Acara pembukaan Kongres V PDI-P menjadi momentum untuk kian menguatkan rekonsiliasi pasca-Pemilu 2019. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi rival PDI-P dan Joko Widodo-Ma\'ruf Amin di Pemilu Presiden 2019, hadir, dan disambut hangat. Tak hanya itu, kisah perseteruan di Pemilu 2019 justru jadi guyonan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·5 menit baca
Kehadiran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di acara pembukaan Kongres V PDI-P, Kamis (8/8/2019), menghangatkan suasana kongres. Perseteruan saat Pemilu 2019 tak lagi tampak. Kisah perseteruan justru jadi guyonan.
Prabowo Subianto tiba di lokasi kongres, di Hotel Grand Inna Bali Beach, Denpasar, Bali, sekitar pukul 12.30 WITA atau sekitar 30 menit sebelum pembukaan kongres dimulai. Dia hadir didampingi sejumlah elite Gerindra. Salah satunya Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo.
Saat tiba, Prabowo disambut oleh Ketua DPP PDI-P yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan. Di tengah kepungan kamera wartawan yang hendak mengabadikan kehadirannya, keduanya tampak akrab, saling menanyakan kabar, bahkan bersenda gurau.
Ketika Prabowo masuk ke arena kongres yang sudah dipadati kader PDI-P dari seantero Indonesia, dia disambut hangat. Kader tepuk tangan, bersorak menyambutnya.
Di ruang kongres, posisi duduk Prabowo bisa dibilang istimewa. Di barisan kursi terdepan, di samping kiri Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin. Posisi duduknya dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri hanya terpisahkan oleh Ma’ruf Amin. Adapun Presiden Joko Widodo duduk di samping Megawati.
Prabowo tidak diposisikan di area tempat duduk ketua-ketua umum partai politik pendukung Jokowi-Amin di Pemilu Presiden 2019 yang terpisah agak jauh dari tempat duduk Jokowi, Megawati, dan Ma’ruf Amin.
Sesekali terlihat Prabowo berbincang hangat dengan Ma’ruf Amin dan Megawati. Dan tak jarang, perbincangan hangat tersebut diselingi senyum dan tawa lepas.
Suasana hangat tak berhenti di sana. Ketika Megawati pidato sebelum secara resmi membuka Kongres V PDI-P, berulang kali nama Prabowo disebut.
”Saya berterima kasih kepada Ketua Umum Gerindra, Pak Prabowo Subianto, yang berkenan hadir menghangatkan Kongres V PDI-P,” kata Megawati saat membuka pidato politiknya.
Prabowo pun berdiri lalu membungkukkan tubuh menyambut ucapan tersebut.
Megawati lantas bercerita, undangan agar Prabowo hadir di Kongres PDI-P disampaikan saat Prabowo berkunjung ke kediaman Megawati, di Jakarta, akhir Juli lalu.
Secara santai, ia sampaikan apakah rival politik di Pemilu 2019 yang kerap dia sapa Mas Bowo itu, berkenan hadir di kongres. Megawati sebenarnya tak berharap banyak, tetapi ternyata Prabowo berkenan hadir.
”Iyalah, kan, capek kalau bertempur terus. Ya, sudahlah, nanti bertempur lagi pada 2024,” kata Megawati berkelakar yang kemudian disambut gelak tawa peserta kongres.
Belum selesai gelak tawa hadirin, Megawati kembali berkelakar soal sapaan, Mas Bowo.
”Saya itu kalau menyapa beliau dengan sebutan mas. Makanya, kalau nanti, ya, enggak tahu juga, tolonglah dekati saya,” ujar Megawati menggoda.
Namun, tak jelas apa yang ia maksud dengan pernyataan tersebut. Sebelumnya, isu Gerindra akan bergabung dalam koalisi pendukung Jokowi-Amin santer berembus.
