Tantangan baru berupa rute yang lebih panjang dan tanjakan yang lebih banyak menjadi menu utama ajang balap sepeda internasional Bank BRI Tour de Indonesia 2019.
Oleh
Herpin Dewanto
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Tantangan baru berupa rute yang lebih panjang dan tanjakan yang lebih banyak menjadi menu utama ajang balap sepeda internasional Bank BRI Tour de Indonesia 2019 yang akan dimulai dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/8/2019). Para pebalap dari 23 negara yang tergabung dalam 18 tim bersiap menaklukkan tantangan baru tersebut.
Lomba balap sepeda jalan raya paling bergengsi di Indonesia ini terdiri atas lima etape dengan jarak tempuh total 825,2 kilometer. Etape I dari Borobudur-Ngawi berjarak 178 km, etape II (Madiun-Batu) menempuh 157,7 km, etape III (Batu-Jember) menempuh 195,9 km, etape IV (Jember-Banyuwangi) menempuh 150 km, dan etape V (Gilimanuk-Batur) menempuh sepanjang 143,6 km pada Jumat (23/8).
Dengan demikian, rute Tour de Indonesia (TdI) 2019 lebih panjang dibandingkan dengan TdI 2018 yang memiliki jarak total 613,3 km. Selain itu, TdI 2019 menawarkan dua tanjakan berkategori hors class (HC) di etape IV (Paltuding) dan etape V (Batur). Kategori HC adalah kategori terberat.
Tantangan baru ini menjadikan para pebalap bersemangat. Pebalap dari tim Thailand Continental Cycling yang tahun lalu tampil sebagai juara, Ariya Phounsavath, merasa sangat termotivasi untuk bisa mempertahankan gelar juara. ”Tahun ini saya datang untuk menang lagi dengan tim yang sama,” kata Phounsavath.
Pebalap asal Laos tersebut mengaku dua etape terakhir TdI 2019 menjadi tantangan terberat karena memiliki tanjakan yang sulit ditaklukkan. Di etape IV mereka akan menjumpai tanjakan di Paltuding yang berada di kawasan Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka kembali menjumpai tanjakan berat di kawasan Batur pada etape V.
Namun, Phounsavath optimistis karena kelima pebalap di timnya jago tanjakan. ”Tetap tidak mudah karena tanjakan yang akan kami hadapi adalah tanjakan yang terberat di Asia,” ujarnya.
Jika Phounsavath punya pengalaman dari tahun lalu, TdI 2019 ini terasa lebih menantang bagi Rohan Du Plooy dari tim ProTouch Continental Pro Cycling (Afrika Selatan) yang baru pertama kali ikut. Namun, ia dan timnya merupakan tim peringkat pertama sementara UCI Africa Tour 2019.
”Ini pertama kali, tetapi kami sudah tahu apa yang harus diwaspadai,” kata Du Plooy. Ia mengaku sudah mendapat banyak masukan dari para pebalap yang berpengalaman melahap lintasan di Asia.
Jadi alat ukur
TdI 2019 adalah lomba balap sepeda kategori UCI 2.1 sehingga tim yang tampil adalah tim pro continental dan tim nasional dari berbagai negara. Oleh karena itu, ajang balap ini sangat penting bagi para atlet Indonesia untuk meraih poin sekaligus mengukur kemampuan diri.
Ajang ini diikuti empat tim Indonesia, yakni Customs Cycling Indonesia, KFC Cycling Team, PGN Road Cycling Team, dan tim nasional Indonesia. Selain tim seperti ProTouch dan Thailand Continental Cycling, masih ada tim kuat di Asia, yaitu Team Sapura Cycling dan Terengganu Inc TSG Cycling. Ada pula tim nomor dua di Oceania, yakni ST George Continental Cycling.
”Semua adalah pesaing berat dan menjadi tolok ukur atlet Indonesia. Dari ajang ini kami akan lihat potensi yang ada,” ujar Manajer Timnas Balap Sepeda Indonesia sekaligus Direktur Lomba TdI 2019 Budi Saputra. Target pebalap Indonesia adalah persiapan untuk menghadapi SEA Games 2019 di Filipina dan mengumpulkan poin kualifikasi olimpiade.
Timnas Indonesia di TdI 2019 menurunkan tim pelapis untuk fokus mencari poin, sedangkan tim utama yang disiapkan ke SEA Games tergabung dalam tim PGN Road Cycling Team. ”Kami hanya berlatih dua pekan di Yogyakarta. Memang tidak cukup karena idealnya harus berlatih minimal dua bulan. Kami kesulitan mengumpulkan atlet yang sibuk dengan klubnya,” ujar Manajer Timnas Indonesia di TdI 2019, Oldy Sofyaan Ali.