Pemerintah Diminta Perbaiki Aturan Seleksi CPNS bagi Penyandang Disabilitas
Ombudsman RI meminta pemerintah memperbaiki proses seleksi calon pegawai negeri sipil untuk penyandang disabilitas secara sistemik. Hal ini bertujuan agar kasus yang menimpa dokter gigi Romi Syofpa Ismael, penyandang disabilitas, tidak terulang.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI meminta pemerintah memperbaiki proses seleksi calon pegawai negeri sipil untuk penyandang disabilitas secara sistemik. Hal ini bertujuan agar kasus yang menimpa dokter gigi Romi Syofpa Ismael, penyandang disabilitas, tidak terulang.
Di samping itu, afirmasi terhadap penyandang disabilitas juga diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menyatakan hal itu dalam diskusi ”Ngopi Bareng Ombudsman”, Kamis (15/8/2019), di Jakarta.
Ninik mengatakan, keputusan pemerintah memulihkan kembali status CPNS Romi membuktikan bahwa pemerintah hanya ingin solusi praktis. Hal ini belum memberikan solusi sistemik terhadap penyandang disabilitas yang ingin menjadi pegawai pemerintah.
Padahal, UU Penyandang Disabilitas telah mengatur kewajiban pemerintah memberikan pekerjaan bagi penyandang disabilitas untuk menjadi pegawai.
”Dalam Pasal 53 UU itu disebutkan, pemerintah pusat dan daerah serta badan usaha milik negara dan daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja,” ucapnya.
Pemerintah pusat dan daerah serta badan usaha milik negara dan daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Sebelumnya, dokter gigi (drg) Romi Syofpa Ismael dinyatakan lulus seleksi CPNS oleh Panitia Seleksi Daerah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, berdasarkan surat pengumuman Nomor 800/1031 /XII/BKPSDM-2018 tanggal 31 Desember 2018. Namun, status CPNS Romi dibatalkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria melalui surat pengumuman Nomor 800/62/111/BKPSDM-2019 tanggal 18 Maret 2019.
Dalam surat pengumuman pembatalan, Romi disebut tidak memenuhi persyaratan pada formasi umum CPNS 2019. Persyaratan yang dimaksud adalah sehat secara jasmani dan rohani. Romi dinilai tidak sehat secara jasmani karena mengalami pelemahan tungkai kaki sehingga harus beraktivitas dengan kursi roda.
Namun, status CPNS Romi kembali dipulihkan oleh pemerintah pusat. Keputusan itu merupakan hasil rapat koordinasi di Jakarta yang melibatkan berbagai unsur, seperti Kantor Staf Presiden, Pemprov Sumbar, Pemkab Solok Selatan, perwakilan Kemenpan dan RB, Kementerian Sosial, Kementerian PPPA, serta Kemenkes (Kompas, 6/8/2019).
Dalam diskusi ”Ngopi Bareng Ombudsman” ini, hadir pula Duta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Disabilitas Sikdam Hasim Gayo. Dia melaporkan seorang penyandang disabilitas bernama Hasnian, guru honorer di Aceh Tengah, Aceh, yang status CPNS-nya diduga dianulir.
Hasim mengatakan, Hasnian, guru honorer yang sudah mengajar 30 tahun, sudah dua kali mengikuti seleksi CPNS jalur honorer pada 2005 dan 2013. Hasnian dinyatakan lulus dalam tes itu. Akan tetapi, Hasnian tidak pernah menerima surat pengangkatan. Ombudsman pun sedang mempelajari kasus itu.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional Mohammad Ridwan mengemukakan, Hasnian tidak memenuhi syarat. Ridwan belum bisa merinci status tidak memenuhi syarat itu karena dirinya tidak berada di kantor.
”Saya punya data lengkapnya. tetapi saya sedang berada di luar kota,” katanya.
Ridwan menjamin berkas Hasnian yang tidak memenuhi syarat tidak berhubungan dengan statusnya sebagai penyandang disabilitas. ”Sangat tidak berhubungan dengan status disabilitas yang bersangkutan,” katanya.
Kepala Biro Hukum Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Mudzakir menjelaskan, formasi CPNS untuk penyandang disabilitas telah diatur dalam Permenpan dan RB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil.
”Peraturan itu menyediakan formasi khusus untuk penyandang disabilitas. Tujuannya agar penyandang disabilitas bersaing dengan sesamanya,” ujarnya.
Dalam peraturan itu disebutkan ada sembilan ketentuan tentang penyandang disabilitas. Ketentuan itu di antaranya instansi wajib mengalokasikan penetapan kebutuhan (formasi) jabatan, persyaratan, jumlah, dan unit penempatan yang dapat dilamar oleh peserta penyandang disabilitas.
Hal itu harus sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan jabatan. Jumlah jabatan yang dapat dilamar oleh penyandang disabilitas untuk instansi pusat paling sedikit 2 persen dari total formasi dengan jabatan disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap instansi.
Sementara itu, calon pelamar wajib menyertakan surat keterangan dokter yang menjelaskan jenis atau tingkat disabilitasnya. Panitia instansi pun wajib memverifikasi persyaratan pendaftaran. Caranya dengan mengundang calon pelamar untuk memastikan kesesuaian formasi dengan tingkat atau jenis disabilitas yang disandang.