Rekor Dunia Menjadi Momok
Kurang dari sebulan menjelang Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019, lifter-lifter andalan Indonesia menghadapi tantangan yang sangat berat untuk mencapai angkatan total mendekati rekor dunia. Semakin jauh dari rekor dunia, maka semakin kecil peluang lifter Indonesia tampil di Olimpiade Tokyo 2020.
Kejuaraan Dunia akan bergulir di Pattaya, Thailand, 18-28 September 2019. Ajang ini termasuk dalam kualifikasi Olimpiade dengan level emas, atau menyediakan poin peringkat dunia tertinggi.
Berdasarkan aturan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), kualifikasi Olimpiade memakai sistem robi poin. Ini merupakan metode perhitungan poin peringkat dunia dengan cara membandingkan hasil angkatan individu dengan rekor dunia sesuai kategori lomba.
Lifter yang dapat mencapai rekor dunia akan mendapatkan poin 1.000. Semakin jauh angkatan atlet di bawah rekor, maka semakin sedikit pula poin yang didapatkan. Poin pada setiap kejuaraan akan diakumulasi untuk menentukan peringkat dunia. Hanya lifter yang termasuk dalam peringkat delapan besar dunia yang dapat bersaing dalam pesta olahraga empat tahunan, Olimpiade.
Indonesia baru menempatkan satu lifter di peringkat keenam, yaitu Eko Yuli Irawan di kelas 61 kg. Lifter-lifter lain masih berada di luar sepuluh besar dunia. Oleh karena itu, di Pattaya, lifter-lifter “Merah Putih” ditantang untuk melakukan total angkatan mendekati rekor untuk mendapatkan poin tinggi.
Ini bukanlah persoalan yang mudah mengingat hingga kini, angkatan mereka masih di bawah rekor dunia. Lebarnya jurang selisih angkatan atlet terlihat dalam Kejuaraan Nasional PABBSI 2019 yang bergulir di GOR Tri Lomba Juang, Bandung, Jabar, 20 – 24 Agustus 2019.
Dalam ajang yang termasuk dalam seleksi timnas SEA Games 2019, Eko Yuli, misalnya, meraih tiga keping emas setelah melakukan angkatan total 306 kg, terdiri dari snatch 135 kg, serta clean and jerk 171 kg. Namun, jumlah angkatan Eko belum mendekati angkatan terbaiknya, yang merupakan rekor dunia angkat besi 2018, yaitu 317 kg (snatch 143 kg, clean and jerk 173 kg).
Di Kejuaraan Dunia, Eko Yuli memasang target bisa memperbaiki angkatan mendekati rekor dunia. “Berhasil mempertahankan gelar juara dunia tentu saja menjadi cita-cita. Tetapi yang paling penting angkatan saya harus bisa meningkat.” tutur juara dunia 2018 itu.
Eko Yuli mengatakan, dia harus bisa mendekati rekor dunia agar bisa mendapatkan peringkat dunia yang tinggi. “Target saya, setelah Kejuaraan Dunia saya hanya ingin ikut SEA Games 2019 dan Kejuaraan Asia 2020. Setelah itu fokus persiapan Olimpiade. Kalau peringkat saya bagus, saya tidak perlu ikut kejuaraan-kejuaraan yang lainnya lagi,” ujarnya.
Lifter di kelas 67 kg, Deni yang mewakili Bengkulu, juga meraih tiga emas dengan angkatan total 313 kg (snatch 140 kg, clean and jerk 173 kg). Tetapi, jumlah angkatan ini masih jauh di bawah rekor 339 kg (snatch 154 kg, clean and jerk 185 kg) yang dipegang oleh lifter China, Chen Lijun.
Di kategori 73 kg, lifter muda Rahmat Erwin Abdullah membuat kejutan dengan mengalahkan seniornya, Triyatno. Tampil mewakili Sulsel, Rahmat melakukan angkatan total 321 kg, yang terdiri dari snatch 145 kg, dan clean and jerk 176 kg. Rekor dunia untuk kategori ini dipegang oleh lifter China, Shi Zhiyong, dengan angkatan total 362 kg, terdiri dari snatch 168, clean and jerk 194 kg.
Tantangan besar
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya mengatakan, penghitungan poin peringkat dunia melalui sistem robi poin memang sangat \'menyeramkan\'. “Kalau angkatan turun, maka poin peringkat dunia juga turun drastis,” kata Alamsyah.
Alamsyah mengatakan, kalau lifter-lifter Indonesia ingin tampil di Olimpiade maka tak ada cara selain berusaha mengulang angkatan terbaik mereka dan berusaha sedekat mungkin dengan rekor dunia.“Itu artinya, Eko harus bermain di angkatan total 315 – 317 kg, Deni harus bisa bermain di angkatan total 325 kg, Triyatno harus bisa mencapai 345 kg,” kata dia.
Di kategori putri, Indonesia harus realistis memasang target untuk Windy Cantika Aisah. Meskipun sukses melewati tiga rekor dunia remaja atas namanya sendiri untuk angkatan total 187 kg (snatch 84 kg, clean and jerk 103 kg), angkatan ini masih terpaut 23 kg di bawah rekor lifter senior. Rekor dunia untuk kelas 49 kg dipegang oleh Hou Zhihui (China) dengan 210 kg (94 kg, 116 kg).
Mengamati progres latihan Cantika, lifter putri itu dapat menaikkan jumlah angkatan sebanyak 2-4 kg per bulan. Saat tampil di Kejuaraan Asia, pada Mei lalu, dia melakukan angkatan total 177 kg. Pada Juni, di Kejuaraan Dunia Yunior, jumlah angkatan total meningkat jadi 179 kg. Dua bulan kemudian, di Kejuaraan Nasional, angkatan total Cantika meningkat sebanyak delapan kg. Dengan waktu yang terbatas, kemungkinan besar tak ada lonjakan angkatan dari lifter putri Indonesia.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah kondisi fisik dan mental atlet. Dengan jadwal kejuaraan yang harus diikuti hampir setiap bulan, atlet-atlet Indonesia menghadapi tantangan kelelahan dan rawan cedera. Di Kejuaraan Nasional PABBSI 2019, Eko Yuli, misalnya, tampil dengan kondisi cedera engkel. Cedera tersebut mempengaruhi penampilan Eko di atas panggung. Cantika juga sempat mengalami keseleo kaki beberapa hari menjelang kejuaraan.
Dengan sistem kualifikasi individu, setiap lifter memang dituntut untuk mempunyai tanggung jawab pribadi untuk mencapai hasil maksimal. Tetapi, perlu pula kerja sama tim pelatih dan pihak-pihak terkait untuk menciptakan lingkungan olahraga yang mendukung penampilan mereka, seperti memperhatikan nutrisi serta proses pemulihan tubuh atlet.