Wacana kehadiran kementerian baru yakni Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif di pemerintahan Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, 2019-2024, diyakini akan mempercepat perkembangan industri digital dan ekonomi kreatif. Namun, kewenangan kementerian tersebut harus diperjelas agar tidak bertabrakan dengan kewenangan instansi pemerintah lainnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Wacana kehadiran kementerian baru yakni Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif diyakini akan mempercepat perkembangan industri digital dan ekonomi kreatif. Namun, kewenangan kementerian baru tersebut perlu diperjelas agar tidak bertabrakan dengan instansi pemerintah lainnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, akan ada dua kementerian baru dalam kabinet untuk pemerintahan 2019-2024. Salah satunya, Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif.
Wakil Deputi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik menyambut baik wacana itu. Peningkatan dari lembaga menjadi kementerian bisa membuat pengambilan kebijakan lebih luas dan fleksibel.
Namun, kewenangan dan struktur kementerian masih perlu diperjelas. “Kalau bicara kementerian, perlu diperjelas kewenangannya di wilayah apa. Karena kan bicara digital dan ekonomi kreatif itu terlalu luas. Pak Presiden kan masih belum mengumumkan secara resmi, jadi memang belum ada gambaran,” kata Ricky, kepada Kompas, Jumat (16/8/2019).
Ricky mengusulkan, terkait urusan ekonomi kreatif, kementerian itu lebih baik berfokus mengurusi hak kekayaan intelektual. Ini terutama membantu pelaku ekonomi yang memiliki kekayaan intelektual (IP) agar bisa mengekspansi produknya ke luar negeri.
“Agar tidak terlalu luas lebih baik fokus mengembangkan IP. Potensi kita sangat besar di situ. Zaman sekarang ekonomi kreatif ya tentang IP. Bagaimana dari sebuah film bisa meraih untuk dari aksesoris dan lainnya,” tambahnya.
Selain itu, peleburan dengan digital akan menjadi tantangan tersendiri. Hal tersebut membutuhkan adaptasi dan restrukturisasi struktur di dalamnya.
“Kalau menggabungkan dua sektor, ekonomi kreatif dan digital, tantangannya bagaimana bisa adaptasi. Karena Bekraf saja sejak dibuat pertama kali, butuh setahun baru efektif berjalan,” tutur Ricky.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan, kehadiran kementerian yang menangani ekonomi digital sudah mendesak. Sebab, pelaku ekonomi digital semakin banyak.
“Ini akan memudahkan kita terutama dalam hubungannya dengan regulasi. Biasanya kami tidak memiliki kejelasan. Seperti bicara soal pajak digital ke Kementerian Keuangan, lalu hal lain lagi ke Kementerian Perdagangan atau Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ucap Untung.
Sebagai contoh, keberadaan transportasi daring yang semakin masif. Pengaturan transportasi daring sulit dilakukan karena ada dua kementerian yang mengurusi hal tersebut, yakni Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Di satu sisi kan Kemenkominfo karena masuk ke ranah OTT (Over The Top-layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet). Tetapi di satu lagi masuk juga ke dalam Kemenhub karena wilayahnya transportasi. Kalau ada kementerian sendiri, hanya perlu koordinasi saja ke dua kementerian itu,” tutur Untung.
Sementara Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Ajisatria Suleiman menilai, akan lebih baik jika kementerian baru tersebut, fokus ke arah digitalisasi pemerintahan (e-government). Sebab, selama ini tidak ada yang bertanggung jawab dalam ranah itu.
Menurut Aji, kementerian baru bisa saja berwenang dalam infrastruktur digital dan keamanan informasi. Namun, peran itu akan bertabrakan dengan kementerian lain.
"Kan kalau masalah itu sekarang sudah ada Kominfo. Jadi yang paling tepat dan gampang ya mengatur E-Government, lebih urgent karena berkaitan dengan pelayanan publik,” pungkasnya.
Aji menambahkan, keberadaan kementerian tidak akan terlalu berpengaruh jika menangani masalah teknologi finansial. Sebab, urusan itu sudah diawasi oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"BI dan OJK kan sudah memiliki peran dan agenda digitalisasi untuk fintech. Jadi sebenarnya tanpa kementerian juga sudah jalan," ucapnya.