Mengontrak rumah atau menyewa kamar atau apartemen jadi pilihan kelompok masyarakat berpenghasilan sedikit di atas Rp 7 juta per bulan. Sebab, mereka kesulitan membeli rumah komersial.
Oleh
LKT/NAD/MED
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS
Kelompok masyarakat dengan penghasilan tak jauh di atas Rp 7 juta per bulan dihadapkan pada masalah kesulitan membeli hunian. Kelompok ini sudah tidak boleh memiliki hunian subsidi, namun kesulitan mengajukan kredit pemilikan rumah, termasuk sulit mengumpulkan uang muka kredit rumah.
Rumah dengan harga terjangkau semakin jauh dari pusat kota, yang menimbulkan konsekuensi terhadap biaya transportasi. Adapun harga rumah di tengah kota semakin tinggi akibat harga tanah yang kian mahal.
Beberapa pemerintah daerah menyediakan rumah susun bagi masyarakat, baik rumah susun sederhana milik (rusunami) maupun rusan susun sederhana sewa (rusunawa). Akan tetapi, ada aturan yang harus dipatuhi untuk memiliki hunian subsidi atau menghuni rusunawa.
Pemerintah menyediakan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan maksimal Rp 4 juta per bulan. Adapun yang berpenghasilan maksimal Rp 7 juta per bulan bisa membeli rusunami.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dikutip Rabu (28/8/2019), harga properti residensial per triwulan II-2019 naik 1,47 persen secara tahunan di 18 kota. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok rumah kecil, yakni 2,18 persen. Adapun harga rumah menengah naik 1,32 persen, sedangkan rumah tipe besar naik 0,92 persen.
Menyiasati situasi ini, pekerja atau keluarga muda ada yang memilih untuk mengontrak rumah atau menyewa apartemen sambil mengumpulkan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR).
Atika Permatasari (27), karyawati swasta, memilih mengontrak rumah di dekat kantor. Ia dan suaminya sudah lama mengincar rumah di Cinere, Jakarta Selatan. Namun, uang mereka belum mencukupi, sehingga mereka mesti mengumpulkan uang lebih dulu.
“Kami menargetkan dalam 3 tahun ke depan bisa memiliki rumah sendiri,” katanya.
Soleh (29 tahun), karyawan swasta, mengontrak rumah bersama istri dan satu anak balitanya di Jakarta Barat karena belum sanggup membeli rumah di Jakarta. "Mau mengajukan KPR, banyak syarat yang sulit dipenuhi," katanya.
Sambil mengontrak rumah, Soleh mengumpulkan uang agar bisa membeli rumah secara tunai.
Sementara, Idris (29 tahun), karyawan swasta yang masih lajang, menyewa satu unit apartemen di Jakarta Pusat. Perantau asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini justru membeli rumah di kota kelahirannya untuk persiapan di masa tua.
"Rumah tapak yang harganya terjangkau di Jonggol atau Cileungsi, Kabupaten Bogor, waktu habis di jalan,"
Kompas, melalui akun Instagram @hariankompas, melempar pertanyaan "Jika Anda bergaji di atas Rp 7 juta, bagaimana strategi membeli rumah?". Pertanyaan itu dijawab beragam. Ada yang akan membeli rumah di pinggiran kota Jakarta dengan akses transportasi dan nilai jual tinggi. Ada juga yang akan menabung untuk modal bisnis, kemudian membeli rumah secara tunai dari hasil bisnis tersebut. Namun, ada juga yang akan menabung pendapatannya lebih dulu, setelah itu membangun rumah sendiri.
Jangka panjang
Secara terpisah, Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi mengatakan, pengembang telah memberi kelonggaran bagi konsumen untuk membayar rumah secara bertahap selama 3-5 tahun. Namun, cara ini masih sulit digunakan kelompok masyarakat "tanggung", yang tidak berhak membeli rumah subsidi, namun masih sulit membeli rumah secara mencicil. Akibatnya, cicilan bertahap lebih banyak menyasar konsumen kelas menengah atas.
Menurut dia, kelompok masyarakat ini bisa dimudahkan melalui kebijakan jangka waktu KPR yang lebih panjang.
Survei harga properti residensial BI menunjukkan, sekitar 74,32 persen pembeli rumah menggunakan KPR. Adapun 6,64 persen membeli secara tunai dan 19,05 persen membeli rumah secara tunai bertahap. Berdasarkan data BI, KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) yang disalurkan perbankan per Juni 2019 sebesar Rp 489,2 triliun.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid menyebutkan, sudah banyak rusun di tengah kota yang bisa dibeli masyarakat kelompok tanggung ini. (LKT/MED/NAD)