Gambang Rancag Pantun Betawi
Dua seniman laki-laki saling berbalas pantun diiringi musik gambang keromong di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Rabu (7/8/2019). Di hadapan tamu undangan dan pengunjung, mereka menampilkan kesenian khas Betawi, gambang rancag.
Pasang kuping tengah hari bolong, tengah hari bentet. Ini hari terang-terang. Saya berdua sama abang saya mau ceritain, cerita dulu namanya Bang Pitung.
”Ya, kalau pasang pelita, ente bilang terang digantung. Pasang pelita terang digantung, ya kalau beli pisang kepok kenapa yang muda-muda? Ya, memang kita di sini bawa rancag cerita dulu hikayat si Abang Pitung.”
Dua seniman laki-laki saling berbalas pantun diiringi musik gambang keromong di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Rabu (7/8/2019). Di hadapan tamu undangan dan pengunjung, mereka menampilkan kesenian khas Betawi bernama gambang rancag.
Rancag berarti ’pantun’. Gambang rancag artinya berbalas pantun diiringi dengan musik gambang keromong. Pantun yang dibawakan oleh seniman rancag itu bisa berisi sebuah cerita. Misalnya, hikayat jagoan Si Pitung.
Pertunjukan gambang rancag pada acara Pekan Sastra Betawi itu seolah mengobati kerinduan orang Betawi pada seni tersebut. Gambang rancag memadukan seni sastra lisan, musik, seni tari (gerak kecil), dan teater. Situs jakarta.go.id menyebutkan, gambang rancag moncer pada periode sebelum tahun 1930 di kalangan masyarakat Betawi.
Dulu, masyarakat Betawi sangat menyenangi dan kerap menanggap kesenian tradisional itu. Semakin lama, peminat gambang rancag berkurang, ditambah lagi kemampuan penggemar untuk menanggap rancag juga menurun. Akhirnya, seperti nasib ondel-ondel, seniman rancag mengamen dari kampung ke kampung untuk mencari nafkah.
Etnis Betawi memiliki khazanah sastra yang beragam. Beberapa di antaranya adalah gambang rancag, buleng, sahibul hikayat, dan tari lipet gandes. Kesenian zadul (zaman dulu) itu akhirnya kembali ditampilkan. Selama empat hari (5-8/8/2019), Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat menggelar acara bertema ”Pekan Sastra Betawi” di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki.
Baca juga :
[embed]https://kompas.id/baca/utama/2019/07/10/mengenalkan-batik-betawi/[/embed]
Ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan, seperti seminar, workshop, hingga pertunjukan dan lomba menulis cerpen serta puisi. Penyelenggara acara berharap acara tersebut dapat mengenalkan kesenian tradisional, khususnya kepada generasi muda. Tanpa adanya pembudayaan yang berkelanjutan, para penggiat budaya Betawi khawatir kekayaan budaya tersebut akan hilang.
Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani menuturkan, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan Pekan Sastra Betawi tersebut. Acara itu berhasil menampilkan kekayaan sastra lisan Betawi yang terancam punah. Menurut Beky, sekarang seniman penerus kesenian gambang rancag, buleng, dan sahibul hikayat sudah jarang ditemukan.
”Untuk generasi sekarang, namanya saja sudah langka didengar, apalagi bentuk keseniannya. Khazanah kesenian Betawi ini semakin tidak dikenal oleh masyarakat Betawi,” kata Beky.
Menurut Beky, kekayaan sastra lisan Betawi terancam eksistensinya. Sebab, tanpa dikenal, apalagi dituturkan, bahasa akan hilang dengan mudah. LKB memiliki tugas mengenalkan dan melestarikan sastra lisan Betawi yang sebenarnya begitu kaya. Jangan sampai gempuran budaya dari luar negeri serta pengaruh gawai menggerus rasa cinta generasi muda terhadap budayanya.
”Kami punya pekerjaan rumah menjaga dan melestarikan sastra lisan Betawi yang di dalamnya ada ekspresi dan cinta,” ujar Beky.
Kami punya pekerjaan rumah menjaga dan melestarikan sastra lisan Betawi yang di dalamnya ada ekspresi dan cinta.
