ASEAN Minta Myanmar Jamin Keamanan dalam Repatriasi Pengungsi Rohingya
ara menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) meminta jaminan keamanan dari Pemerintah Myanmar untuk repatriasi ratusan ribu warga Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
BANGKOK, KOMPAS — Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) meminta jaminan keamanan dari Pemerintah Myanmar untuk repatriasi ratusan ribu warga Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh. ASEAN juga mendesak perlunya solusi komprehensif penyelesaian akar-akar konflik di negara itu guna menciptakan lingkungan kondusif bagi warga terdampak untuk membangun kembali kehidupan mereka.
Komunike Bersama Pertemuan Menlu ASEAN menyoroti isu pengungsi Rohingya dalam dua poin pernyataan. ”Kami menekankan pentingnya dan mengulangi dukungan terus kami pada komitmen Myanmar untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi semua komunitas di Negara Bagian Rakhine seefektif mungkin dan memfasilitasi kembalinya secara sukarela warga yang telantar dengan cara selamat, aman, dan bermartabat,” demikian pernyataan Menlu ASEAN.
Lebih dari 700.000 warga Rohingya mengungsi dari kampung halaman mereka di Rakhine, Myanmar, akibat persekusi yang terjadi menyusul kekerasan di wilayah itu pada 2017. Mereka kini tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh dan beberapa negara lainnya. Bangladesh dan Myanmar telah sepakat melakukan repatriasi pada November 2017.
Namun, repatriasi itu secara efektif belum bisa dilakukan karena beberapa faktor, khususnya masalah keamanan. ”Isu masalah keamanan sangat penting untuk dijaminkan. Isu keamanan harus dapat digaransi oleh Pemerintah Myanmar sebelum repatriasi dilakukan,” kata Menlu Retno LP Marsudi kepada wartawan di Bangkok, Thailand, Rabu (31/7/2019).
Isu keamanan harus dapat digaransi oleh Pemerintah Myanmar sebelum repatriasi dilakukan. Kalau tidak ada garansi mengenai keamanan, akan sulit kita melakukan repatriasi.
Retno mengungkapkan, kekhawatiran mengenai situasi keamanan di Rakhine menjadi perhatian utama para menlu ASEAN. ”Kekhawatiran mengenai masalah keamanan masih cukup besar, dan kita juga menyampaikan pentingnya garansi mengenai masalah keamanan. Karena, kalau tidak ada garansi mengenai keamanan, akan sulit kita melakukan repatriasi,” ujar Retno.
Kantor berita AFP yang mengutip militer Myanmar, Selasa (30/7/2019), misalnya, melaporkan tertembaknya pekerja bantuan kemanusiaan lembaga Plan International di Rakhine. Insiden itu terjadi hari Minggu saat pekerja warga Myanmar tersebut naik sepeda motor di Mrauk U. Pernyataan militer Myanmar menyebutkan, ia ditembak karena tidak menghentikan motornya saat diberi tembakan peringatan. Dalam insiden tersebut, pekerja itu luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
Peran ASEAN
Terkait dengan repatriasi itu, ASEAN melalui Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Keamanan atas manajemen bencana (AHA Centre) dan Pemerintah Myanmar telah menggelar penilaian kebutuhan awal dalam repatriasi pengungsi Rohingya. ASEAN membantu percepatan repatriasi di tiga bidang, yaitu meningkatkan kapasitas pusat penerimaan dan transit, mendukung penyediaan layanan dasar, serta memperkuat penyebaran informasi.
Retno mengatakan, kasus pengungsi Rohingya merupakan salah satu isu utama yang dibahas dalam pertemuan menlu ASEAN. Isu tersebut mulai dibahas dalam pertemuan makan malam para menlu ASEAN, Selasa malam. Di luar pertemuan menlu ASEAN, Retno juga membicarakan isu Rohingya dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Inggris Dominic Raab dan melalui sambungan telepon dengan Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, Rabu kemarin.
Indonesia melalui langkah-langkah yang pernah diistilahkan dengan sebutan ”Formula 4+1” diakui dunia internasional berkat komitmen dan perhatiannya pada isu Rohingya. Retno mengatakan, Indonesia mengirimkan seorang wakilnya dalam tim penilaian kebutuhan awal untuk repatriasi pengungsi Rohingya.
Pada 27-29 Juli lalu, tim itu—yang juga beranggotakan wakil Pemerintah Myanmar—menggelar dialog dengan pengungsi Rohingya di kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh. Dalam dialog tersebut, seperti dilaporkan kantor berita Reuters, para pemimpin Rohingya meminta jaminan keamanan dan hak kewarganegaraan mereka diakui Pemerintah Myanmar saat repatriasi dilakukan.
”Masalah dialog ini penting untuk terus dilakukan antara warga yang ada (di pengungsian) dan Pemerintah Myanmar. Dengan dialog, akan terbangun kepercayaan atau—paling tidak—informasi mengenai persiapan repatriasi akan dapat diberikan secara lebih komprehensif,” kata Retno mengenai pembicaraannya dengan Burgener.
Retno menjelaskan, ASEAN diminta untuk membantu strategi komunikasi dengan melakukan diseminasi mengenai persiapan-persiapan repatriasi kepada para pengungsi. Rekomendasi itu telah dituangkan dalam Komunike Bersama.
Mengenai repatriasi pengungsi Rohingya, Menteri Kerja Sama Internasional Myanmar Kyaw Tin mengatakan, pihaknya masih dalam tahap mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan dalam repatriasi bersama Sekretariat ASEAN dan AHA Center. ”Secara umum, pembahasan-pembahasan di ASEAN berlangsung konstruktif dan terfokus utamanya pada bagaimana membantu mencari jalan keluar dalam isu ini,” ujar Kyaw Tin.
”Pembahasan-pembahasan itu memprioritaskan soal bagaimana ASEAN bisa membantu memulai proses repatriasi secepat mungkin. Ada beberapa poin, pertama adalah membantu meningkatkan kapasitas penerimaan jumlah warga yang akan kembali, kedua adalah membantu penyebaran informasi tentang bagaimana kesiapan Myanmar dalam repatriasi.
”Dan, terakhir adalah membantu Myanmar menciptakan keadaan yang kondusif bagi warga yang kembali, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan dukungan hidup, termasuk tentang penggunaan dana ASEAN.”