Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (20/8/2019), kembali mengukuhkan empat penelitinya menjadi Profesor Riset. Mereka adalah Nina Artanti, Jamilah, dan Anny Sulaswatty dari Pusat Penelitian Kimia LIPI, serta Ignasius Dwi Atmana Sutapa dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (20/8/2019), kembali mengukuhkan empat penelitinya menjadi Profesor Riset. Mereka adalah Nina Artanti, Jamilah, dan Anny Sulaswatty dari Pusat Penelitian Kimia LIPI, serta Ignasius Dwi Atmana Sutapa dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI.
Keempat peneliti yang dikukuhkan sebagai profesor riset tersebut berasal dari bidang keilmuan kimia organik, biokima, teknik kimia, dan teknik lingkungan. Pengukuhan Profesor Riset mereka dilakukan pada Selasa pagi di Auditorium Utama LIPI, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta.
Dalam orasi berjudul ”Peran Uji Bioaktivitas untuk Penelitian Herbal dan Bahan Aktif untuk Obat Berbasis Keanekaragaman Hayati”, Nina Artanti mengungkapkan pengalaman historis manusia dengan tumbuhan sebagai bahan terapi telah membantu memperkenalkan senyawa kimia tunggal dalam pengobatan modern yang ada saat ini.
”Uji bioaktivitas merupakan salah satu tahapan penting baik untuk pembuktian ilmiah khasiat herbal ataupun dalam penemuan dan pengembangan obat. Ada berbagai macam uji bioaktivitas yang dapat dimanfaatkan, yaitu bioaktivitas antioksidan, antidiabetes, sitotoksik, dan antibakteri,” kata Nina.
Uji bioaktivitas merupakan salah satu tahapan penting, baik untuk pembuktian ilmiah khasiat herbal maupun dalam penemuan dan pengembangan obat.
Adapun orasi Jamilah berjudul ”Penemuan Senyawa Aktif Baru dari Calophyllum spp sebagai Bahan Baku Obat Antikanker dan Antimalaria”. Jamilah menjelaskan, kanker merupakan penyebab kematian dan kejangkitan yang terbesar di dunia dibandingkan dengan penyakit lain dan jumlahnya meningkat hingga 70 persen dalam dua dekade.
”Sementara malaria adalah penyakit infeksi yang mematikan nomor lima setelah penyakit infeksi saluran napas, HIV/AIDS, diare, dan TBC,” katanya.
Jamilah mengungkapkan, tumbuhan Calophyllum spp mempunyai potensi sebagai sumber bahan baku obat kanker dan malaria. ”Calophyllum mengandung senyawa santon, kumarin, biflavonoid, benzofenon dan neoflavonoid, triterpen, serta steroid yang memiliki aktivitas antiimflamasi, antijamur, antihipoglikemia, antiplatelet, antitumor, antimalaria dan antibakteri serta anti-TBC,” kata Jamilah.
Ia pun menjelaskan, peluang Calophyllum untuk pengembangan obat antikanker dan antimalaria sebagai pengganti obat impor masih terbuka lebar.
Peluang Calophyllum untuk pengembangan obat antikanker dan antimalaria sebagai pengganti obat impor masih terbuka lebar.
Dalam orasi berjudul ”Penerapan Teknologi Nonkonvensional dalam Ekstraksi Komponen Utama Atsiri dan Produk Turunannya di Indonesia”, Anny Sulaswatty mengungkapkan pentingnya memperluas penerapan penelitian fraksinasi, pemurnian, serta perbaikan teknologi ekstraksi untuk meningkatkan nilai jual produk minyak atsiri.
”Riset dan pengembangan teknologi non-konvensional perlu diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah minyak asiri Indonesia sebagai bahan baku pembuatan produk pangan, food additives, serta perasa makanan,” ungkap Anny.
Dia menjelaskan pemanfaatan teknologi nonkonvensional perlu diimplementasikan melalui kerja sama dengan industri, salah satunya telah dilakukan pengembangan green-additives berbasis turunan minyak asiri yang dapat menurunkan kadar air dalam solar hingga 15 persen dan menghemat bahan bakar hingga 8 persen.
Sementara Ignasius Dwi Atmana Sutapa, lewat orasi ”Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG60) sebagai Sarana Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat atas Air di Daerah Gambut”, mengungkapkan, ketiadaan sumber air bersih serta kurangnya pengetahuan mengenai dampaknya terhadap kesehatan memaksa masyarakat yang tinggal di wilayah gambut menggunakan air gambut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”IPAG60 menjadi alternatif teknologi untuk mengolah air gambut menjadi air bersih atau air minum yang memenuhi standar kesehatan,” jelasnya. IPAG60, lanjut Ignasius, dapat mengolah berbagai jenis air gambut menjadi air bersih.
IPAG60 menjadi alternatif teknologi untuk mengolah air gambut menjadi air bersih atau minum yang memenuhi standar kesehatan.
”Hasil uji terhadap kualitas air menunjukkan bahwa air produksi IPAG60 memenuhi standar air golongan A,” kata Ignasius.