Sekretaris Jenderal Bamus Betawi Syarif Hidayatullah menambahkan, keunikan dari sastra Betawi adalah mengandung pesan-pesan religius yang hampir mirip dengan sastra Melayu. Ada nilai-nilai dan pesan kebaikan yang dituturkan dalam narasi dongeng kerajaan. Di sela-sela cerita juga kerap terselip humor yang membuat orang terpingkal-pingkal.
Buleng, misalnya, menampilkan cerita dari kerajaan-kerajaan Nusantara yang dibacakan oleh juru cerita. Terkadang, juru cerita ini berdongeng sembari memukul gendang. Seniman yang mendalami kesenian buleng ini sudah sangat jarang. Beberapa juru dongeng bahkan sudah meninggal.
Muatan lokal
Di tengah ancaman punah, pelestarian sastra Betawi di lingkup pendidikan pun masih minim. Di sekolah, bahasa Betawi saja belum diajarkan dalam mata pelajaran muatan lokal. Menurut Syarif, penyebabnya adalah bahasa Betawi belum disahkan dalam kongres bahasa sehingga tidak diajarkan dalam muatan lokal.
”Bamus Betawi mendorong supaya diselenggarakan kongres bahasa Betawi supaya ke depan bisa masuk dalam mata pelajaran muatan lokal siswa di sekolah,” kata Syarif.
Di sisi lain, LKB saat ini sudah diminta untuk meninjau ulang Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) untuk sekolah dasar (SD). LKB diminta membuat konten untuk mata pelajaran PLBJ SD. Menurut Beky, dari buku-buku yang sudah ada di pelajaran tersebut, konten bahasa Betawi memang masih kurang memadai. Misalnya, aspek historis yang belum masuk dalam pelajaran tersebut.
Baca juga : Lebaran Tenabang 2019
”Harapan pelestarian sastra Betawi memang ada di dunia pendidikan karena generasi muda dengan sendirinya akan mengenal. Makanya, di kurikulum lokal Jakarta harus diperkuat,” ujar Beky.
Dukungan dari Pemprov DKI Jakarta, terutama Gubernur Anies Baswedan, juga sudah dikantongi. Anies sudah mengeluarkan peraturan gubernur yang mengatur tentang konten muatan lokal untuk sekolah dasar. Aturan tersebut tinggal diimplementasikan dengan baik di lapangan.
Kepala Seksi Pembinaan Kesenian Bidang Seni dan Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ruslantoro menambahkan, Jakarta adalah kota yang unik. Beragam kebudayaan hidup dan berkembang di Jakarta. Di sisi lain, seni budaya asing dengan mudahnya masuk ke Jakarta. Tantangan terberatnya adalah untuk melestarikan budaya, termasuk karya sastra.
”Supaya budaya tidak punah, seni budaya harus dikenalkan kepada generasi muda. Supaya mereka lebih mengenal, mencintai, serta hidup dan berkembang bersama seni dan budaya Betawi. Kami berterima kasih kepada Balai Pelestari Nilai Budaya Jawa Barat. Kegiatan ini adalah bentuk nyata dalam pelestarian lokal masyarakat,” kata Ruslantoro.
Supaya budaya tidak punah, seni budaya harus dikenalkan kepada generasi muda. Supaya mereka lebih mengenal, mencintai, serta hidup dan berkembang bersama seni dan budaya Betawi.
Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat Jumhari mengatakan, dahulu karya seni seperti film dengan genre Betawi masih banyak diputar di bioskop dan televisi. Namun, sekarang tayangan berkualitas yang menampilkan unsur budaya Betawi sulit ditemukan di media massa.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah diminta bersinergi untuk membangun ekosistem kebudayaan serta jejaring kebudayaan yang lebih luas. Caranya adalah dengan menyusun pokok-pokok kebudayaan daerah.
Baca juga : Peneliti : Orang Betawi Cenderung Malu pada Identitas Etnisnya
Melalui pokok-pokok kebudayaan dapat dirumuskan apa yang paling krusial untuk dilakukan. Sepuluh obyek pemajuan kebudayaan yang diatur dalam undang-undang itu di antaranya manuskrip, kesenian, tradisi, adat istiadat, permainan tradisional, dan olahraga tradisional.
”Pekan Sastra Betawi ini nantinya bermuara pada pekan sastra internasional Jakarta. Ini menjadi hal penting untuk melihat etalase sastra di Jakarta,” kata Jumhari.