerahkan armada helikopter dan fixed wing, yang difungsikan untuk pemadaman, pendinginan, patroli, dan survei.
Menghadapi kebakaran hutan dan lahan tersebut, helikopter juga disiagakan di empat provinsi, yaitu Riau 17 helikopter, Sumatera Selatan 3, Kalimantan Barat 6, dan Kalimantan Tengah 7. Helikopter yang ditempatkan di Riau merupakan dukungan dari BNPB 7 unit, KLHK 1, swasta 8, dan TNI 1.
Total air yang digunakan untuk pemadaman dan pendinginan sejumlah 61.066.300 liter untuk semua wilayah terdampak. Selain armada helikopter, satuan tugas udara didukung pesawat untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC). Operasi ini untuk memicu terjadinya hujan di wilayah-wilayah yang terpapar titik panas dengan menebarkan garam di awan potensial.