Hong Kong Tak Kunjung Stabil, Carrie Lam Dicecar Media
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA - Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dicecar pertanyaan oleh jurnalis mengenai langkah untuk mendamaikan situasi di Hong Kong dalam konferensi pers pada Selasa (13/8/2019). Akan tetapi, Lam tidak mengindahkan serangan pertanyaan tersebut.
Serangan para jurnalis menunjukkan kekhawatiran atas kondisi Hong Kong yang tidak kunjung stabil. Para pendukung demokrasi menggelar aksi unjuk rasa selama 10 minggu terakhir sehingga mengganggu perekonomian. Bahkan, bentrokan antara pengunjuk rasa dan kepolisian beberapa kali terjadi sehingga korban terus berjatuhan.
Lam langsung diberondong oleh pertanyaan sebelum menyelesaikan pernyataan mengenai aksi protes yang menyebabkan Bandara Internasional Hong Kong tutup kemarin, Senin (12/8/2019). Para jurnalis menyampaikan pertanyaan dalam bahasa Kanton dan Inggris.
“Apakah Anda sebagai pemimpin Hong Kong memiliki otonomi untuk menarik rancangan undang-undang ekstradisi yang kontroversial, ya atau tidak? Atau ini merupakan hal yang membutuhkan persetujuan Beijing dengan kata lain apakah Anda terikat pada Beijing?” ujar seorang jurnalis dari Reuters.
Dalam video yang dirilis Reuters, Lam menghindari kontak mata sembari menyatakan pertanyaan tersebut telah dijawab pada kesempatan yang berbeda. Ia hanya menjawab bahwa Pemerintah China masih memercayainya untuk menangani krisis yang tengah berlangsung.
Pertanyaan tersebut merupakan inti permasalahan penyebab aksi protes yang berkepanjangan di Hong Kong. Seperti yang diketahui, sejak awal Juni 2019, jutaan warga Hong Kong berdemonstrasi menolak RUU Ekstradisi yang diajukan Pemerintah Hong Kong.
Adapun RUU tersebut dapat membuat Hong Kong mengekstradisi warganya dan warga asing ke berbagai negara, termasuk China. China yang menganut hukum dan sistem peradilan yang berbeda dikhawatirkan memiliki pemahaman yang berbeda mengenai kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan hak asasi manusia (HAM).
“Kapan Anda akan menerima tanggung jawab politik untuk mengakhiri ketakutan warga negara dan bersedia untuk mundur? Kapan Anda akan memberitahu polisi untuk berhenti (melakukan kekerasan)?” tanya jurnalis lainnya dari Radio Television Hong Kong (RTHK) kepada Lam.
Sebelum Lam sempat menjawab, jurnalis tersebut memperingatkan Lam untuk menjawab dengan serius. Ia juga sempat menyindir Lam yang pernah menegurnya untuk bekerja dengan serius.
Terkait pertanyaan masalah kekerasan polisi, Lam membela polisi yang menggunakan senjata dalam menangani aksi protes. Polisi menggunakan semprotan merica, gas air mata, peluru karet, dan tongkat untuk membubarkan unjuk rasa. Terakhir, seorang perempuan pengunjuk rasa ditembak di salah satu mata sehingga buta permanen.
“Polisi berada dalam kondisi yang sangat sulit. Mereka harus membuat keputusan di lapangan mengenai tindakan yang terbaik dan aman bagi orang yang berada dalam situasi tersebut,” ujar Lam.
Kapan Anda akan menerima tanggung jawab politik untuk mengakhiri ketakutan warga negara dan bersedia untuk mundur? Kapan Anda akan memberitahu polisi untuk berhenti melakukan kekerasan?
Belum selesai berbicara, seorang jurnalis kemudian mempertanyakan tanggung jawab Lam sebagai pemimpin Hong Kong. Lam beberapa kali terlihat tidak siap dan nyaman menghadapi serangan pertanyaan para jurnalis.
“Biarkan saya menjawab pertanyaan mengenai tanggung jawab dengan serius. Tanggung jawab sebagai pemimpin adalah menjaga Kota Hong Kong tetap aman, tertib, dan taat hukum,” kata Lam, setelah seorang pejabat Hong Kong meminta para jurnalis untuk tidak memotong pembicaraan Lam.
Tidak lama, Lam tiba-tiba meninggalkan podium konferensi pers. Kepergiannya diiringi pertanyaan para jurnalis lainnya mengenai apakah ia masih memiliki hati nurani.
Lam selama ini menolak untuk mundur dari jabatannya dan mencabut RUU Ekstradisi seperti yang dituntut oleh para pengunjuk rasa. Ia hanya menunda amendemen RUU Ekstradisi pada 15 Juni 2019 dan meminta maaf kepada publik atas kontroversi yang timbul pada 18 Juni 2019.
Kebebasan jurnalis
Hong Kong menjadi bagian dari China sejak diserahkan Inggris pada 1997. Kesepakatan yang dibuat adalah China dan Hong Kong adalah satu negara dengan dua sistem pemerintahan yang berbeda. Hong Kong baru akan melebur ke dalam China pada 2047.
Dengan adanya perbedaan sistem pemerintahan, media massa Hong Kong memeroleh kebebasan lebih dibandingkan media massa di China. Lanskap media massa Hong Kong terdiri dari berbagai elemen, baik itu media independen maupun pendukung Beijing.
Menurut South China Morning Post, media massa Hong Kong, jurnalis yang meliput aksi unjuk rasa tidak luput dari kekerasan polisi. Para jurnalis telah mengimbau Lam untuk memerhatikan kebebasan pers. (AFP)