Pertumbuhan Ekonomi Hong Kong Diproyeksikan Anjlok
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Hong Kong anjlok menjadi nol hingga 1 persen dari 2-3 persen pada 2019. Pemerintah Hong Kong mengupayakan pemberian insentif sebesar 2,4 miliar dollar AS untuk memulihkan perekonomian.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
HONG KONG, KAMIS — Proyeksi pertumbuhan ekonomi Hong Kong anjlok menjadi nol hingga 1 persen dari 2-3 persen pada 2019. Pemerintah Hong Kong mengupayakan pemberian insentif sebesar 2,4 miliar dollar AS untuk memulihkan perekonomian.
Penurunan proyeksi ekonomi terjadi di tengah krisis politik akibat aksi unjuk rasa pro-demokrasi yang berlangsung sejak awal Juni 2019. Faktor lain yang disebutkan memengaruhi adalah perang dagang Amerika Serikat-China, pelambatan perdagangan Asia, volatilitas pasar keuangan global, dan Brexit.
”Langkah-langkah yang baru saja kami umumkan dalam mengatasi kesulitan ekonomi saat ini dan tantangan ekonomi yang akan datang tidak terkait dengan kesulitan politik yang sedang kami hadapi,” kata Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam konferensi pers, Kamis (15/8/2019).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dari nol hingga 1 persen menjadi yang terburuk sejak 2009 ketika krisis keuangan global terjadi.
Pertumbuhan ekonomi Hong Kong tumbuh stabil di angka 0,6 persen pada April-Juni 2019. Namun, para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun setelah aksi unjuk rasa berlangsung selama 10 minggu terakhir.
Aksi unjuk rasa telah menghantam perdagangan ritel, restoran, dan pariwisata sehingga menambah pukulan ke ekonomi yang sudah lemah.
Sekretaris Pengembangan Ekonomi Hong Kong Yau Tang-wah menyebutkan, kunjungan turis tercatat turun 31 persen pada minggu pertama Agustus 2019 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018. Pemilik hotel mengklaim pendapatan turun 10-20 persen.
Aksi protes yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir membuat 29 negara mengeluarkan peringatan bepergian ke Hong Kong. Amerika Serikat dan Australia adalah beberapa negara yang melakukannya.
Penjualan ritel turun 6,7 persen pada Juni 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut pelaku usaha, mereka akan mengalami penurunan penjualan sebesar dua digit selama Juli-Agustus 2019.
”Ada risiko yang lebih buruk jika konfrontasi antara pengunjuk rasa dan pemerintah meningkat, yaitu keluarnya arus modal. Ada cadangan devisa untuk menjaga nilai tukar, tetapi pasar properti terpukul sehingga bisa resesi,” tulis Julian Evans-Pritchard dan Martin Lynge Rasmussen, ekonom dari Capital Economics.
Ada risiko yang lebih buruk jika konfrontasi antara pengunjuk rasa dan pemerintah meningkat, yaitu keluarnya arus modal. Ada cadangan devisa untuk menjaga nilai tukar, tetapi pasar properti terpukul sehingga bisa resesi.
Pemerintah Hong Kong mengklaim masih mampu menangani aksi unjuk rasa yang tidak jarang berakhir dengan kerusuhan. Hingga saat ini, China belum turun tangan secara langsung. Namun, intimidasi China semakin terasa dengan digelarnya parade kekuatan militer di Shenzhen, sebuah kota yang berbatasan dengan Hong Kong.
Hong Kong menjadi bagian dari China sejak 1997. Namun, Hong Kong menganut sistem pemerintahan sendiri.
Pemberian insentif
Untuk menghadapi pelambatan ekonomi, Pemerintah Hong Kong mengumumkan pemberian insentif pajak dan peningkatan belanja sosial senilai 2,4 miliar dollar AS pada awal 2020. Perubahan insentif akan menghapus pajak dari sekitar 1,3 juta wajib pajak.
Chan melanjutkan, pemerintah akan meningkatkan pembayaran bagi orang lanjut usia dan penduduk berpenghasilan rendah serta menyediakan jaminan kredit bagi UMKM dan orangtua dengan anak usia sekolah.
”Langkah ini diharapkan dapat mendorong perekonomian serta melindungi perusahaan dan masyarakat terhadap tantangan,” kata Chan.
Ekonom MUFG, Cliff Tan, berpendapat, paket kebijakan tersebut tidak mungkin dapat meringankan tekanan pada ekonomi Hong Kong yang terbuka. Resesi global sedang terjadi dan Hong Kong pasti akan terpengaruh karena ekonomi China juga sedang berjuang. (AP/AFP/REUTERS)