Bertumpu pada Kualitas Manusia
Pelambatan pertumbuhan ekonomi, perubahan rantai pasok produksi, investasi dan perdagangan serta gejolak finansial global akan semakin nyata berdampak pada semua negara.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi, perubahan rantai pasok produksi, investasi dan perdagangan serta gejolak finansial global akan semakin nyata berdampak pada semua negara. Sementara perkembangan teknologi mendisrupsi cara kerja lama di semakin banyak sektor usaha. Itulah tantangan perekonomian yang sudah di depan mata.
Pertanyaannya, dengan cara apa kita menghadapinya?
Dalam pidato di depan Rapat Paripurna DPR, Jumat (16/8/2019), Presiden Joko Widodo menyampaikan fokus pembangunan lima tahun mendatang pada sumber daya manusia. Secara lebih rinci dalam Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2020 beserta nota keuangan dijelaskan turunannya pada pembagian pos anggaran.
Anggaran tahun 2020 bertema ”APBN untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia”. Komitmen terhadap manusia juga diteguhkan dalam tema peringatan Kemerdekaan ke-74 RI, yaitu ”SDM Unggul, Indonesia Maju”.
Mengapa pemerintah begitu fokus pada kualitas manusia?
Salah satu tanggung jawab terpenting generasi kita adalah menyiapkan generasi mendatang agar lebih siap menghadapi ketidakpastian. Apalagi, Indonesia akan melewati momentum sangat penting, 100 tahun kemerdekaan pada 2045. Generasi emas 2045 harus disiapkan mulai sekarang.
Pembangunan manusia
Bank Dunia dalam pertemuan di Bali tahun lalu merilis Indeks Pembangunan Manusia 2018. Dalam rilis itu, Indonesia ada di peringkat ke-87 dari 157 negara. Sementara Vietnam di peringkat ke-48, Malaysia 55, Thailand 65, dan Filipina 84. Singapura menempati peringkat pertama. Dari data ini, sudah terlihat betapa besar pekerjaan rumah kita.
Indeks Pembangunan Manusia disusun dengan tujuan meningkatkan kesadaran serta kebutuhan intervensi dalam mempercepat pembangunan manusia. Dari peta tersebut terlihat ke mana investasi harus dialokasikan. Pada periode 2012-2018 terjadi peningkatan skor indeks pembangunan dari 0,50 menjadi 0,53. Dengan investasi yang terencana dan fokus, diharapkan dalam lima tahun mendatang akan terjadi akselerasi Indeks Pembangunan Manusia secara progresif.
Kita memperoleh skor 0,53 pada penilaian 2018. Artinya, dari anak yang lahir sekarang, sebanyak 53 persen kelak akan menjadi manusia yang produktif dengan tingkat pendidikan dan kesehatan memadai. Bandingkan dengan Vietnam 63 persen, sementara Malaysia 62 persen, Thailand 60 persen, dan Filipina 55 persen. Adapun Singapura manusia produktifnya 88 persen. Kita jauh tertinggal dibandingkan dengan tetangga-tetangga kita.
Tahun depan, untuk mendukung fokus pembangunan manusia, RAPBN 2020 memiliki lima prioritas. Pertama, penguatan kualitas SDM untuk mewujudkan SDM sehat, cerdas, terampil, dan sejahtera. Kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi. Ketiga, penguatan program perlindungan sosial. Keempat, penguatan desentralisasi fiskal untuk mendorong kemandirian daerah. Kelima, antisipasi ketidakpastian global.
Dari sisi mata anggaran, ada tiga pos besar yang perlu disinergikan, yakni anggaran pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Dalam RAPBN 2020, anggaran pendidikan direncanakan naik 29,6 persen dibandingkan dengan realisasi 2015, dari Rp 390,3 triliun menjadi Rp 505,8 triliun.
Adapun anggaran kesehatan pada 2020 akan mencapai Rp 132,2 triliun atau naik hampir dua kali lipat dari realisasi anggaran kesehatan pada 2015. Anggaran pendidikan bersifat mandatori 20 persen dari anggaran, sedangkan kesehatan 5 persen.
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pemerintah juga meningkatkan cakupan penerima jaminan sosial di berbagai bidang. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mencakup 96,8 juta jiwa, Program Keluarga Harapan (PKH) pada 10 juta keluarga, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk 15,6 juta keluarga melalui kartu sembako.
Komitmen anggaran adalah satu hal, sedangkan program kerja adalah hal lain yang perlu mendapat perhatian. Dalam kaitannya dengan peningkatan keterampilan generasi muda, baik yang tengah mencari kerja maupun akan berganti pekerjaan, telah diluncurkan Kartu Pra-Kerja.
Melalui program ini, mereka bisa memperoleh kursus keterampilan spesifik, seperti coding, analisis data, desain grafis, akuntansi, bahasa asing, dan barista. Jenis pelatihan yang disediakan diperhitungkan sebagai keterampilan yang diperlukan saat ini dan di masa depan.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana program kerja dikelola dan dilembagakan? Kementerian Ketenagakerjaan tentu punya tanggung jawab mengelola kegiatan tersebut, khususnya melalui Balai Latihan kerja. Meski demikian, perlu transformasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan terkini.
Pertama, perlu melibatkan pihak swasta dan perguruan tinggi dalam menyiapkan tenaga terampil. Kedua, adopsi teknologi dalam fungsi pasar dalam jaringan atau menjembatani penyedia pelatihan dan kebutuhan pelatihan tenaga kerja. Ketiga, pengelolaan yang profesional agar bisa diukur keluaran dampaknya secara nyata.
Keterlibatan swasta tentu meningkat dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 mengenai super deductible tax, khususnya pendidikan vokasi bagi para pekerja.
Kebijakan ini akan mendorong eksosistem yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi) dalam menyiapkan generasi emas yang terampil dan produktif terbentuk.
Pendek kata, ada tiga aspek yang perlu mendapat perhatian dalam menyiapkan manusia unggul di masa depan. Pertama, aspek anggaran, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan proteksi sosial. Kedua, kelembagaan melalui perbaikan institusi terkait arah kebijakan serta prosedur kerja. Ketiga, pengelolaan program kerja yang profesional.
Targetnya, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, bukan sekadar melaksanakan program atau menyediakan anggaran. Pelaksanaan pelatihan harus melibatkan pihak yang memang profesional melakukannya. Pemerintah hanya berfungsi melakukan orkestrasi kegiatan dalam ekosistem yang saling mendukung.
(A PRASETYANTOKO, Pengajar di Unika Atma Jaya)