Perawat Napas Musik Rohani-Tradisi Itu Pamit Lebih Dulu
Paul Widyawan (74), komponis lagu gereja, membaktikan hidupnya pada musik gereja hingga akhir hayatnya. Warisan darinya berupa aransemen dan lagu gereja bercorak langgam nusantara menjadi peninggalan yang tak ternilai harganya bagi umat Katolik di Indonesia.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Paul Widyawan (74), komponis lagu gereja, membaktikan hidupnya terhadap musik gereja hingga akhir hayatnya. Warisan darinya berupa aransemen dan lagu gereja bercorak langgam nusantara menjadi peninggalan yang tak ternilai harganya bagi umat Katolik di Indonesia.
Romo Karl-Edmund Prier, Pemimpin Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, sesekali terdiam sewaktu mengenang Paul. Sahabatnya itu berpulang karena pendarahan di otak, Sabtu (10/8/2019) dini hari. Prier berusaha terlihat tegar walaupun kerap tak kuasa membendung air mata yang menetes dan mengalir di pipinya. Ia tampak masih sangat emosional sewaktu mengusap air mata menggunakan sapu tangan.
”Saya betul-betul kehilangan seorang sahabat. Kami berdua sangat berhubungan dekat. Kami saling menguatkan satu sama lain dalam segala hal,” kata Prier lirih, sewaktu ditemui di Kantor Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, di Yogyakarta, Sabtu siang.
Menurut rencana, misa pemberkatan jenazah Paul akan dilakukan di Kapel Pusat Kateketis Kotabaru, Yogyakarta, Minggu, 11 Agustus. Paul baru akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Utaralaya, Yogyakarta, setelah misa pemberkatan jenazah.
Prier bertemu Paul pertama kali pada 1965. Kala itu, Paul baru saja lulus dari SMA Kolese De Britto, sedangkan Prier baru pertama kali menginjakkan kaki di Yogyakarta. Ia melihat Paul sebagai sosok ceria.
Kedua orang sahabat itu menemukan kecocokan dalam hal musik. Prier dan Paul sama-sama piawai memainkan piano. Selain itu, Paul juga aktif di bidang paduan suara gereja lewat kelompok Vocalista Sonora yang ia dirikan tahun 1964.
Pada 1967, Paul dan Prier kembali bertemu membahas perwujudan musik gereja bernuansa Indonesia sesuai pesan dari Konsili Vatikan II. Hasil dari pembahasan itu berupa pendirian Pusat Musik Liturgi Yogyakarta pada 1971.
”Kami mulai semakin dekat. Lalu, dia mengajak saya mengiringi Vocalista Sonora dengan piano. Dia punya banyak ide tentang perwujudan musik gereja dan mulai bereksperimen dengan gamelan, angklung, kulintang, dan lain-lain,” ujar Prier.
Dia punya banyak ide tentang perwujudan musik gereja itu dan mulai bereksperimen dengan gamelan, angklung, kulintang, dan lain-lain.
Prier tidak bisa memastikan berapa jumlah lagu yang sudah diciptakan Paul. Ia memperkirakan, ada lebih dari 100 lagu yang sudah dimasukkan ke Madah Bakti, buku berisi nyanyian peribadatan agama Katolik.
Kekhasan lagu ciptaan Paul adalah dimasukkannya corak musik tradisional. Keahlian Paul mendengarkan musik secara mendetail menjadi keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki banyak orang. Ia mampu menyerap bebunyian, nada, dan ritmis khas nusantara, untuk dirangkai menjadi sebuah komposisi harmonis nan indah.
Keahlian Paul mendengarkan musik secara mendetail menjadi keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki banyak orang. Ia mampu menyerap bebunyian, nada, dan ritmis khas nusantara, untuk dirangkai menjadi sebuah komposisi harmonis nan indah.
Salah satunya terdapat pada lagu berjudul ”Cahaya Suci” yang termuat di Madah Bakti Nomor 220. Lagu itu diiringi gamelan bergaya salendro. Pukulan bonang mengawali dimulainya lagu tersebut. Cengkok khas sinden menjadi gaya yang dipilih untuk menyanyikan lagu bernuansa mendayu itu.
