Memasuki puncak musim kemarau pada Agustus ini, kekeringan melanda sejumlah daerah. Air bersih mulai didistribusikan dan modifikasi cuaca mulai disiapkan.
JAKARTA, KOMPAS— Sebanyak 48 juta lebih jiwa yang bermukim di 28 provinsi berpotensi terdampak kekeringan tahun ini. Pemerintah menyiapkan sejumlah upaya antisipasi, termasuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Dody Usodo HGS, Selasa (30/7/2019), kekeringan 2019 diprediksi lebih parah daripada 2018. Total ada 11.774.437 hektar lahan di 28 provinsi berpotensi terdampak. ”Masyarakat yang akan terpapar dampak kekeringan mencapai 48,4 juta jiwa,” kata Dody dalam jumpa pers Antisipasi Potensi Bencana Kekeringan dan Kebakaran Hutan di Jakarta, Selasa.
Masyarakat yang akan terpapar dampak kekeringan mencapai 48,4 juta jiwa.
Saat ini, 55 kepala daerah menyatakan siaga darurat kekeringan lewat surat keputusan bupati dan wali kota. Daerah-daerah itu, antara lain, ada di Provinsi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, musim kemarau melanda wilayah Indonesia pada Juli hingga Oktober 2019. Tahun ini, kemarau akan lebih kering daripada 2018 dengan puncaknya pada Agustus ini. Hal itu meningkatkan ancaman potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan di sejumlah daerah.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengatakan, saat ini Lampung, Jawa, Bali, NTB, dan NTT mengalami masa tanpa hujan berkisar 20-60 hari.
Bantuan air bersih
Sejumlah daerah bersiap menanggulangi kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang, misalnya, mulai mendistribusikan bantuan air bersih kepada masyarakat yang krisis air akibat musim kemarau. Bantuan air diberikan karena sumber air masyarakat menyusut.
Sekretaris BPBD Kabupaten Malang Bagyo Setiono mengatakan, tiap desa mendapat bantuan 15.000 liter air yang dikirimkan dua-tiga hari sekali. Sukijo (60), warga Desa Sumbermanjing Wetan, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, mengatakan, harus membeli air dari truk tangki guna memenuhi kebutuhan air selama kemarau.
Sementara BPBD Jawa Tengah menetapkan 12 kabupaten atau kota di provinsi itu siaga darurat kekeringan. Selain pendistribusian bantuan air bersih, hujan buatan juga dipertimbangkan sebagai solusi mengatasi kekeringan.
Jajaran Komando Distrik Militer 0616/Indramayu menjaga pintu air irigasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, untuk menindak perseorangan yang memperjualbelikan air irigasi. ”Kami menyiagakan 120 personel yang menjaga di pintu air selama 24 jam setiap hari untuk menghindari premanisme di pintu air,” ujar Komandan Kodim 0616/Indramayu Letnan Kolonel (Kav) Agung Nur Cahyono.
Dodo Gunawan mengatakan, daerah yang terindikasi mengalami kekeringan, seperti Sumsel, Lampung, dan pantai utara Jawa, merupakan lumbung pangan atau sentra produksi padi. Jika daerah itu memiliki sistem irigasi yang baik, keberadaan tanaman masih dapat terselamatkan.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menambahkan, tahun ini El Nino lemah dan mencapai netral hingga akhir 2019.