Jangan Biarkan Mereka Tersisih
Tiba di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Siti Jubaidah (72) langsung disambut petugas transporter Bagus Dwi Cahyo (24) yang membawa kursi roda. Perempuan lanjut usia asal Karangrejo , Banyuwangi, itu tinggal duduk di kursi roda untuk mendapat layanan prioritas selama berobat rawat jalan di rumah sakit milik pemerintah daerah Banyuwangi itu.
Jubaidah datang ke RSUD Blambangan diantar oleh anaknya. Namun karena kesibukan kerja yang tidak bisa ditinggal, nenek dua orang cucu itu terpaksa berobat sendirian. Beruntung ada petugas transporter yang sigap melayani dan menemani sejak pendaftaran hingga hendak meninggalkan rumah sakit.
Di loket pendaftaran, Bagus membantu Jubaidah mengurus administrasi. “Nuwun sewu, saged ngampil kartu Gandrungipun, Bu (permisi, bisa pinjam kartu Gandrungnya bu,” ujar Bagus.
Pagi itu, jadwal Jubaidah memeriksakan kondisi kesehatannya. Jubaidah ialah pasien pengidap stroke. Sejak tahun 2007 ia diminta rawat jalan secara rutin. Dalam seminggu tiga kali ia harus menjalani terapi, jadwal tersebut belum termasuk pemeriksaan kesehatan rutin.
Tak perlu mengantre dan menunggu lama, Bagus langsung mengantar Jubaidah ke Poli Penyakit Dalam. Tanpa harus mengambil nomor antrean, Jubaidah langsung mendapat dokumen catatan riwayat sakit dan bisa langsung menuju poli penyakit dalam untuk melanjutkan pemeriksaan medis.
Setibanya di poli, Bagus memarkirkan kursi roda Jubaidah di antara pasien lain yang menunggu antrean. Jika umumnya pasien menyerahkan dokumen rekam medisnya secara langsung kepada petugas, untuk Jubaidah, Bagus tinggal meletakkan kartu Gandrung dan dokumen rekam medis Jubaidah di sebuah kotak bertuliskan ”Pasien Gandrung”.
Tak sampai lima menit, petugas poli umum memanggil nama Jubaidah. Dibantu Bagus, Jubaidah masuk ke ruang pemeriksaan. Dia meninggalkan beberapa pasien yang sudah menunggu lebih lama dari dirinya. Usia pasien-pasien itu jauh lebih muda dari Jubaidah.
Hal serupa juga terjadi saat Jubaidah mengambil obat di instalasi farmasi. Ia hanya duduk manis di kursi roda, sedangkan Bagus mengantarkan resep dokter dan kartu Gandrung ke petugas farmasi.
Berkat kartu Gandrung miliknya, apoteker memprioritaskan peracikan obat untuk Jubaidah. Setelah obat didapatkan, Bagus mengantar Jubaidah ke ruang tunggu hingga anak Jubaidah kembali menjemput. ”Matur sembah nuwun, nggih, cah bagus (terima kasih banyak, ya, anak baik),” ujar Jubaidah kepada Bagus.
“Saya senang karena ada yang nganterin. Kalau tidak ada mereka siapa yang antar saya naik ke poli-poli. Saya bahkan punya nomornya (telepon) adik-adik ini (transporter),” ujar Jubaidah.
Sejak layanan Gandrung dibuka tahun 2017, Jubaidah sudah mendaftar sebagai penerima manfaat. Tak heran terjalin kedekatan antara Jubaidah dengan para petugas transporter. Ia bahkan hapal nama petugas transporter kendati mereka menutup mukanya dengan masker.
Sebagai petugas transporter, Bagus menganggap para pasien lansia tak ubahnya seperti orang tuanya sendiri. Pasalnya ia juga kerap dianggap anak sendiri oleh para pasien lansia yang ia layani.
“Kalau hanya mengantar dan menunggu tidak capai. Saya hanya butuh tenaga ekstra untuk sabar, karena kebanyakan pasien lansia cerewat, ngeyelandan sok tahu. Perhatian sederhana untuk para lansia sudah membuat mereka bahagia dan sangat berterima kasih,” tuturnya.
Layanan prioritas
Layanan prioritas yang didapatkan Jubaidah juga dirasakan 6.000 pasien lain pemegang kartu Gandrung. Program di RSUD Blambangan ini memprioritaskan layanan kesehatan bagi kelompok rentan untuk melengkapi layanan kesehatan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Direktur RSUD Blambangan Siti Asiyah Anggraeni menjelaskan, nama Gandrung dipilih karena tarian tradisional tersebut merupakan ikon Banyuwangi. Namun, lebih dari itu, Gandrung merupakan akronim dari Gerakan Asuhan Nyata pada Disabilitas, Risiko Tinggi, Usia Lanjut, Veteran, Pensiunan, dan Gravida (perempuan hamil).
