Atletik Kembali ”Terusir” dari Stadion Madya
JAKARTA, KOMPAS – Pelatnas cabang atletik PB PASI kembali ”terusir” dari Stadion Madya, Senayan, Jakarta. Hal itu menyusul pertandingan sepakbola antara Persija Jakarta dan Kalteng Putra dalam lanjutan Liga 1 akan berlangsung di Stadion Madya, Selasa (20/8/2019). PB PASI sangat menyesalkan situasi itu karena akan mengganggu konsentrasi hingga suasana hati atlet-atlet yang dituntut oleh negara untuk meraih prestasi tinggi pada SEA Games 2019 yang tidak lama lagi.
Persija menggunakan Stadion Madya karena Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi digunakan oleh Bhayangkara FC yang menjamu PSIS Semarang, sedangkan Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, masih dalam tahap renovasi.
Dalam surat bertanda tangan Kepala Unit Stadion Tenis PPK GBK Zainur Arifin kepada Kepala Unit Stadion Utama PPK GBK mengenai Pemakaian Lintasan Stadion Utama untuk Pelatnas Atletik bertanggal 16 Agustus 2019, disampaikan bahwa pada 20 Agustus 2019 di Stadion Madya akan dilaksanakan pertandingan sepak bola antara Persija melawan Kalteng Putra. Terkait dengan hal tersebut, mereka meminta atlet-atlet pelatnas atletik pindah latihan dari Stadion Madya ke Stadion Utama pada 19-20 Agustus 2019 pukul 06.00-09.00 dan 15.00-18.00.
Manajer pelatnas PB PASI Mustara Musa dihubungi dari Jakarta, Sabtu (17/8/2019), mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan kebijakan tersebut. Sebab, pada pertemuan antara Kemenpora dengan PPK GBK, BPKP, klub Liga 1 Bhayangkara FC, PB PASI, PB Perpani (panahan), PB PRSI (renang), dan PB Pelti (tenis) di Kemenpora, Jakarta, Selasa (9/7/2019), PPK GBK sudah berkomitmen akan lebih mengutamakan pelatnas.
Apalagi sebelumnya, kata Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung, mereka kehilangan waktu latihan hampir 30 hari dari awal 2019 hingga Juli lalu, karena urusan pindah tempat latihan dan kegiatan lainnya.
”Sekarang, pelatnas ternyata kembali tersingkir untuk kegiatan lain. Lalu, kepada siapa lagi kami bisa koordinasikan masalah ini jika koordinasi dengan pihak-pihak berwenang itu saja tidak menyelesaikan masalah ini. Ini benar-benar preseden buruk. Ke depan, bukan tidak mungkin kami atau pelatnas lainnya tersingkir oleh kegiatan lain,” ujar Mustara.
Mustara menuturkan, masalah pemindahan tempat pelatnas bukan hanya masalah pemindahan atlet ataupun peralatan latihan. Lebih dari itu, hal itu juga akan memengaruhi latihan secara keseluruhan. Stadion Madya sudah dirancang sedemikian rupa agar semua nomor pertandingan cabang atletik bisa berlatih di sana. Sementara itu, Stadion Utama GBK lebih difokuskan untuk pertandingan sepak bola.
Adapun cabang atletik terbagi atas nomor lintasan, antara lain lari jarak pendek dan lari gawang, serta nomor lapangan, seperti lempar lembing, lempar cakram, dan tolak peluru. Selama ini, nomor lintasan selalu melakukan pendinginan dengan berlari kecil (joging) di atas rumput. Sedangkan nomor-nomor lapangan harus berlatih di lapangan.
Pemindahan lokasi latihan menjadi masalah karena lapangan Stadion Utama GBK tidak untuk atletik melainkan dirawat khusus untuk sepak bola. ”Ketika pindah nanti, boleh jadi nomor lintasan tidak bisa berlatih dengan optimal, sedangkan nomor lapangan tidak bisa berlatih sama sekali. Secara sports science, kami sangat terdampak negatif dengan kondisi tersebut,” kata Mustara.
Ingat sejarah
Tigor dihubungi terpisah mengutarakan, sesungguhnya, pihaknya sudah sangat lelah membahas masalah ini. Secara umum, hal itu menunjukkan bahwa pemangku kebijakan terkait tidak berpihak terhadap pengembangan olahraga, terutama atletik yang selama ini banyak memberikan prestasi untuk mengharumkan negara di pentas internasional.
