Wapres: Pancasila Tak Perlu Ditafsirkan Terlalu Rumit
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa tidak perlu ditafsirkan terlalu rumit. Pancasila justru harus bisa dipahami secara sederhana agar mudah dihayati masyarakat luas.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa tidak perlu ditafsirkan terlalu rumit. Pancasila justru harus bisa dipahami secara sederhana agar mudah dihayati masyarakat luas.
”Pancasila itu, kan, sebenarnya sudah tegas sehingga penafsiran yang terlalu banyak bisa menyebabkan masyarakat menjadi rancu (bingung),” kata Kalla saat berpidato dalam pembukaan Kongres Pancasila XI, Kamis (15/8/2019), di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kongres Pancasila merupakan kegiatan rutin tahunan yang digelar UGM. Tahun ini, acara itu mengambil tema ”Aktualisasi Pancasila dalam Merajut Kembali Persatuan Bangsa”. Selain Kalla, pembukaan Kongres Pancasila XI juga dihadiri sejumlah pejabat, misalnya Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.
Kalla mengatakan, dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia sudah muncul banyak penafsiran tentang Pancasila. Dari waktu ke waktu, penafsiran tentang Pancasila pun bisa berubah-ubah karena dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk kepentingan penguasa.
Itulah kenapa, Kalla menyebut, penafsiran terhadap Pancasila pada masa Presiden Soekarno berbeda dengan penafsiran pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. ”Karena Pancasila itu sangat simpel dan tegas, penafsiran dan pelaksanaannya terkadang berbeda-beda, tergantung siapa yang menafsirkan dan siapa yang melaksanakan,” ucapnya.
Kalla menuturkan, Pancasila seharusnya bisa dipahami dengan sederhana oleh masyarakat awam. Jika masyarakat mampu memahami Pancasila secara sederhana, penghayatannya juga akan lebih baik.
Pancasila seharusnya bisa dipahami dengan sederhana oleh masyarakat awam. Jika masyarakat mampu memahami Pancasila secara sederhana, penghayatannya juga akan lebih baik.
”Makin sederhana pembahasan Pancasila, makin orang bisa paham. Makin paham, makin bisa dihayati. Kalau tidak dipahami, bagaimana mau dihayati,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kalla meminta para ahli tidak membuat tafsir atau pembahasan yang terlalu rumit mengenai Pancasila. Para ahli justru diminta membuat penjelasan-penjelasan sederhana agar masyarakat awam bisa dengan mudah memahami Pancasila.
”Semoga pertemuan ini menghasilkan sesuatu yang sederhana, sesuatu yang mudah dipahami, sesuatu yang mudah dihayati,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kalla juga mengingatkan, Pancasila merupakan dasar negara, bukan tujuan bernegara. Ia menyebut, tujuan bernegara bangsa Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan umum untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah membuat kebijakan atau program dengan berpegang pada Pancasila sebagai dasar negara.
”Di antara fondasi dan tujuan itu, ada kebijakan dan program untuk mencapai tujuan. Namun, kebijakan dan program itu harus sesuai dengan dasar (Pancasila),” kata Kalla.
Kendati Pancasila sebagai dasar negara tetap dipegang teguh, akan muncul masalah jika program-program untuk mencapai tujuan bernegara tidak berjalan baik.
Dia mengingatkan, dari pengalaman Indonesia menunjukkan, kendati Pancasila sebagai dasar negara tetap dipegang teguh, akan muncul masalah jika program-program untuk mencapai tujuan bernegara tidak berjalan baik. Kalla mencontohkan, pada masa Orde Baru, indoktrinasi Pancasila terus dilakukan, tetapi akhirnya muncul protes besar dari masyarakat karena krisis ekonomi.
”Zaman Pak Harto, Pancasila itu diindoktrinasi ke seluruh bangsa. Namun, pemerintahan waktu itu jatuh juga. Jadi, yang bermasalah itu bukan dasarnya (Pancasila), tetapi tujuannya. Tujuan mencapai masyarakat adil dan makmur waktu itu tidak tercapai,” ungkap Kalla.
Sementara itu, Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, Pancasila bisa menjadi dasar menguatkan rasa persatuan bangsa Indonesia. Dia mengingatkan, dalam situasi saat ini, persatuan bangsa perlu diperkuat agar proses pembangunan bangsa dan negara berjalan lebih baik.
”Persatuan menjadi kunci dalam suasana kehidupan yang diliputi perpecahan. Sebab, kerja sama membangun negara menjadi terlalu sulit dilakukan jika hidup dipenuhi prasangka dan ketiadaan rasa saling percaya,” ujar Panut.
Selain berpegang pada Pancasila, kunci keberhasilan menguatkan persatuan bangsa terletak pada kemauan dan kemampuan seluruh warga negara menyikapi perbedaan dengan baik.
Dia menambahkan, selain berpegang pada Pancasila, kunci keberhasilan menguatkan persatuan bangsa terletak pada kemauan dan kemampuan seluruh warga negara menyikapi perbedaan dengan baik.
”Dalam mengelola perbedaan, tidak perlu mencari kunci di rumah tetangga. Yang diperlukan hanya kembali ke tempat asal bahwa kuncinya adalah Pancasila. Ada di rumah kita yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.