”Ideologi” Partai Patah Hati Bersama Didi Kempot, ”Godfather of Broken Heart”
Didi Kempot melawan hukum pasar industri musik yang cenderung menjual sosok muda, ganteng, dan cantik. Didi usia kepala lima dan cuek dengan fashion.
Didi Kempot tiba-tiba berjuluk Godfather of Broken Heart atau kerap juga disapa sebagai Lord Didi. Padahal, sepanjang 30 tahun kiprahnya di jagat tarik suara, Didi nyaris tanpa gelar. Ia ”hanya” dikenal sebagai penyanyi campursari yang ngetop dari kampung ke kampung, dari desa ke desa, sampai negeri Suriname.
Dari kaum milenial di jagat media sosial, Didi Kempot mendapat semacam rebranding sebagai Godfather of Broken Heart. Sebuah pencitraan atau cap baru dari sosok dengan imaji ”ndeso” atau ”kampung”. Julukan ini mengingatkan pada gelar yang disandang James Brown, yaitu Godfather of Soul.
Dalam jagat hiburan sudah jamak, lumrah adanya branding, cap, nick name, gelar, julukan, atau apa pun istilahnya yang intinya memberikan sebutan lain di luar nama ”resmi” si artis.
Kita mengenal Michael Jackson dengan gelar King of Pop, Elvis Presley sebagai King of Rock n’ Roll, dan Artha Franklin berjuluk Queen of Soul. Di panggung rock, Ozzy Osbourne penyanyi Black Sabbath dicap sebagai Prince of Darkness, dan di era jazz kita kenal King of Swing untuk Benny Goodman.
Gelar Godfather of Soul disandang James Brown (1933-2006) sebagai penyanyi soul yang di sini ngetop dengan ”I Got You (I Feel Good)” itu. Brown juga bergelar The Hardest Working Man in Showbusiness.
Brown juga diberi alias sebagai Soul Brother No 1 pada era 1970-an. Gelar raja belum dialamatkan pada Brown karena pada era yang sama sudah ada gelar King of Soul untuk penyanyi soul Solomon Burke (1936-2010).
Di Indonesia, pada paruh kedua 1970-an, kita mengenal Raja Dangdut untuk Rhoma Irama, yang sebelumnya dikenal sebagai Oma Irama. Gelar ini muncul menyusul sukses Rhoma dengan lagu seperti ”Begadang”, ”Penasaran”, ”Rupiah”, dan sederet lagu kondang lain.
Gelar ini ditabalkan lewat film Raja Dangdut arahan Maman Firmansyah (1978) yang tentu saja dibintangi Raja Dangdut Rhoma Irama.
Pada era 1960-an, penyanyi Indonesia diberi julukan yang merujuk pada kemiripan mereka dengan penyanyi lain. Tersebutlah Bob Tutupoly yang dijuluki Harry Belafonte-nya Indonesia. Juga Krisbiantoro yang disebut-sebut sebagai Mario Lanza ”van” Indonesia.
Cap baru
Meminjam istilah dalam bisnis, Didi Kempot mendapat semacam rebranding, cap baru sebagai Godfather of Broken Heart. Brand ini lahir karena para penikmatnya mengenal Didi sebagai penyanyi lagu-lagu bertema patah hati.
Branding ini datang dari luar pihak Didi Kempot, yaitu para milenial usia likuran atau 20-an tahun.
Ketika Didi mulai populer pada akhir era 1990-an-awal 2000-an, mereka masih anak-anak usia 5-14 tahun. Ketika itu, telah populer lagu bertema patah hati ditinggal kekasih, seperti ”Stasiun Balapan”, ”Terminal Tirtonadi”, dan ”Tanjungperak Nagih Janji”.
Dulu, ketika mereka masih anak-anak, lagu-lagu tersebut bagi mereka mungkin sekadar materi auditif atau bahan dengaran yang mereka kenal dari radio, atau video compact disc (VCD) yang banyak beredar.
Seturut bertambahnya usia, kala usia merambat remaja atau bahkan dewasa, lagu tersebut mendapat pemaknaan baru. Lagu-lagu Didi ditafsir ulang, dimengerti dengan kacamata dewasa. Mereka mengenal apa itu jatuh cinta, putus cinta, dan patah hati, seperti diungkapkan Didi Kempot dalam lagu-lagunya.
Lagu-lagu Didi ditafsir ulang, dimengerti dengan kacamata dewasa.
Generasi itulah yang kini menciptakan panggung bagi Didi Kempot, utamanya di media sosial. Gelar yang diberikan pun dekat dengan generasi milenal seperti Lord Didi, Lord of the Broken Heart. Julukan Lord mengingatkan pada nama tokoh Lord Voldemort pada novel dan film Harry Potter.
Lagu seperti ”Pamer Bojo”, ”Banyu Langit”, ”Jambu Alas”, ”Cidro”, ”Dalan Anyar”, dan ”Suket Teki” adalah balada patah hati ditinggal kakasih.
Simak lagu ”Cidro” yang artinya cedera atau ingkar atau cedera janji. ”Wis sak mestine ati iki nelongso (Sudah semestinya hati ini nelangsa)/ Wong sing tak tresnani mblenjani janji (orang yang kucintai tak menepati janji)/ Opo ora eling naliko semono (apakah tidak ingat saat itu)/ Kebak kembang wangi jeroning dodo (penuh bunga wangi di dada) .