Terkait masalah ini, Tigor hanya ingin mengajak semua pihak kembali mengingat sejarah. Menurut ia, dahulu, Kompleks Stadion GBK dibangun bukan sekadar untuk menggelar Asian Games 1962 melainkan juga agar menjadi pusat pembinaan dan latihan olahraga nasional.
Di sisi lain, Tigor melanjutkan, Indonesia sejatinya tidak ada stadion khusus atletik hingga 1985. Pasca Asian Games 1962, Stadion Madya justru tidak digunakan untuk kegiatan atletik semata, melainkan untuk banyak kegiatan lain, antara lain balap anjing. Fasilitas yang ada pun sudah usang dan tidak lagi bisa untuk menggelar perlombaan atletik taraf internasional.
Namun, pada 1983, Ketua Umum PB PASI Bob Hasan mengajukan diri agar Indonesia menjadi tuan rumah Kejuaraan Asia Atletik 1985, pada 25-29 September. Ketika Indonesia terpilih sebagai tuan rumah, Bob Hasan mengajukan renovasi dan pengelolaan Stadion Madya. Setelah usulan itu dipenuhi pemerintah, Bob Hasan menjadikan Stadion Madya sebagai arena khusus atletik lengkap dengan lintasan lari sintetis dan lapangan standar internasional khusus atletik.
”Melihat sejarah yang panjang itu, sudah seharusnya pemangku kebijakan mengutamakan pelatnas di atas kepentingan selain kegiatan negara level utama. Saya tidak hanya berbicara atletik melainkan juga untuk cabang-cabang lainnya,” tutur Tigor.
Sangat merepotkan
Bagi pelatih dan atlet, pemindahan tempat latihan itu sangat merepotkan dan akan berpengaruh pada suasana hati. Pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi menyampaikan, dari yang sudah-sudah saat pindah tempat latihan, mereka harus membawa sendiri peralatan latihan dari Stadion Madya ke Stadion Utama.
Padahal, pelatih dan atlet sudah capai dan lelah berlatih tapi harus ditambah lagi dengan urusan membawa peralatan latihan. ”Ini sangat mengganggu konsentrasi dan juga mood pelatih maupun atlet saat ataupun sesudah latihan,” ujar Ongky.
”Kami ini sebagai atlet inginnya bisa latihan dengan fokus dan nyaman. Kalau terganggu dengan urusan lain selain latihan, itu bisa berdampak buruk pada konsentrasi dan kenyamanan kami,” kata atlet lari gawang putra Rio Maholtra.
Secara keseluruhan, situasi itu sangat berbanding terbalik dengan tuntutan pemerintah terhadap para atlet atletik. ”Sebenarnya situasi ini lucu. Kami diminta meraih prestasi tinggi di SEA Games 2019 nanti, yakni minimal mempertahankan peringkat keempat dengan 5 emas, 7 perak, dan 3 perunggu yang didapat di SEA Games 2017 lalu. Namun, kami justru tidak difasilitasi untuk berlatih dengan optimal,” tutur Mustara.
Tetap prioritaskan pelatnas
Direktur PPK GBK Winarto mengatakan, pihaknya berupaya mengatur pemakaian arena-arena yang ada agar optimal dan pelatnas tetap berjalan. Caranya, bila ada kegiatan selain pelatnas yang ingin memakai arena yang ada, mereka tetap fasilitasi. Saat bersamaan, mereka tetap menjaga pelatnas bisa terus berlangsung dengan memindahkan tempat latihan pelatnas di lokasi lain di kawasan GBK.
Winarto menambahkan, jika dibutuhkan, pihaknya juga siap memberikan bantuan kendaraan untuk membantu pelatnas bersangkutan memindahkan alat latihan. ”Kami harap segenap pihak juga paham dengan kondisi yang ada,” ujarnya. Sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, PPK GBK berstatus Badan Layanan Umum yang salah satu tugasnya adalah merawat aset negara dengan mencari pemasukan dari aset tersebut.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menuturkan, pihaknya juga menyayangkan masih ada pelatnas yang harus bermigrasi karena kegiatan lain selain urusan kenegaraan level utama. Untuk itu, Kemenpora akan berupaya berkoordinasi lagi PPK GBK membahasa masalah tersebut.
”Kami maklum dengan tanggungjawab PPK GBK sebagai BLU. Namun, mereka juga jangan melupakan sejarah dan marwah Kompleks GBK yang dibuat untuk pembinaan dan pengembangan olahraga nasional,” pesan Gatot.