Beberapa tahun terakhir ini, kode busana dalam menghadiri upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI adalah pakaian dari beberapa daerah di Indonesia. Para undangan pun berdatangan ke Kompleks Istana Kepresidenan dengan beragam jenis pakaian tradisional.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
Beberapa tahun terakhir ini, kode busana dalam menghadiri upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI adalah pakaian dari beberapa daerah di Indonesia. Para undangan pun berdatangan ke Kompleks Istana Kepresidenan dengan beragam jenis pakaian tradisional.
Para menteri, perangkat Presiden dan Wakil Presiden, bahkan Pasukan Pengamanan Presiden dan Wapres juga berpakaian tradisional. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengenakan pakaian tradisional Lampung dengan kain songket berwarna perak, sedangkan istrinya, Endang Nugrahani, mengenakan baju bodo dari Sulawesi Selatan.
Kendati berpakaian tradisional, Pramono tetap bersepatu kets warna abu. ”Sepatunya bukan dari Indonesia,” selorohnya. Bersama Presiden Jokowi, hampir semua menteri dan perangkat memilih bersepatu kets supaya bisa bergerak cepat.
Di tepi Istana Merdeka hadir pula Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar yang mengenakan kebaya biru berjarit warna sogan lengkap dengan sanggul kartini. ”Bu Siti bikin pangling. Tak pikir Waljinah,” ujar Pramono berseloroh.
Selama ini, Siti Nurbaya selalu tampil dengan celana panjang dan kemeja. Hampir tak pernah terlihat dia berdandan feminin. Wartawan pun langsung memintanya berpose bersama Pramono dan Endang Nugrahani.
Presiden Joko Widodo sendiri mengenakan baju adat Klungkung, Bali, sedangkan Nyonya Iriana tampil cantik dengan pakaian tradisional dari Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Nyonya Mufidah kali ini kompak menggunakan pakaian adat dari Aceh.
Ditanya alasannya memilih pakaian asal Bali, Jokowi mengatakan sudah pernah mengenakan pakaian dari Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Betawi, dan Bugis secara berganti-ganti. Tahun ini pakaian Sasak dan Bali. Baju adat Sasak, Nusa Tenggara Barat, dikenakan saat Sidang Bersama DPD-DPR 2019, Jumat (16/8/2019).
”Pakaian adat (Indonesia) ini memang ribuan, jumlahnya ribuan, nanti (mengenakan baju tradisional) Maluku, Papua, semua,” ujar Presiden kepada wartawan.
Tak lama, Presiden memperkenalkan seseorang yang berpakaian tradisional Papua dengan rumbai dari rumput dan coretan di wajah dan tubuh. ”Ini kenal enggak? Ini namanya Syarif,” seloroh Presiden.
Wartawan tentu mengenal Inspektur Satu Syarif Muhammad Fitriansyah, asisten ajudan Presiden. Sama halnya dengan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Mayor Jenderal Maruli Simanjuntak yang selalu tampak bercanda ketika berbincang, tetapi serius ketika memberikan petunjuk kepada anggotanya. Kali ini, Maruli mengenakan pakaian adat Aceh.
”Sempat salah pakai topinya, sampai diperbaiki Bu Kapolri,” ujarnya bercerita mengenai kesulitan mengenakan baju adat.
Jika pria Aceh mengenakan baju adat ditambah badik, tentu tidak ada badik di balik pakaian Maruli. ”Kalau ini beceng (pistol) dong,” selorohnya.
Tak hanya tamu undangan dan para pejabat publik, sekitar 300 anggota Paspampres yang bertugas mengamankan Presiden Jokowi, Wapres Kalla, dan Wapres terpilih KH Ma’ruf Amin juga mengenakan beragam baju tradisional.
”Yang penting tidak mengganggu gerak,” tambahnya. Maruli pun merasakan semangat untuk mengenakan pakaian tradisional semakin besar, bahkan menjadi tren.
Pada akhir acara peringatan Detik-detik Proklamasi ini, Wapres Kalla mengucapkan terima kasih karena sebagian besar undangan mengenakan pakaian tradisional. Sebagai penghargaan, tiga orang dengan busana terbaik mendapatkan hadiah sepeda.
Ketiga orang tersebut adalah Khalida yang mengenakan pakaian asal NTT, Adjie Raden M Bachrul yang berpakaian dari daerah Kalimantan, dan Nora Tristyana yang menggunakan pakaian adat Lampung.
Bachrul yang juga Sultan Kerajaan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tak menyangka dirinya dinilai berbusana terbaik. Walakin, dia bersyukur mendapat hadiah sepeda sembari bercerita sempat menunjukkan cincin berbatu warna-warni di jemarinya kepada Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana. ”Wuih cantiknya, kata Bu Jokowi,” tambah Bachrul.
Sementara itu, Nora yang juga istri Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, dirinya memang sudah memiliki kebaya lampung karena suaminya berdarah Lampung. Dia kemudian melengkapi dengan segala aksesori. Untuk mendapatkan hasil maksimal, dandannya pun dimulai pukul 04.00 sampai 07.30.
Soal hadiah, Nora mengaku tak menyangka. ”Memang ini seruan Ibu Negara agar kita semua menggunakan pakaian adat. Tapi kalau dilombakan, lebih ke surprise Ibu sebagai pemimpin yang memberikan perhatian,” ujarnya.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, sejak awal Presiden Jokowi meminta supaya busana adat digunakan pada upacara peringatan Detik-detik Proklamasi ataupun penurunan bendera.
”Harapannya supaya kita lebih mengenal dan mencintai budaya Indonesia yang beragam dan indah. Sebab, meskipun berbeda-beda, semuanya Indonesia,” tuturnya.
Ketua MPR Zulkifli Hasan yang mengenakan baju tapis dari Lampung mengingatkan supaya semua bersama-sama memperkuat persatuan. Presiden Jokowi, sebelum peringatan Detik-detik Proklamasi pun, sempat menyampaikan pesan untuk menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia.
”Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah segala-galanya. Jangan sampai keutuhan NKRI dikorbankan hanya karena pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan presiden,” kata Presiden menegaskan.