Bantuan Dorong Berbuah Bidon di Tanjakan Erek-Erek
Go… Go… Go…
Ale… Ale… Ale…
Ngenjot’o sak kemengmu…
Lereng Gunung Ijen yang biasanya sepi pada siang hari mendadak riuh dengan teriakan dan sorakan penyemangat. Teriakan-teriakan semakin kencang saat sejumlah pebalap berjuang setengah mati mengayuh pedalnya di jalan menanjak. Di tanjakan itu kecepatan para pebalap tak lebih dari 5 km per jam. Roda sepeda mereka berputar sangat pelan.
Wajah para pebalap menampilkan raut muka tersiksa. Hanya sedikit yang tersenyum saat mendapat bakaran semangat. Sisanya, justru menjulurkan lidah, membuka mulut selebar-lebarnya dan kadang berteriak sekencang-kencangnya. Dahi mereka berkerut. Keringat meluncur mulus, menetes di jalanan.
Sesekali mereka berdiri, berharap mendapat tambahan tenaga untuk menginjak pedal agar roda tetap melaju walau perlahan. Bila jalan lurus tak mampu, jalan zig-zag ke kiri dan kanan dijajal dengan harapan jalan terasa lebih landai.
Rute tersebut tersaji di etape keempat ajang balap sepeda internasional Bank BRI Tour d’Indonesia (TdI), Kamis (22/8/2019). Pada hari itu, para pebalap disuguhi rute sepanjang 147,3 km dari Jember hingga Paltuding di Banyuwangi. Paltuding yang berada di ketinggian 1.875 mdpl merupakan titik pemberangkatan bagi para pendaki yang ingin naik ke Gunung Ijen.
Sebelum sampai di sana, para pebalap harus mulai mendaki dari kota Banyuwangi yang berada di ketinggian 20 mdpl. Penyelenggara TdI menetapkan titik jalur pendakian para pebalap ada di 17 km jelang garis finis.
Dari jalur sepanjang itu, jalur yang yang paling menyiksa ialah di Tanjakan Erek-Erek yang berada di 7 km terakhir. Tanjakan tersebut kemiringannya lebih dari 45 derajat. Itu artinya, dengan tenaga yang tersisa para pebalap harus mengayuh di jalan yang sangat curam. Tak heran bila banyak orang menyebut, jalur tersebut sebagai "jalur neraka".
Jangankan para pebalap yang kesulitan, mobil pengiring yang telat mengambil ancang-ancang kerap tak bisa menanjak dan harus didorong terlebih dahulu. Bahkan, sepeda motor milik marshal jatuh terguling karena tak mampu berjalan menanjak dalam kecepatan rendah.
Bau kampas kopling yang hangus sontak menyeruak ketika mobil-mobil pengiring kesulitan menanjak. Ketika mobil mampu melaju, bekas gesekan ban tertinggal jelas di aspal.
Tanjakan Erek-Erek, selalu menjadi spot paling menarik bagi warga yang menonton. Setiap gelaran balap sepeda Intenational Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) yang digelar sejak tahun 2012, tanjakan tersebut tak pernah absen dilalui.
Untuk gelaran TdI, tahun ini merupakan kali pertama jalur tersebut dilintasi. Tahun sebelumnya, rute yang dilalui hanya di sekitar kota Banyuwangi.
Dorongan
“Saya paling senang nonton balapan sepeda di sini (tanjakan erek-erek). Seru lihat para pebalap kesulitan nanjak sampai ngeden-ngeden (mengejan),” ujar Sumarsono (32) sambil terkekeh.
Di sana penonton tak hanya menonton dan bersorak. Mereka juga memberi semangat bagi para pebalap yang mati-matian menambah laju sepeda.
Sebelum rombongan pebalap melintas, sejumlah pemuda membuat tulisan di aspal dengan menggoreskan berulang-ulang bebatuan yang mereka temukan di pinggir jalan. “Go… Go… Go… Indonesia,” tulis mereka.
Ketika para pebalap melintas, sebagian penonton membawa botol air mineral. Tak hanya ditawarkan, air di dalam kemasan kadang mereka siramkan ke tubuh para pebalap.
