BOGOR, KOMPAS – Setelah delapan tahun tidak menangani tim nasional bola voli Indonesia, pelatih kawakan asal China Li Qiujiang kembali dipanggil untuk menangani timnas putra. Pelatih yang oleh komunitas bola voli Indonesia akrab disapa Mr Li itu diharapkan kembali memberikan tuahnya agar bisa meraih emas SEA Games 2019 Filipina.
Li telah lama malang-melintang di dunia bola voli Indonesia. Mantan pemain timnas bola voli China (1971-1983) dan pelatih timnas putri China (1993-1996) itu beberapa kali melatih timnas putra Indonesia pada kurun 1997-2011, serta timnas putri Indonesia yang meraih medali perunggu SEA GAmes 2007.
Di sela-sela melatih timnas, Li juga melatih sejumlah tim Proliga, seperti putra BNI Taplus, putri Popsivo Polwan, serta putra Samator. Puncak prestasinya di Indonesia adalah membawa timnas putra meraih emas SEA Games 1997, 2003, dan 2009. Di tingkat klub, dia membawa sejumlah klub juara Proliga.
Selama melatih di Indonesia, Li dikenal dengan ketegasannya yang membuat mensyaratkan totalitas pemain saat berlatih dan bertanding. Dia juga dihormati dan dipercaya para pemain karena reputasinya, serta dinilai pandai membaca kelebihan tim dan kelemahan lawan.
”Awalnya PBVSI ingin mengontrak pelatih asal Korea Selatan. Namun, dengan waktu pelatnas yang singkat, dikhawatirkan sulit beradaptasi. Akhirnya, pengurus memanggil Mr Li yang punya pengalaman di bola voli nasional. Kami berharap Mr Li bisa membawa tim putra kembali meraih emas SEA Games tahun ini,” ujar asisten pelatih tim putra Pascal Wilmar di Padepokan Bola Voli, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (13/8/2019).
Setelah lebih dari satu dekade melatih di Indonesia, pada 2014 Li kembali ke kampung halamannya di Chengdu, Sichuan. Ia merasa sudah tua sehingga ingin pensiun dari dunia bola voli. Namun, pelatih kelahiran 22 Agustus 1954 itu kembali mendapatkan tawaran melatih dari tim putra BNI Taplus pada Proliga 2018.
Karena rindu suasana Indonesia, Li mengambil tawaran itu agar bisa sekalian berkeliling Indonesia, menikmati kuliner Indonesia, dan memancing di laut Bali yang menjadi tempat favoritnya. Setahun kemudian, PP PBVSI memintanya untuk kembali melatih timnas putra.
Tanpa pikir panjang, Li mengambil tawaran itu. Ia bertekad membawa timnas putra Indonesia kembali meraih emas SEA Games. ”Kita selalu nyaris mendapatkan emas. Di final, selalu kalah tipis dari Thailand. Saya sangat penasaran mencoba sekali lagi mengalahkan Thailand,” kata Li.
Perbedaan
Setelah delapan tahun tidak menangani tim Indonesia, Li menilai ada perbedaan antara para pemain Indonesia. Dahulu, pebola voli Indonesia dinilai punya nasionalisme tinggi atau selalu menomorsatukan timnas. Kini, banyak pemain lebih mengutamakan klub atau lebih tertarik bermain pada kejuaraan tarkam, atau antar kampung.
”Kualitas pemain Indonesia sekarang dan dahulu tidak jauh beda. Semuanya punya teknik bermain yang baik. Tetapi, dahulu pemain selalu bermain dari hati untuk timnas. Kalau sekarang, lebih banyak tertarik bermain tarkam,” tuturnya.
Pernyataan Li memperkuat penjelasan Kepala Seksi Bola Voli Indoor PP PBVSI Loudry Maspaitella, yang menyebut pelatnas tim putra dan putri belum bisa berjalan dengan kekuatan penuh sejak dimulai 7 Juli. Hal itu karena sejumlah pemain meninggalkan pelatnas untuk membela daerah masing-masing pada kualifikasi PON 2020 Papua. Nanti, pada Oktober, pelatnas juga terancam terganggu karena akan dimulai Livoli.
Namun, Li tetap menatap serius SEA Games 2019. Ia percaya diri kemampuan pemain putra Indonesia tidak jauh beda dengan Thailand. ”Yang membedakan tim putra Indonesia dan Thailand hanya kekompakan tim. Di Indonesia, pelatnas hanya dilakukan menjelang kejuaraan. Di Thailand, pemain timnas sudah berkumpul sejak masa remaja, yunior, hingga senior. Untuk itu, tim Thailand jauh lebih solid dan kuat secara tim,” ujarnya.