Juga lagu ”Bojo Anyar” yang bisa diartikan sebagai pasangan atau kekasih baru: ”Koyo ngene rasane wong kang nandang kangen (seperti inilah menanggung rindu)/ Rino wengi atiku rasane peteng (siang malam hatiku terasa gelap)//…Cidro janji tegane kowe ngapusi (ingkar janji, teganya kau menipuku) / Nganti sprene suwene aku ngenteni (sampai saat ini aku menanti)/ Nangis batinku nggrantes uripku (Menangis batinku, nestapa hidupku)/ Teles kebes netes eluh neng dadaku (basah kuyup tetes air mata di dada). // Neng opo seneng aku yen mung gawe laraku (Mengapa mencintaiku jika hanya bikin sakit aku)/ Pamer bojo anyar neng ngarepku (pamer kekasih baru di depanku)
Jenaka
Brand Godfather of Broken Heart hendaknya tidak membatasi Didi untuk membawakan lagu bertema lain. Termasuk lagu komedi yang digarap dari permainan kata, atau pantun-pantun jenaka yang sebenarnya juga menjadi kekuatan lagu-lagu Didi Kempot.
Tersebutlah lagu seperti ”Kuncung”, ”Sekonyong-konyong Koder”, ”Nunut Ngeyup”, ataupun ”Omprengan”. Lagu-lagu tersebut mengandalkan permainan rima atau parikan, semacam pantun jenaka yang lazim dalam lagu dolanan Jawa.
Lagu-lagu tersebut mengandalkan permainan rima atau parikan, semacam pantun jenaka yang lazim dalam lagu dolanan jawa.
Misalnya pada lagu ”Sekonyong-konyong Koder” yang bermain-main dengan kata berakhiran ”er”. ”Cintaku sekonyong-konyong koder/ Karo kowe cah ayu sing bakul lemper/ Lempermu pancen super/ Resik tur anti laler/ Yen ra pethuk sedino nang sirah nggliyer // Cintaku sekonyong-konyong koder/ Paribasan durung ndemok wani panjer/ Modal bensin seliter/ Motorku tak starter/ Tak ampiri tak jak muter-muter.”
Isi lagu bisa saja sketsa kehidupan, perubahan sosial, pergaulan sehari-hari, sampai balada sulitnya hidup dari zaman ke zaman. Seperti dalam ”Kuncung” yang berkisah tentang kehidupan masa kecil di zaman susah, dan harapan agar ketentraman hidup terjaga, serta tata kehidupan yang lebih baik. Suasana tersebut disampaikan dengan permainan rima.
”Cilikanku rambutku, dicukur kuncung/ Kathokku, soko karung gandum/ Klambiku, warisane mbah kakung/Sarapanku sambel korek, sego jagung// Kosokan watu ning kali nyemplung ning kedhung/ Jaman ndisik durung usum sabun (Pabrike rung dibangun)/ Andhukku mung cukup, andhuk sarung/ Dolananku montor cilik soko lempung.”
Gerakan sakit hati
Gelar ini tidak lahir dari sebuah kesadaran dagang untuk mendongkrak nama atau popularitas Didi. Julukan itu semata muncul karena kecintaan audiens pada lagu-lagu Didi, terkhusus lagu bertema patah hati.
Bahkan, dapat dikatakan, cap untuk Didi Kempot melawan hukum pasar industri musik yang cenderung menjual sosok muda, ganteng, dan cantik. Didi usia kepala lima dan cuek dengan fashion. Ia lebih sering pakai batik dan blangkon, dan rambut gandrong sisa masa ia mengamen era 1980-an.
Didi Kempot melawan hukum pasar industri musik yang cenderung menjual sosok muda, ganteng, dan cantik.
Rebranding ini tumbuh dari bawah, dan menggelinding di dunia medsos. Sosok Godfather itu kemudian menemukan bentuk konkret dalam pentas-pentas Didi, termasuk antara lain pada acara ”Rosi” di Kompas TV, dan di Youtube, yaitu ”Ngobam Didi Kempot” asuhan Gofar Hilman yang per 6 Agustus yang disaksikan lebih dari 3 juta penonton.
Sebuah gerakan yang relatif cepat jika diingat bahwa ”gerakan” ini muncul pada 15 Juni 2019 saat digelar Munas Lara Ati (artinya sakit hati) di Solo. Kira-kira sebulan kemudian, Goffar Hilman membuat Ngobam di Youtube.
Selanjutnya, Didi diundang tampil pada acara ulang tahun PKB di Jakarta pada 23 Juli. Lantas Sang Godfather juga tampil di Jazz Gunung di kawasan sekitar Bromo pada 26-27 Juli. Blontang Poer, pendiri Rumah Blogger Indonesia, menjadi heran, pentas Didi Kempot yang ia unggah untuk pertama kalinya sampai sejauh ini mencapai 11.764 viewers dari sebelumnya yang ”cuma” sekitar 900 penonton.
Fenomena Godfather of Broken Heart melahirkan komunitas Sad Boy, dan Sad Girl. Salah satunya Sad Boys Pekalongan yang menciptakan bendera bergambar jantung hati yang retak dengan plester sebagai perekat.
Sebuah gerakan massa yang tidak berpolitik, pimpinan Godfather of Broken Heart, si pembawa suara rakyat yang punya ”ideologi” patah hati, tapi happy (tidak ngamuk).