Sudah Tercapaikah Tujuan Kemerdekaan Indonesia?
Sabtu, 18 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB. Soekarno yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sehari sebelumnya segera memulai pertemuan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Turut hadir sejumlah tokoh negara, seperti Mohammad Hatta, Soepomo, Oto Iskandardinata, dan I Gusti Ktut Pudja.
Kemerdekaan Indonesia baru genap berusia 24 jam saat Soekarno membuka sidang di hadapan 26 tokoh bangsa. Sidang itu kemudian menghasilkan suatu kesepakatan penting, yakni tentang tujuan kemerdekaan yang hingga kini masih coba untuk diwujudkan.
Sabtu, 18 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB. Soekarno yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sehari sebelumnya segera memulai pertemuan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Turut hadir sejumlah tokoh negara, seperti Mohammad Hatta, Soepomo, Oto Iskandardinata, dan I Gusti Ktut Pudja.
Pertemuan yang digelar di Gedung Tyuuoo Sangi-in (kini Gedung Pancasila), Jakarta, itu mengagendakan pengesahan Undang-Undang Dasar, termasuk di dalamnya pengesahan naskah pembukaan atau preambule. Konsep pembukaan UUD ini sebelumnya telah dibahas Panitia Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945.
Meski Piagam Jakarta telah disepakati, pembahasan naskah pembukaan UUD tak serta-merta dengan mudah mencapai kata sepakat. Diskusi masih berlangsung untuk sejumlah perubahan diksi. Salah satunya antara Soekarno, Hatta, dan Oto Iskandardinata, yang mendiskusikan penggunaan kata ”pintu gerbang” dalam alinea kedua pembukaan UUD 1945.
Empat tujuan dari pembentukan pemerintahan Negara Indonesia, yakni melindungi bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, hingga kontribusi pada ketertiban dunia.
Setelah mendengarkan masukan dari sejumlah tokoh, pertemuan akhirnya menghasilkan kesepakatan tentang pembukaan UUD. Di dalamnya tercantum empat tujuan dari pembentukan pemerintahan Negara Indonesia, yakni melindungi bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, hingga kontribusi pada ketertiban dunia.
Kini, 74 tahun setelah disepakati, Indonesia masih mencoba untuk mencapai empat tujuan kemerdekaan tersebut. Beberapa bidang telah menunjukkan arah yang tepat untuk mencapai tujuan yang diamanatkan. Namun, masih tersisa pekerjaan rumah pada beberapa bidang lainnya untuk mencapai tujuan sesuai pembukaan UUD.
Perlindungan
Capaian sekaligus tantangan terlihat pada tujuan pertama, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Upaya perlindungan salah satunya tecermin dari kesepakatan perdamaian antara Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 2005 silam di Helsinki, Finlandia.
Perlindungan juga diberikan pada sektor tenaga kerja. Di dalam negeri, upaya perlindungan salah satunya terlihat dari penggagalan upaya penyelundupan 114 calon TKI ilegal di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, tahun 1997. Upaya penyelundupan kala itu juga menyertakan 13 orang anak di bawah umur (Kompas, 13 Oktober 1997).
Di luar negeri, upaya perlindungan juga dilakukan. Salah satunya saat membebaskan warga negara Indonesia dari sandera bajak laut Somalia pada tahun 2011. Saat itu, pembebasan turut melibatkan Komando Pasukan Katak dan Komando Pasukan Khusus dari TNI.
Namun, di balik sejumlah upaya perlindungan yang telah dilakukan, masih terdapat pekerjaan rumah dalam rangka pemberian perlindungan bagi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Salah satunya adalah pada bidang perlindungan perempuan.
Menurut catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, masih terdapat kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan. Pada tahun 2018 lalu, misalnya, terdapat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini meningkat hingga 16,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 348.466 kasus kekerasan.
Kekerasan juga terjadi dalam ranah keluarga. Sepanjang tahun 2018 lalu terdapat 5.114 kasus kekerasan terhadap istri. Tak hanya itu, pada tahun yang sama juga masih terdapat 1.417 kasus kekerasan yang dialami anak perempuan.
Masih adanya kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak tentu menjadi lampu kuning dalam upaya perlindungan bagi masyarakat Indonesia. Sebab, Pasal 28I dalam UUD menyatakan bahwa hak untuk tidak disiksa merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Kesejahteraan
Tujuan kedua yang masih diupayakan untuk dicapai adalah memajukan kesejahteraan umum. Upaya ini dapat dilihat dari sejumlah indikator, salah satunya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah indikator yang dapat mengukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia, baik pada bidang kesehatan maupun pendidikan.
Sejak 2010 hingga 2018, IPM di Indonesia tercatat mengalami kenaikan dari 66,53 tahun 2010 menjadi 71,39 tahun 2018. Selain itu, angka ketimpangan juga menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan Indeks Rasio Gini. Pada Maret 2011, Indeks Rasio Gini di Indonesia mencapai 0,410 dan turun menjadi 0,382 pada Maret 2019. Artinya, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia semakin mengecil.
Meski demikian, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah untuk dapat mencapai tujuan kesejahteraan sesuai amanat pendiri bangsa. Salah satunya adalah kemiskinan yang masih tersebar pada setiap daerah di Indonesia.