Pada lagu berjudul ”Hidup Cerah” yang dimuat dalam Madah Bakti Nomor 230, Paul membuat lagu itu bergaya Melayu. Ketukan 4/4 dalam lagu itu membuat suasananya meriah. Cengkok Melayu di awal lagu membuat lagu semakin syahdu.
Tak sekadar memasukkan unsur lokal, Paul juga dikenal piawai memasukkan rasa ke dalam lagu-lagunya. Lagu seperti bernyawa memberi napas bagi orang di sekitarnya.
//Dengan haru kita serahkan/hidup kita yang tanpa arti/ Semoga Tuhan nanti berkenan/mewarnai hidup yang mati/ Dalam Yesus kita berbakti/hidup kita jadi berarti/tiada lagi warna yang suram/jiwa raga cerah bersinar//
Itu sepenggal lirik yang ditulis Paul dalam lagunya berjudul ”Hidup Cerah”. Prier melihat lirik yang terurai dari lagu itu begitu jujur. ”Paul mengungkapkan jiwanya di lagu itu. Tanpa sengaja. Terlihat ketulusan beliau selama ini berkarya bagi Tuhan,” tutur Prier.
Konsistensi Paul dalam berkarya mengantarkannya menjajaki tanah Eropa bersama Vocalista Sonora. Lagu-lagu gereja dengan gubahan khas musik nusantara itu dibawanya berkeliling di ”Benua Biru” sebanyak lima kali, yakni 1972, 1981, 1984, 1988, dan 1922. Beberapa negara yang dikunjunginya untuk memanggungkan karya-karyanya itu adalah Jerman, Italia, Austria, dan Belanda.
Suryanti, adik Paul, mengungkapkan, kegemaran kakaknya pada musik sebenarnya tidak terlalu tampak sewaktu kecil. Namun, kakaknya itu memang sudah gemar tampil. ”Dia sering membuat panggung-panggungan. Kami nanti pura-puranya pentas. Dia yang mengarahkan,” kenangnya.
Suryanti melanjutkan, setelah mengenal musik, kakaknya itu seolah tidak bisa melepaskan diri dari musik. Waktunya banyak dihabiskan untuk membuat komposisi musik gereja. Pada hari-hari terakhirnya bahkan Paul tinggal di salah satu kamar yang tersedia di Kantor Pusat Liturgi Musik Yogyakarta.
”Hidup dia adalah musik itu sendiri. Tanpa musik, mungkin dia merasa hidupnya gersang,” ujar Suryanti.
Hal serupa diungkapkan Petrus Natanael Agus Surono (62), anggota tur Vocalista Sonora tahun 1988. Ia menyebutkan, semangat Paul terhadap musik sangat tinggi. Seluruh hidupnya seakan didedikasikan pada musik dan gereja.
”Dalam satu minggu, beliau bisa membuat 10-15 aransemen. Jiwanya memang di musik. Saat mengalami stroke pada tahun 2010, beliau bisa membuat tiga aransemen dari lagu ’Ndherek Dewi Maria’. Jumat pekan lalu, beliau juga masih ikut mengajar koor anak-anak,” tutur Petrus.
Paul memang begitu lekat dengan pengembangan musik tradisi dalam lagu gereja. Sebelum meninggal, Paul selalu mengatakan kepada Prier, agar musik tradisi itu tetap terjaga. Lagu gereja itu hanya salah satu media merawat musik tradisi. Paul menginginkan agar banyak anak muda yang semakin berminat mengembangkan musik tradisi.
”Karena ini adalah identitas. Ini adalah akar. Bagaimana caranya agar membawa musik tradisional itu benar-benar dapat turun-temurun dan dimainkan dengan bagus. Itu pesan dia agar musik tradisional ini terus dilanjutkan,” ujar Prier.
Terima kasih untuk lagu-lagu indah dan penuh makna itu. Selamat jalan, Pak Paul….