Bahkan, tak sedikit pebalap yang kesulitan menanjak dibantu para penonton dengan dorongan. Dengan tangan di sedel pebalap, mereka mendorong sambil berlari kecil.
“Ayo!! Ndang mlakuo sing banter. Sithik maneh wes tekan (Ayo, segera melaju yang kencang. Sedikit lagi sudah sampai),” teriak mereka sambil mendorong.
Tentu saja para pebalap asing itu tak paham apa yang diserukan para penonton. Namun, upaya mereka membantu para pebalap pastinya dipahami sebagai bentuk dukungan.
Hal itu dilakukan berulang-ulang dengan sukarela. Ya, suka rela karena mereka tidak meminta upah.
Bidon
Namun bila diperhatikan dengan seksama, beberapa penonton ada yang mengambil kesempatan. Mereka tidak sekedar mendorong atau memberikan minum. Mereka ternyata mengambil atau menukar bidon (botol minum) milik para pebalap.
Saat tangan kanan mendorong sadel dari belakang, tangan kiri mereka berusaha meraih satu dari dua bidon yang ada di kerangka sepeda. Sebagian pebalap yang sadar menegur aksi para penonton dengan hardikan ‘Hey..Hey..’ atau dengan seruan jelas ‘No Bidon… No!’.
Namun, beberapa pebalap ada yang tak sadar atau memang merelakan bidonnya diambil. Memang tak semuanya diambil. Ada pula yang ditukar, dengan bidon berisi air. Namun, tentu ditukar dengan bidon yang kondisinya lebih jelek.
“Lumayan dapat bidon mahal. Kalau beli paling murah 250.000. Itupun tidak sebagus milik para pebalap. Punya mereka ditekan sedikit langsung keluar banyak, karena bahannya plastik yang lembut. Kalau bidon yang dijual di toko sepeda, keras dan susah mencetnya,” ujar Joni (24) salah satu warga yang enggan nama aslinya diketahui.
Joni yang juga hobi bersepeda itu mengatakan, ia sengaja membawa tiga bidon dari rumah. Ia sudah berencana menonton balapan di tanjakan erek-erek karena mengincar bidon milik para pebalap.
Ia paham, kecepatan, kebutuhan, dan kelemahan para pebalap saat mendaki di ‘tanjakan setan’ itu. Momentum itu ia jadikan kesempatan untuk menukar bidon miliknya dengan milik pembalap.
“Hari ini cuma dapat satu. Saya dapat saat membantu pebalap KSPO (Bianchi) dari Korea. Lihat nih, bagus kan. Bedakan dengan punya saya,” tuturnya sambil menunjukkan kedua botol.
Pebalab Sepeda asal Kinan Cycling Team Jepang Thomas Lebas mengakui, antusiasme penonton di Banyuwangi memang luar biasa. Thomas sudah beberapa kali mengikuti balap sepeda di Banyuwangi dan selalu senang saat melintasi Tanjakan Erek-Erek.
“Sorak-sorai penonton saat KoM (King of Mountain/Tanjakan Erek-Erek) sangat luar biasa. Mereka memberikan semangat bagi kami. Namun saya selalu menolak bila ada penonton yang ingin membantu saya,” ujar Lebas.
Pelatih Tim KSPO Bianchi Korea Kang San-beul menyesalkan tindakan para penonton. Menurut dia tindakan tersebut patut diberi hukuman. “Baru di sini kami mengalami kejadian seperti itu. Di tempat lain tidak ada,” ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) Raja Sapta Oktohari menyebut, bantuan berupa dorongan dari penonton merupakan bagian dari keramahan orang Indonesia. Sedangkan aksi mengambil bidon pebalap merupakan bentuk ueforia warga.
“Tentu itu tidak bisa dibenarkan dalam ajang internasional. Namun, perlahan kami juga akan terus mengedukasi warga bahwa hal itu tidak boleh dilakukan,” ujar Okto.
Bagi Anda yang ingin menjajal adu cepat bersepeda di Tanjakan Erek-Erek, selain fokus pada kayuhan jangan lupa perhatikan bekal minuman Anda. Lengah sedikit, rasa sesal dan haus berkepanjangan menanti Anda hingga finis.