Yang jelas, setelah mendengar pernyataan Megawati tersebut, Prabowo kembali berdiri dari kursinya, berkata ”siap”, sambil memberikan hormat kepada Megawati.
Tak berhenti di situ, di tengah pidatonya, Megawati kembali menyinggung Prabowo. Kali ini terkait perseteruan saat Pemilu 2019.
Megawati mengenang, dirinya dan Jokowi sempat dibuat ”deg-degan” oleh strategi Prabowo bersama pasangannya di Pemilu Presiden 2019, calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno, yang memindahkan kantor pemenangannya ke Jawa Tengah. Padahal, wilayah tersebut merupakan basis pendukung Jokowi-Amin dan PDI-P.
”Waktu itu saya sudah mikir, gue datangi juga nih si Bowo,” ujar Megawati kembali berkelakar.
Namun, Megawati tak kehilangan akal dengan strategi Prabowo-Sandi itu. Dia sengaja terjun ke Jawa Tengah guna memastikan dukungan tidak berpindah ke Prabowo-Sandi ataupun Gerindra.
”Saya bilang kepada warga, ’kalian banteng atau bukan? Kalau banteng, berhentilah merumput, gosok tandukmu’,” kenang Megawati.
Dalam pidato politiknya itu, Megawati menyampaikan bahwa semua ucapannya terkait Prabowo hanya guyonan. Hal itu untuk menunjukkan bahwa dirinya dan Prabowo tetap bersahabat. Apalagi, kini, kontestasi pemilu sudah usai, para elite semestinya tidak lagi berseteru.
Ketika pembukaan kongres selesai, Megawati dan dua anaknya, Prananda Prabowo dan Puan Maharani, berswafoto bersama Prabowo sebelum tamunya itu pergi meninggalkan area kongres.
Wakil Sekretaris Jenderal Eriko Sotarduga mengatakan, keakraban Prabowo dan Megawati sudah berlangsung lama. Tidak hanya keduanya, persahabatan juga terjalin erat dengan almarhum Taufiq Kiemas, suami Megawati. ”Saya melihat sendiri, mereka itu sudah seperti kakak beradik,” ujarnya.
Bahkan, kepulangan Prabowo setelah lama menetap di luar negeri pun disebutnya karena permintaan khusus Taufiq Kiemas. Seperti diketahui, pada Pemilu Presiden 2009, Megawati-Prabowo berpasangan sebagai calon presiden dan wakil presiden. Namun, mereka kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Apakah keakraban Megawati-Prabowo itu akan berujung pada koalisi? Puan Maharani mengatakan, tidak ada yang tak mungkin dalam politik. Dinamika politik selalu berkembang. Tinggal menanti momentum yang tepat.
”Tadi Ibu Mega dalam pidatonya menyampaikan, ’makanya kalau 2024 mau maju lagi, deket-deket saya ya’. Silakan dipikirkan apa maksudnya,” katanya.
Yang pasti, apa yang ditunjukkan oleh Megawati, Jokowi, Ma’ruf Amin, dan Prabowo dalam Kongres V PDI-P tak berbeda dengan yang pernah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa.
Soekarno dan Bung Hatta misalnya. Sekalipun mereka sering berbeda pandangan sampai akhirnya dwitunggal itu berpisah, keduanya tetap bersahabat.
Begitu pula Buya Hamka, tokoh Muhammadiyah, yang tetap bersedia mengimami shalat jenazah Bung Karno sekalipun Buya Hamka pernah dipenjarakan oleh Bung Karno atas tuduhan dugaan keterlibatan percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno.
Sungguh indah saat perbedaan sikap dan pandangan politik tak kemudian meluluhkan ikatan persahabatan. Sikap para elite itu jelas menjadi katalis untuk menguatkan rekonsiliasi pasca-Pemilu 2019. Masih banyak problem yang dihadapi bangsa, permusuhan hanya akan membuat bangsa semakin terpuruk.