Indeks kualitas udara di Kota Bekasi hampir setiap hari berubah-ubah. Perubahan kualitas udara di Kota Bekasi memengaruhi indeks kualitas udara di wilayah lain di Jabodetabek, seperti Jakarta dan Tangerang Selatan. Situasi ini menunjukkan bahwa sumber polusi tak hanya berasal dari Jakarta.
Oleh
STEFANUS ATO/AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Indeks kualitas udara di Kota Bekasi hampir setiap hari berubah-ubah. Perubahan kualitas udara di Kota Bekasi mempengaruhi indeks kualitas udara di wilayah lain, di Jabodetabek, seperti Jakarta dan Tangerang Selatan. Situasi ini menunjukkan bahwa sumber polusi tak hanya berasal dari Jakarta.
Berdasarkan data Airvisual, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta dan Bekasi pada Rabu (21/8/2019) berada di kategori sedang, yaitu 55 untuk Jakarta dan 72 untuk Bekasi. Jika AQI di dua wilayah itu membaik, maka AQI di Tangerang Selatan buruk atau masuk kategori tidak sehat, yaitu 167.
Naik turunnya AQI di dua wilayah itu juga terlihat pada Selasa (20/8/2019). Saat itu AQI Bekasi masuk kategori sehat, yaitu 14. Pada waktu bersamaan, AQI DKI Jakarta dan Tangerang Selatan dikategorikan tidak sehat, yaitu rata-rata 123 untuk Jakarta dan 166 untuk Tangerang Selatan.
Perubahan AQI juga terjadi di jam-jam tertentu, misalnya pada Selasa (20/8/2019) pukul 10.00, AQI Bekasi sebesar 13. Angka itu kemudian meningkat pada pukul 15.00, yaitu 108. Sementara di Jakarta, pada pukul 11.00, AQI mencapai 156. Kemudian, berangsur membaik pada pukul 15.00, yaitu 91.
Kepala Subbidang Analisis Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Adi Ripaldi mengatakan, fenomena berubah-ubahnya tingkat polusi udara di Bekasi, Jakarta, dan Tangerang dipengaruhi oleh pergerakan angin. Namun, perubahan oleh pergerakan angin sebenarnya tidak signifikan meski tetap berpengaruh membawa polusi dan debu.
”Jika melihat arah pergerakan angin saat musim kemarau, angin bergerak dari timur (Australia) menuju barat (Asia) melalui Indonesia. Jika jangkauannya dikecilkan, angin melalui Bekasi menuju Jakarta, lalu bergeser ke daerah Tangerang,” katanya, pada Rabu, di Jakarta.
Ia menambahkan, jika pergerakan angin kencang dari arah timur ke barat, polusi bisa bergeser ke utara (laut). Namun, jika anginnya tidak terlalu kencang, polusi tetap terkonsentrasi di satu wilayah tertentu.
Meski demikian, tingginya polusi udara yang dipengaruhi oleh pergerakan angin sangat minim. Sejauh ini, polusi udara dominan karena kendaraan bermotor yang diperparah lagi dengan musim kemarau yang mulai terjadi pada Mei dan diprediksi hingga Oktober 2019. ”Tingkat polusi tinggi karena kendaraan. Hal itu semakin diperparah dengan musim kemarau panjang di Pulau Jawa,” ujar Adi.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Mas Sriwati mengatakan, ruang udara merupakan ruang bebas sehingga udara bisa bergerak ke mana saja. Namun, sejauh ini polusi di Bekasi dominan dipengaruhi polusi dari kendaraan bermotor. ”Jadi, wajar kalau di jam tertentu udara Bekasi membaik. Sore itu rata-rata buruk karena mobilitas kendaraan bermotor di jalan cukup tinggi,” katanya, Rabu, di Bekasi.
Inventarisasi emisi
Juru Kampanye Iklim dan Energi dari Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, yang dihubungi terpisah mengatakan, data inventarisasi emisi atau sumber pencemaran perlu dilakukan tidak hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, tetapi juga oleh pemerintah di Banten dan Jawa Barat.
Inventarisasi merupakan salah satu upaya pengendalian pencemaran udara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.
Inventarisasi emisi, kata Bondan, harus dilakukan dinas lingkungan hidup di setiap daerah. Hal ini karena sumber polusi tidak hanya dari Jakarta saja. ”Inventarisasi penting agar status mutu udara DKI Jakarta dan sekitarnya serta strategi dan rencana aksi dapat ditetapkan kepala daerah. Ini tidak hanya tugas Pemprov DKI Jakarta saja, Banten dan Jawa Barat juga harus melakukan inventarisasi sebagai bukti tanggung jawab,” kata Bondan.