Penampungan Pengungsi Asing di DKI Jakarta Akan Ditutup 31 Agustus
Penampungan pengungsi asing dan pencari suaka sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di lahan eks Kodim Jakarta Barat, Daan Mogot, akan ditutup pada 31 Agustus 2019. Layanan makanan, air, dan kesehatan dihentikan mulai hari ini, 22 Agustus 2019. Hingga saat terakhir, lebih dari 1.000 pengungsi dan pencari suaka tinggal di penampungan itu.
Oleh
irene sarwindaningrum
·4 menit baca
Penampungan pengungsi asing dan pencari suaka sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di lahan eks Kodim Jakarta Barat, Daan Mogot, akan ditutup pada 31 Agustus 2019. Layanan makanan, air, dan kesehatan dihentikan mulai hari ini, 22 Agustus 2019. Hingga saat terakhir, lebih dari 1.000 pengungsi dan pencari suaka tinggal di penampungan itu.
JAKARTA, KOMPAS — Penampungan pengungsi asing dan pencari suaka sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di lahan eks Kodim Jakarta Barat, Daan Mogot, akan ditutup pada 31 Agustus 2019. Layanan makanan, air, dan kesehatan dihentikan mulai hari ini, 22 Agustus 2019. Hingga saat terakhir, lebih dari 1.000 pengungsi dan pencari suaka tinggal di penampungan itu.
Dalam pertemuan antara DPRD DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Komisi Tinggi untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) yang digelar di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (21/8/2019), belum jelas penanganan lebih dari 1.000 pengungsi asing dan pencari suaka itu setelah 31 Agustus.
Petugas Senior Perlindungan UNHCR Julia Zajkowski hanya mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi penutupan penampungan sementara tersebut pada para penghuni penampungan. ”Saat ini UNHCR tidak punya sumber daya lagi untuk memberikan jatah makanan pada mereka,” katanya.
Menurut data UNHCR, jumlah penghuni terakhir penampungan itu sebanyak 1.092 orang yang didominasi pengungsi dari Afghanistan. Namun, data dari Pemerintah Kota Jakarta Barat sebanyak 1.152 orang.
Menurut Julia, pihaknya juga tengah melakukan pendataan siapa saja pengungsi asing dan pencari suaka yang akan diberi bantuan keuangan. Mereka adalah orang-orang yang dinilai rentan secara ekonomi. Pihaknya berharap Pemerintah Indonesia memberi mereka kesempatan untuk menghidupi diri sendiri di Indonesia dengan memperbolehkan bekerja.
Dari sekitar 14.000 pengungsi asing dan pencari suaka di Indonesia, pihak UNHCR hanya bisa memberikan penempatan di negara tujuan pada lebih kurang 900 orang tahun ini. Minimnya jumlah ini karena jumlah orang yang dapat ditempatkan sangat tergantung pada jumlah yang diberikan oleh negara tujuan.
”Kami berharap bisa memberikan lebih banyak penempatan lagi, tetapi ini sangat sulit selama belum ada hukum internasional yang mengharuskan negara-negara membuka tempat untuk pengungsi asing dan pencari suaka,” katanya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Taufan Bakri mengatakan, penampungan di lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu dihentikan karena ketidakmampuan pemerintah untuk menunjang bantuan sosial.
Setelah sempat memberi makan selama sekitar tiga pekan sejak penempatan pada 11 Juli lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghentikan bantuan. UNHCR sempat memberi jatah makan selama sekitar 10 hari, tetapi kemudian menghentikannya.
Pemberian jatah makan setelah itu hanya mengandalkan bantuan dari donatur, salah satu bantuan terbesar dari Bank Mayapada. ”Sekarang bantuan donasi sudah hampir tidak ada lagi,” ujarnya.
Taufan tak menjelaskan secara detail bagaimana pengawasan dan penanganan setelah semua pihak angkat tangan. Ia mengatakan, sosialisasi bahwa penampungan itu ditutup pada 31 Agustus dan mereka dipersilakan mencari tempat sendiri.
Taufan tak menjelaskan secara detail bagaimana pengawasan dan penanganan setelah semua pihak angkat tangan. Ia mengatakan, sosialisasi bahwa penampungan itu ditutup pada 31 Agustus dan mereka dipersilakan mencari tempat sendiri.
Untuk pengawasan, menurut dia, pihaknya masih menunggu koordinasi dari pemerintah pusat. Namun, ia memastikan pengawasan akan tetap berlangsung oleh berbagai lembaga pemerintah terkait, seperti Imigrasi, intelejen, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
”Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kan, kemampuannya terbatas karena itu kita kerja sama dengan semua lini untuk aspek keamanan,” ujarnya.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang memimpin rapat itu mengatakan, Indonesia, dengan aturan bebas visa, rentan menjadi negara transit bagi pengungsi asing dan pencari suaka. Sementara itu, diperkirakan ada pula yang mencari kesempatan itu dengan masuk legal menggunakan paspor kemudian menghilangkan paspornya.
”Jangan sampai di sini nanti terjadi penumpukan migran asing,” katanya.
Selama ini, keberadaan pengungsi asing telah menuai protes dari warga di lokasi penampungan itu. Warga Daan Mogot Baru khawatir terjadi masalah sosial, mulai dari gelandangan, pencurian, masalah keamanan, hingga prostitusi.
Kecemasan ini meruncing saat dua remaja pria di bawah umur dari penampungan itu ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Pusat dan dicurigai tengah dalam praktik prostitusi.
”Kami sudah kirimkan surat protes kepada pemerintah untuk relokasi penampungan. Kalau tidak ada tanggapan, akan kami tempuh jalur hukum,” kata kuasa hukum warga Daan Mogot Baru, Rinto Wardana.
Permasalahan pengungsi asing dan pencari suaka ini semakin rentan terjadi di Jakarta terutama karena negara-negara maju yang menjadi tujuan mulai menutup pintu dan memperketat masuknya migran. Pendanaan untuk pengungsi asing secara internasional pun semakin minim.