Pemahaman Konsep Masyarakat Jaringan untuk Antisipasi Kesenjangan Sosial
Pemahaman soal network society atau masyarakat jaringan penting diketahui untuk mengantisipasi transformasi masyarakat global.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman soal network society atau masyarakat jaringan penting diketahui untuk mengantisipasi transformasi masyarakat global. Perkembangan teknologi informasi tak hanya meningkatkan taraf hidup manusia, tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial karena akses terhadap teknologi masih terbatas.
Masyarakat jaringan adalah struktur sosial yang terbentuk karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang saat ini memungkinkan komunikasi berjalan ke semua arah pada level struktur mana pun, tanpa perlu diwakilkan. Anggota masyarakat juga bisa mengakses kehidupan yang lebih baik dengan perkembangan teknologi.
Namun, di sisi lain, tak semua anggota masyarakat bisa mengakses kehidupan yang lebih baik karena perkembangan teknologi hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu. Akibatnya, terjadi kesenjangan. Pemahaman terhadap masyarakat jaringan memungkinkan kesenjangan bisa diminimalkan.
Manuel Castells, pengajar Open University Catalonia, Spanyol, dan Annenberg School of Communication University of Southern California, Amerika Serikat, mengatakan, masyarakat jaringan adalah masyarakat yang berhubungan satu dengan lainnya. Selain tersusun menurut struktur sosial, masyarakat juga merupakan manifestasi perubahan zaman, salah satunya karena transformasi teknologi.
”Kami, para ilmuwan sosial, harus memahami perubahan itu dan mengkajinya daripada mendiskreditkannya. Perkembangan teknologi adalah perubahan digital dalam kehidupan yang kita hadapi,” kata Castells pada acara The 4th Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities Conference (APRiSH) bertajuk ”Network Society: Continuity and Change”, di Jakarta, Selasa (13/8/2019). Konferensi internasional tahunan ini diselenggarakan oleh Universitas Indonesia (UI) pada 13-15 Agustus 2019.
Hadir pula dalam acara ini, antara lain, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu UI Arie Setiabudi Soesilo; Rektor UI Muhammad Ani; profesor University of Melbourne, Australia, Andrew Mitchell; dan pengajar York University, Kanada, Abidin Kusno.
Menurut Castells, perkembangan teknologi memicu perubahan di segala aspek, termasuk ekonomi dan sosial. Namun, selama ini teknologi sekadar dipandang sebagai sarana perubahan. Di sisi lain, status quo akibat perkembangan teknologi telah menciptakan inklusivitas dan eksklusivitas di masyarakat. Teknologi dinilai membantu orang-orang untuk mengakses hidup yang lebih baik.
Akan tetapi, teknologi sesungguhnya baru bisa diakses oleh masyarakat tertentu. Akibatnya, kesenjangan dan sejumlah masalah sosial masih terjadi. Kompleksitas perkembangan teknologi ini yang dinilai Castells perlu dipahami dalam konteks masyarakat jaringan.
Pada kesempatan yang sama, pengajar University of Twente, Belanda, Jan van Djik mengatakan, masyarakat jaringan terbilang tidak stabil karena cepatnya perubahan zaman. Hal ini membuat pemerintah, organisasi, dan individu kesulitan untuk beradaptasi.
”Salah satu solusi dari masalah ini adalah manajemen jaringan yang lebih baik bagi pemerintah, organisasi, dan individu,” katanya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berpendapat bahwa perubahan zaman tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, ia berharap lembaga pendidikan, khususnya universitas, bisa mengantisipasi perubahan tersebut.
”Perkembangan teknologi mengubah sejumlah sektor di Indonesia, misalnya ekonomi dan pertanian. Sektor-sektor tersebut juga akan terdampak oleh bonus demografi pada 2030. Ini perlu diantisipasi,” kata Rudiantara.