Pada Maret 2019 lalu, Maluku dan Papua menjadi wilayah dengan persentase kemiskinan tertinggi, yakni 20,91 persen atau sebesar 1,5 juta jiwa. Menilik berdasarkan wilayah, angka kemiskinan terbesar ada di daerah perdesaan di Papua dan Maluku yang mencapai 29,12 persen atau sebesar 1,4 juta jiwa. Artinya, hampir sepertiga penduduk perdesaan di wilayah ini masih terjebak dalam belenggu kemiskinan.
Sementara dari sisi jumlah penduduk, persoalan utama kemiskinan masih terdapat di Pulau Jawa dengan 12,7 juta penduduk miskin. Penduduk miskin di Pulau Jawa tersebar merata di perkotaan (6,4 juta jiwa) dan perdesaan (6,3 juta jiwa). Kondisi ini menggambarkan bahwa tujuan kesejahteraan sesuai amanat pembukaan UUD belum sepenuhnya tercapai.
Pendidikan
Pada tujuan ketiga, yakni tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, capaian yang dihasilkan juga sejalan dengan masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Capaian salah satunya terlihat dari angka buta huruf yang menunjukkan penurunan.
Pada tahun 2009, masih terdapat 7,42 persen penduduk di Indonesia di atas 15 tahun yang masuk pada kategori buta huruf. Persentase ini mengalami penurunan hingga tahun 2018 mencapai 4,34 persen.
Capaian selanjutnya adalah pada angka partisipasi sekolah yang meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Pada kelompok usia 7-12 tahun, misalnya, angka partisipasi sekolah meningkat
Dari 98,82 pada tahun 2014 menjadi 99,22 pada tahun 2018. Artinya, semakin banyak penduduk berusia 7-12 tahun yang mencicipi bangku pendidikan.
Namun, di balik capaian ini, masih terdapat sejumlah catatan. Salah satunya adalah angka putus sekolah di Indonesia yang masih cukup tinggi.
Angka putus sekolah adalah perbandingan antara jumlah pelajar yang putus sekolah dan total pelajar pada tingkat yang sama pada tahun sebelumnya. Semakin kecil angka putus sekolah, semakin rendah tingkat putus sekolah pada jenjang pendidikan tersebut.
Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga masih terkendala dari sisi infrastruktur fisik.
Pada jenjang sekolah dasar, putus sekolah masih dialami pelajar pada setiap tingkat pendidikan tahun ajaran 2017/2018 lalu. Tertinggi, putus sekolah dialami pelajar kelas VI SD dengan angka putus sekolah sebesar 0,23.
Pada jenjang pendidikan menengah, angka putus sekolah jauh lebih tinggi, khususnya pada pendidikan kejuruan. Pada tahun ajaran 2017/2018 lalu, angka putus sekolah pada pelajar kelas XII SMK mencapai 3,13. Angka putus sekolah ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelas X (0,62) dan kelas XI (1,26).
Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga masih terkendala dari sisi infrastruktur fisik. Pada tahun ajaran 2017/20018 lalu, masih terdapat 1,2 juta ruang kelas yang mengalami kerusakan pada jenjang pendidikan pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Angka kerusakan ini setara dengan 69,4 persen dari total ruang kelas di Indonesia dari kategori rusak ringan hingga rusak berat. Tentu, kondisi ini menjadi pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan karena merupakan jalan untuk mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perdamaian dunia
Tujuan kemerdekaan keempat adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selama tujuh dekade kemerdekaan, Indonesia telah banyak terlibat dalam upaya perdamaian internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat.
Indonesia juga turut aktif dalam mengirimkan lebih dari 38.000 pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957 hingga 2018 lalu. Terbaru, pada 8 Juni 2018, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Kini, Indonesia juga masih berupaya untuk berperan dalam perdamaian dunia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan dukungan untuk kemerdekaan di Palestina. Dukungan ini salah satunya terlihat dari Declaration on Palestine yang disepakati dalam Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika pada April 2015 lalu.
Indonesia juga menaruh perhatian pada situasi di Timur Tengah. Kondisi ini salah satunya pernah dibahas secara khusus saat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang Timur Tengah di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada 22 Mei 2019.
”Di dalam Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjoangan sekarang, lain coraknya,” (Soekarno, 1 Juni 1945).
Kondisi keamanan dunia saat ini sekaligus menjadi tantangan baru bagi Indonesia untuk ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia. Keterlibatan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia tetap diperlukan karena merupakan amanat dari pembukaan UUD 1945.
Dari keempat tujuan dibentuknya pemerintahan negara, Indonesia masih berupaya untuk mencapai amanat tersebut. Masih dibutuhkan upaya dan kerja sama secara lebih luas agar tujuan tersebut benar-benar tercapai secara merata, baik pada bidang perlindungan warga negara, kesejahteraan, pendidikan, maupun kontribusi pada perdamaian dunia.
Tentu, upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia akan berbeda seiring perkembangan zaman. Seperti yang disampaikan Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, ”Di dalam Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjoangan sekarang, lain coraknya.” (Dedy Afrianto/Litbang Kompas)