Anggaran Didorong untuk Peningkatan Kualitas SDM
JAKARTA, KOMPAS — Rencana kerja pemerintah pada 2020 adalah mengakselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia. Strategi kebijakan ditempuh melalui peningkatan alokasi anggaran dan pemberian insentif perpajakan.
Demikian antara lain pesan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan APBN 2020 dan nota keuangannya pada Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
“Situasi krisis harus kita balik sebagai peluang, kita harus jeli. Salah satu kuncinya adalah dengan terus meningkatkan daya saing nasional, dengan bertumpu pada kualitas sumber daya manusia,” kata Presiden.
Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia memiliki modal awal untuk bersaing di tingkat global dari faktor demografi. Selain negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia, sebagian penduduk Indonesia juga berusia muda dan kelas menengah terus tumbuh.
Untuk itu, peningkatan daya saing diperlukan untuk menjawab tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Beberapa tantanan yang mesti diwaspadai, yaitu dampak krisis di beberapa negara berkembang, pelemahan pertumbuhan ekonomi, dan depresiasi mata uang yuan dan peso.
“Ekonomi dunia sedang mengalami ketidakpastian, membuat kita harus waspada. Sekali lagi kita harus waspada,” kata Presiden.
Presiden Joko Widodo mengatakan, ada lima fokus utama RAPBN 2020, yaitu penguatan kualitas sumber daya manusia, akselerasi pembangunan infrastruktur untuk transformasi ekonomi, penguatan program perlindungan sosial, desentralisasi fiskal, serta antisipasi ketidakpastian global.
Terkait penguatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah meningkatkan anggaran pendidikan dari Rp 478,4 triliun tahun 2019 menjadi Rp 505,8 triliun tahun 2020. Alokasi anggaran salah satunya untuk program terbaru, yaitu Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-Kuliah) dan kartu prakerja.
Baca juga: Kartu Prakerja Ditopang Insentif Pengurangan Pajak Penghasilan
KIP-Kuliah diberikan untuk 818.000 mahasiswa dari keluarga tidak mampu, sementara kartu Pra-Kerja untuk 2 juta peserta pelatihan di bidang coding, analis data, desain grafis, akuntansi, bahasa asing, barista, agrobisnis, dan operator alat berat.
“Hanya lewat pendidikan yang lebih baik kita dapat memutus mata rantai kemiskinan antar-generasi,” ujar Presiden.
Selain anggaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dipacu melalui insentif fiskal, misalnya, pengurangan pajak penghasilan (PPh) di atas 100 persen atau super deduction untuk pengembangan kegiatan vokasi dan litbang serta industri padat karya.
Baca juga: Jokowinomics dan Peringatan IMF
Insentif fiskal juga diberikan untuk meningkatkan daya saing dan investasi, seperti perluasan tax holiday, perubahan tax allowance, pemberian investment allowance. Fasilitas pembebasan bea masuk dan subsidi pajak juga untuk industri padat karya.
Asumsi makro
Di tengah tekanan ekonomi global, momentum pertumbuhan ekonomi tetap dipelihara. Pemerintah menargetkan perekonomian tahun 2020 tumbuh 5,3 persen dengan Investasi dan konsumsi sebagai motor penggerak utama. Inflasi dijaga tetap rendah pada level 3,1 persen.
Asumsi makro untuk nilai tukar Rp 14.400 per dollar AS, harga minyak mentah sekitar 65 dollar AS per barel, dan surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan di tingkat 5,4 persen. Adapun produksi minyak dan gas siap jual (lifting) masing-masing 734.000 barel dan 1,19 juta barel.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah akan menempuh tiga strategi fiskal melalui memobilisiasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi, meningkatkan kualitas belanja, serta mencari sumber pembiayaan secara hati-hati dan efisien.
Pada 2020, target pendapatan negara ditetapkan Rp 2.221,5 triliun, sementara belanja negara Rp 2.030,8 triliun. Defisit anggaran ditargetkan Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen produk domestik bruto (PDB) dan kesimbangan primer defisit Rp 12 triliun.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, asumsi makro tahun 2020 dinilai cukup realistis dengan mempertimbangkan risiko pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan Internasional yang diperkirakan lebih lemah dari 2018 dan 2019.
“Tantangan dari dalam negeri menjaga kinerja konsumsi dan investasi, serta mengurangi tekanan terhadap ekspor,” kata Sri Mulyani.
Tantangan dari dalam negeri menjaga kinerja konsumsi dan investasi, serta mengurangi tekanan terhadap ekspor.
Sri Mulyani mengatakan, dampak tekanan global berupaya diperkecil melalui penguatan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Alokasi TKDD meningkat Rp 744,6 trilion proyeksi 2019 menjadi Rp 786,8 triliun tahun 2020. Adapun dana desa tahun 2020 sebesar Rp 72 triliun.
Pertumbuhan stagnan
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5,3 persen menunjukkan perekonomian nasional stagnan. Artinya, perekonomian nasional tidak jauh lebih baik dari tahun ini.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2020, pemerintah akan menghadapi tantangan tersendiri, apalagi dengan mengandalkan konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai motor penggeraknya. Sebab, kedua indikator itu pada triwulan II-2019 masih belum memberikan sinyal yang lebih baik sesuai harapan.
"Target investasi masih belum berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II-2019. Termasuk juga daya beli yang perlu digenjot lagi, agar konsumsi masyarakat semakin meningkat," kata dia.
Asumsi pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5,3 persen menunjukkan perekonomian nasional stagnan. Artinya, perekonomian nasional tidak jauh lebih baik dari tahun ini.
Selain itu, pemerintah mengasumsikan pada 2020 nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 1.400 per dollar AS. Asumsi itu lebih tinggi dari proyeksi 2019 (Rp 14.250 per dollar AS) dan realisasi 2018 (Rp 14.247 per dollar AS).
Rizal menilai, asumsi itu menunjukkan pemerintah masih mengkhawatirkan kondisi ekonomi global yang masih sulit diprediksi. Perang dagang AS-China yang terus berkelanjutan akan sangat berdampak pada capaian target asumsi nilai tukar itu.
Di sektor migas, asumsi pemerintah untuk lifting minyak dan gas bumi lebih rendah dari proyeksi 2019. Ini menunjukkan kontribusi dari lifting ini sangat berat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara.
Menurut Rizal, hal itu terjadi karena investasi masih belum berkontribusi dalam usaha di sektor hulu migas. Perlu upaya yang lebih besar dan konkrit agar investasi di sektor itu tumbuh guna menjaga keberlanjutan produksinya.
Baca juga: Pekerjaan Rumah 2019
Lifting migas dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) merupakan dasar perhitungan dalam pelaksanaan anggaran pemerintah. Hal itu terutama untuk perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam sektor migas, penerimaan perpajakan di sektor migas, dan transfer ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil untuk daerah penghasil migas.
"Jika produksi migas dan ICP rendah, hal itu akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Pada akhirnya, hal itu akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional," kata dia.