“Program Gandrung ditujukan bagi pasien penyandang disabilitas, pasien berisiko tinggi yang menderita penyakit menular dan sakit parah, pasien berusia di atas 60 tahun, dan ibu hamil dengan usia kandungan trimester akhir. Mereka menjadi pasien prioritas dan mendapat layanan tanpa harus mengantre,” ujarnya.
Mereka menjadi pasien prioritas dan mendapat layanan tanpa harus mengantre.
Asiyah mengatakan, program Gandrung merupakan upaya untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil. Ketidakadilan bagi Asiyah adalah ketika pasien lanjut usia harus mengantre lama, bersama pasien yang lebih muda, dengan keluhan yang sama.
”Kami tidak tega melihat pasien lansia mengurus dirinya sendiri ketika berobat. Karena itu, kami berikan solusi dengan mengedepankan kasih sayang kepada mereka,” katanya.
Saat ini RSUD Blambangan memiliki enam orang tenaga transporter yang bergantian bertugas, empat orang pada pagi hari dan dua orang pada malam hari. Kerja mereka ditopang dengan 30 unit kursi roda.
Sebelum resmi bertugas para transporter mendapat pelatihan khusus. Pasalnya pekerjaan mereka tidak hanya pelayanan semata melainkan melayani kelompok renta dan butuh perlakuan khusus.
“Para transporter direkrut untuk membahagiakan pasien kategori khusus. Cara menghadapi pasien sejak menyapa, melayani, mengantarkan dan menemani tentu harus lebih dari petugas pelayanan biasa,” ujar Asiyah.
Keberadaan Program Gandrung memberikan pengaruh positif bagi RSUD Blambangan. Beberapa penghargaan yang disumbangkan program Gandrung antara lain,Penghargaan dari Quality Control Circle Commpetiton di Medan dan di Singapura pada 2017, serta Penghargaan dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit Award dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia award pada 2018. Tahun ini, Program Gandrung juga diikut sertakan dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik se Provinsi Jawa Timur.
Tak hanya prestasi, Program Gandrung juga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan kunjungan pasien. Kunjungan pasien pada 2016 yang hanya 84.500 meningkat menjadi 119.894 pasien di tahun 2017.
“Dari total pasien dalam setahun, rata-rata ada sekitar 85 persen pasien kronis. Sebagian besar pasien kronis ialah pasien lansia yang sudah memiliki gangguan fungsi tubuh. Kehadiran Gandrung diharapkan menjadi jawaban atas layanan prima yang harus kami sediakan,” ujar Asiyah.
Berbagi makanan
Program Gandrung adalah satu dari sejumlah inovasi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang pro terhadap lansia. Selain itu, Banyuwangi masih memiliki inovasi lain yaitu Rantang Kasih.
Lansia yang miskin dan hidup sebatang kara dibantu agar tetap sejahtera dengan program ‘Rantang Kasih’. Program pemberian makan bergizi kepada lansia tersebut dilakukan sejak tahun 2017. Sedikitnya ada 3.017 lansia sebatang kara yang mendapat manfaat dari program tersebut.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyebut, angka kemiskinan turun dari 20,9 persen di tahun 2010 menjadi 7,8 persen di tahun 2018. Kemiskinan menjadi keniscayaan dalam sebuah daerah. “Namun bagaimana negara hadir tetap hadir di tengah kemiskinan warganya adalah hal yang pokok. Program rantang kasih menjadi wujud nyata hadirnya negara di tengah kemiskinan warganya,” ujarnya.
Program rantang kasih melibatkan 109 penyedia makanan yang terdiri dari warung maupun warga biasa. Ditahun 2018, Pemerintah Banyuwangi menganggarkan Rp 5,5 miliar untuk program ini. Dana tersebut digunakan untuk membayar makanan yang dimasak penyedia makanan.
Dana tersebut tentu tidak cukup untuk membiayai 3.017 lansia penerima manfaat. Karena itu, Pemerintah Banyuwangi menggandeng Baznas dan membuka donasi bagi siapa saja yang ingin turut serta bersedekah.
Makanan yang dibagikan sudah mendapat supervisi dari puskesmas setempat dan disesuaikan dengan kebutuhan gizi penerima manfaat. Terkait pengiriman makanan ke rumah-rumah lansia, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berkolaborasi dengan ojek daring.
Anas menjadikan program rantang kasih sebagai upaya meningkatkan rasa cinta kepada orangtua. Dia pernah menemukan fakta, seorang lansia yang hidup sendirian dalam kondisi kekurangan, sedangkan anaknya hidup berkecukupan di tempat lain.
“Melihat fakta itu, saya antara ingin marah dan ingin menangis jadi satu. Siapalah kita ini tanpa orang tua. Jadi sayangi orang tua. Termasuk lewat program ini saya mengajak siapa pun untuk ikut terlibat. Jika ada tetangganya yang kesusahan, mari membantu,” ujarnya.
author: ANDREAS BENOE ANGGER PUTRANTO
byline: ANGGER PUTRANTO