Masuk Permukiman, Sekelompok Beruang Resahkan Warga di Tanah Datar
Warga Kecamatan Tanjung Emas, Tanah Datar, Sumatera Barat, resah dengan masuknya sekelompok beruang madu (Helarctos malayanus) ke pemukiman dalam sebulan terakhir. Mereka diduga menyerang dan membunuh puluhan ternak.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Warga Kecamatan Tanjung Emas, Tanah Datar, Sumatera Barat, resah dengan masuknya beruang madu (Helarctos malayanus) ke permukiman dalam sebulan terakhir. Beruang yang diperkirakan lebih dari satu ekor itu menyerang dan membunuh puluhan ternak. Masuknya beruang ke permukiman diduga akibat meningkatnya aktivitas manusia di sekitar hutan.
Camat Tanjung Emas Abramis Yuzi, Kamis (15/8/2019), mengatakan, beruang semakin sering turun ke permukiman sejak sebulan terakhir. Warga kerap berjumpa beruang saat manyadap getah karet di kebun atau menggarap sawah pada pagi/siang hari, serta saat berkendara di permukiman pada malam hari.
“Masuknya beruang ke permukiman membuat warga resah. Warga khawatir diserang beruang ketika menyadap karet atau ke sawah. Sudah banyak ternak yang jadi korban. Sebelum Idul Adha kemarin, dua ekor kambing kurban mati diserang beruang,” kata Abramis ketika dihubungi dari Padang, Sumbar.
Abramis melanjutkan, ia tidak mengetahui pasti jumlah beruang madu yang masuk ke pemukiman. Namun, jumlahnya diperkirakan sekitar 5-6 ekor. Perhitungan itu mengacu pada laporan sejumlah warga yang pernah berjumpa beruang di tiga lokasi berbeda dalam waktu berdekatan dengan jumlah lebih dari satu ekor tiap lokasi.
Jumlahnya diperkirakan sekitar 5-6 ekor. (Abramis Yuzi)
Menurut Abramis, kecamatan sudah berkoordinasi dengan dinas dan instansi terkait untuk mengatasi masalah ini. Polisi hutan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resor Tanah Datar dan pegawai Dinas Pertanian Tanah Datar bersiap-siap di sekitar lokasi untuk menangkap beruang. Pada malam hari, warga juga berpatroli untuk mencegah serangan beruang.
“Kami mengimbau warga untuk membawa benda yang menghasilkan bunyi-bunyian saat ke kebun atau ke sawah agar beruang tidak berani mendekat. Warga juga diimbau untuk memasukkan ternak di kandang yang aman,” ujar Abramis.
Secara terpisah, Kepala BKSDA Resor Tanah Datar Ansarul mengatakan, berdasarkan jejak yang ditinggalkan, beruang sudah masuk ke pemukiman pada Mei-Juni 2019. Namun, waktu itu intensitasnya rendah dan konflik yang timbul tidak signifikan.
“Sejak Juli 2019 sampai sekarang intensitasnya semakin tinggi. Konflik yang ditimbulkan meluas, hampir di seluruh wilayah Kecamatan Tanjung Emas,” kata Ansarul.
Berdasarkan catatan BKSDA Resor Tanah Datar, beruang madu telah membunuh puluhan ternak di Nagari Saruaso dan Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas. Sejak Juli 2019, 12 ekor kambing, 50 ekor itik petelur, dan 1 ekor beruk pengambil kelapa mati diserang beruang.
Sejak Juli 2019, 12 ekor kambing, 50 ekor itik petelur, dan 1 ekor beruk pengambil kelapa mati diserang beruang.
Menurut Ansarul, sejak Mei 2019, petugas BKSDA berupaya menggiring beruang agar menjauh dari pemukiman. Petugas juga berusaha menangkap beruang dengan menggunakan senjata bius ataupun perangkap untuk direlokasi. Namun, upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Ansarul melanjutkan, balai belum dapat memastikan jumlah beruang yang berkeliaran di pemukiman. Untuk mengetahuinya, perlu dipasang kamera jebakan. Walakin, dari pengakuan beberapa warga, beruang sering terlihat dua ekor hingga tiga ekor, yang diduga induk dan anak.
Aktivitas manusia
Terkait penyebab masuknya beruang ke pemukiman, Ansarul juga belum dapat memastikan. Namun, ia menduga pemicunya adalah peningkatan aktivitas manusia di sekitar hutan. Di sekitar Tanjung Emas, terdapat hutan produksi dan hutan lindung yang menjadi habitat beruang madu.
“Hutan produksi itu dulu ditanami pemerintah dengan pohon pinus. Sekarang, banyak warga yang menyadap getahnya. Di sekitar hutan, ada pula kebun karet warga. Beruang mungkin merasa terganggu dengan aktivitas manusia di habitatnya,” ujar Ansarul.
Beruang mungkin merasa terganggu dengan aktivitas manusia di habitatnya. Kurangnya pasokan makanan dan terjadinya kekeringan akibat musim panas juga diduga sebagai pemicu.
Kurangnya pasokan makanan dan terjadinya kekeringan akibat musim panas juga diduga sebagai pemicu. Dugaan lainnya, kata Ansarul, beruang sedang dalam periode mengajarkan anaknya berburu. Itu dikaitkan dengan penemuan induk dan anak beruang di sekitar kandang ternak.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Uslaini, munculnya konflik satwa dan manusia di Kecamatan Tanjung Emas disebabkan oleh terganggunya habitat beruang madu di lokasi tersebut. Secara umum, kawasan hutan yang berada di sekitar pemukiman saat ini berubah fungsi menjadi perladangan masyarakat.
"Beruang madu merupakan binatang omnivora yang mengkonsumsi buah-buahan dan hewan kecil serta madu. Saat stok makanan di hutan berkurang karena perubahan kondisi kawasan hutan menjadi perladangan, beruang tentu akan menjelajahi wilayah sekitarnya untuk mencari sumber makanan termasuk ke wilayah perladangan warga dan pemukiman," kata Uslaini.
Agar dapat menghindari konflik, warga, terutama peladang, kata Uslaini, harus segera mengupayakan pengayaan tanaman yg menjadi sumber makanan beruang dan satwa liar lainnya sehingga ke depannya konflik satwa dan manusia bisa dikurangi. Sebaliknya, jika pembukaan kawasan hutan semakin luas dan pengayaan tanaman sumber makanan beruang tidak dilakukan, kedepan konflik satwa akan makin meningkat.