Kenaikan Tunjangan Direksi Tak Pengaruhi Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Kementerian Keuangan meningkatkan tunjangan cuti tahunan direksi dan dewan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjadi dua kali gaji.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan meningkatkan tunjangan cuti tahunan direksi dan dewan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjadi dua kali gaji. Kenaikan tunjangan cuti tahunan dinilai tak akan memengaruhi pengelolaan dana jaminan kendati dibayarkan melalui dana operasional badan.
Kenaikan tunjangan cuti tahunan direksi dan dewan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2019 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 1 Agustus 2019.
Berdasarkan PMK No 112/2019, tunjangan cuti tahunan diberikan paling banyak dua kali gaji. PMK itu tidak memuat perubahan atas tunjangan lain, seperti tunjangan hari raya keagamaan, purna jabatan, asuransi sosial, dan perumahan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nurfransa Wira Sakti mengatakan, kenaikan tunjangan cuti tahunan berlaku untuk direksi serta dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Pembayaran tunjangan tidak menggunakan dana APBN, tetapi dana operasional BPJS.
Pembayaran tunjangan tidak menggunakan dana APBN, tetapi dana operasional BPJS.
”Penyesuaian manfaat tambahan lainnya bagi direksi dan dewan pengawas BPJS tidak berpengaruh terhadap pengelolaan dana jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan,” kata Nurfransa, Selasa (13/8/2019), di Jakarta.
Menurut Nurfransa, selama ini pegawai BPJS hanya mendapat tunjangan hari raya (THR), tidak ada gaji ke-13. Untuk itu, penyesuaian tunjangan cuti tahunan menjadi pengganti gaji ke-13. Pegawai BPJS memiliki hak dan kewajiban mendapat 14 kali gaji setahun dalam bentuk THR dan gaji ke-13.
Usulan penyesuaian tunjangan pada awalnya diajukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Mereka meminta agar pemerintah melakukan perubahan atau penambahan beberapa komponen manfaat tambahan bagi anggota dewan dan direksi BPJS yang diatur dalam PMK No 34/2015.
Nurfransa mengatakan, usulan perubahan mencakup kenaikan THR keagamaan, cuti tahunan, cuti besar, perumahan, serta fasilitas komunikasi, kesehatan, dan olahraga. Kenaikan diusulkan karena sejak 2015 tidak ada penyesuaian tunjangan.
”Pemerintah menolak berbagai tunjangan yang diusulkan dan menilai hanya satu komponen yang layak dipenuhi,” kata Nurfransa.
Pemerintah menolak berbagai tunjangan yang diusulkan dan menilai hanya satu komponen yang layak dipenuhi.
Kemenkeu hanya menerima usulan kenaikan tunjangan cuti tahunan karena sesuai dengan aturan yang diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, dan pegawai non-ASN. Mereka mendapat tunjangan cuti tahunan sebanyak dua kali gaji yang terdiri dari gaji ke-13 dan gaji ke-14 atau THR.
Kenaikan tunjangan direksi dan dewan pengawas BPJS menjadi sorotan di tengah kemelut persoalan defisit anggaran BPJS Kesehatan. Terlebih, tunjangan dibayarkan melalui dana operasional badan.
Total defisit BPJS Kesehatan tahun 2018-2019 diprediksi Rp 28 triliun. Defisit anggaran belum termasuk tunggakan tagihan BPJS Kesehatan per Juni 2019 sebesar Rp 7 triliun dan denda Rp 70 miliar. Kewajiban bayar denda 1 persen dari setiap keterlambatan klaim ke rumah sakit (Kompas, 29/7/2019).
Kementerian Keuangan selama empat tahun berturut-turut memberikan tambahan dana kepada BPJS di luar anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pada 2018, misalnya, suntikan dana mencapai Rp 10,1 triliun. Hal itu mengindikasikan ada ketidaksesuaian antara penerimaan dan pengeluaran dalam arus kas BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, BPJS Kesehatan akan membenahi sistem jaminan kesehatan menyeluruh, termasuk penegakan aturan diperlukan bagi peserta yang melalaikan kewajiban bayar iuran. Pihak BPJS Kesehatan menjamin layanan tetap diberikan.