Kemang, Pengelolaan yang Masih Parsial
Selain warga Kemang, kendaraan juga diwajibkan parkir di kantong-kantong yang sudah disediakan pemerintah. Sebagai gantinya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menyediakan bus pengumpan untuk mengantar-jemput penumpang.
Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, akan disulap menjadi daerah yang lebih ramah bagi pejalan kaki. Akhir Agustus ini, kendaraan bermotor, khususnya roda empat, yang masuk ke kawasan ini akan dibatasi.
Hanya pemilik mobil yang tinggal di kawasan Kemang yang boleh masuk ke kawasan ini.
Selain warga Kemang, kendaraan juga diwajibkan parkir di kantong-kantong yang sudah disediakan pemerintah. Sebagai gantinya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menyediakan bus pengumpan untuk mengantar-jemput penumpang dari dan menuju kawasan Kemang.
”Sekarang trotoar kawasan Kemang sedang dibenahi, dilebarkan, dan dipercantik. Nantinya, kawasan itu akan memfasilitasi pejalan kaki, bukan pemilik mobil pribadi,” kata Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali, Selasa (6/8/2019).
Pembatasan terutama akan dilaksanakan pada akhir pekan. Sebab, Kemang yang terkenal sebagai pusat kuliner, tempat nongkrong, dan tempat hiburan malam itu cenderung ramai pada akhir pekan.
Pemprov DKI akan melarang kendaraan bermotor, khususnya roda empat, masuk kawasan ini. Untuk mempermudah penerapan aturan, mobil milik warga yang tinggal di Kemang akan dipasangi stiker. Hanya mobil milik warga Kemang yang boleh masuk ke kawasan tersebut.
”Nanti pengunjung yang masuk ke Kemang harus parkir di kantong-kantong parkir yang sudah disediakan. Contohnya, di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan,” kata Marullah.
Selain menyediakan park and ride, bus-bus sedang Transjakarta juga akan ditempatkan di titik-titik keramaian, seperti stasiun, terminal, dan mal. Bus akan menjadi angkutan pengumpan bagi warga yang akan menuju Kemang. Bus pengumpan direncanakan, antara lain, ditempatkan di Stasiun MRT Fatmawati, Stasiun Pasar Minggu, dan Pejaten Village.
Selain menyediakan kantong parkir di kantor pemerintahan, Pemkot Jaksel juga sedang menjajaki kerja sama penyediaan lahan dengan pihak swasta. Ada beberapa lokasi yang diusulkan untuk dijadikan kantong parkir.
Skema kerja sama, seperti harga sewa lahan, masih dalam pembahasan teknis. Dinas Perhubungan dan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Parkir memiliki kewenangan untuk menghitung berapa kapasitas tampung lahan yang ditawarkan dari pihak swasta.
Menuju realisasi penataan Kemang, kini trotoar di kawasan Kemang juga sedang dalam proses revitalisasi. Sejumlah ruas jalan di Jalan Kemang Raya dan Jalan Kemang Utama akan dilengkapi dengan trotoar yang lebar dan cantik. Pemprov DKI berharap kawasan Kemang menjadi destinasi baru dan menjadi surga bagi pejalan kaki.
Wacana sejak lama
Penataan Kemang yang dimulai tahun ini baru awal dari desakan yang setidaknya mengental kuat sejak 10 tahun lalu.
Seperti dilaporkan harian ini, Kamis, 24 Desember 2009, Kemang di pengujung tahun tersebut resmi berubah peruntukan dari kawasan permukiman menjadi kawasan bisnis. Perubahan itu semakin solid setelah diakomodasi pada Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010-2030.
Kafe, hotel, restoran, dan semua usaha di sana kini statusnya legal secara aturan peruntukan lahan setelah sebelumnya banyak dikritik karena rumah-rumah asri di kanan-kiri jalan berubah menjadi ”tempat nongkrong”.
Kemang yang awalnya kawasan hunian nyaman dan tenang menjadi hiruk pikuk sepanjang hari, bahkan hingga dini hari. Kemacetan tak terhindarkan. Lebar jalan-jalan di sana untuk dua kendaraan berpapasan pun tak longgar. Fasilitas parkir kendaraan pribadi minim. Layanan angkutan publik tak kalah sedikit. Trotoar? Jelas belum tersedia dengan baik.
Ada pro dan kontra Kemang sebagai kawasan permukiman dengan Kemang sebagai pusat leisure kota. Namun, siapa pun tak bisa menampik magnet Kemang sebagai tujuan warga Ibu Kota, juga dari luar daerah dan para ekspatriat, untuk bersantai serta bersenang-senang sudah tenar sejak 1980-an. Penataan dibutuhkan justru agar kekacauan teratasi.
Pada 2009 itu, Pemprov DKI Jakarta menjaring aspirasi warga dan salah satu hasilnya adalah perubahan peruntukan kawasan Kemang.
Namun, kasatmata di Jakarta ini begitu banyak lokasi tumbuh menjadi pusat bisnis. Pertumbuhan itu berlangsung spontan tanpa pernah ada tindakan pencegahan sebelumnya dari pemerintah setempat. Lihat saja, di kampung-kampung pun pasar, minimarket, dan industri kecil bermunculan.
Payung besarnya, yaitu menata kota, sampai saat ini belum maksimal tergarap. Hanya realisasi di spot-spot tertentu. Cobalah berkeliling Jakarta, nyaris tidak ada batas tegas antara kawasan khusus permukiman, bisnis, dan fungsi lainnya.
Payung besarnya, yaitu menata kota, sampai saat ini belum maksimal tergarap. Hanya realisasi di spot-spot tertentu. Cobalah berkeliling Jakarta, nyaris tidak ada batas tegas antara kawasan khusus permukiman, bisnis, dan fungsi lainnya.
Bagaimanapun langkah awal penataan di Kemang patut diapresiasi. Akan tetapi, butuh ketegasan Pemprov DKI dalam menata dengan menjaga keseimbangan antara daya dukung lingkungan, kepentingan kebutuhan dasar publik secara umum, dan tuntutan pembangunan ekonomi. Semua agar kota secara keseluruhan bisa lestari berkelanjutan.