Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat kembali menggelar Festival Tubaba 2019. Selain menampilkan pertunjukan seni budaya, festival ini sekaligus menjadi sarana pengembangan karakter masyarakat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
PANARAGAN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat kembali menggelar Festival Tubaba 2019. Selain menampilkan pertunjukan seni budaya, festival ini sekaligus menjadi sarana pengembangan karakter masyarakat.
Festival bertajuk ”Dari Masa Depan” berlangsung pada 29-31 Agustus 2019 di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sekitar 120 kilometer arah utara Kota Bandar Lampung. Pembukaan festival dimulai dengan pertunjukan seni tari dan musik. Acara juga dimeriahkan dengan pameran seni rupa yang menampilkan karya 10 perupa asal Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu, ada pula pertunjukan teater.
Bupati Tulang Bawang Barat Umar Ahmad mengatakan, festival ini dibuat sebagai ruang untuk menampilkan diri masyarakat yang telah belajar berkesenian di Sekolah Seni Tubaba. Pemkab bekerja sama dengan seniman dari Studio Hanafi melatih anak-anak Tubaba berkesenian sejak empat tahun terakhir.
Menurut Umar, tema festival itu merupakan refleksi dan harapan agar masyarakat Tubaba menjadi manusia yang berkarakter. Selain kreatif, masyarakat Tubaba juga diharapkan menjadi manusia yang mencintai lingkungan.
Festival itu merupakan refleksi dan harapan agar masyarakat Tubaba menjadi manusia yang berkarakter.
”Lewat festival ini, kami ingin mengajak agar masyarakat berpikir bahwa secanggih apa pun perkembangan zaman, manusia tetap membutuhkan lingkungan. Kami ingin masyarakat Tulang Bawang Barat menjadi manusia yang lebih baik,” kata Umar di sela-sela acara pembukaan festival, Kamis (29/8/2019).
Selama ini, masyarakat Tubaba memegang filosofi Nenemo yang merupakan singkatan dari kata bahasa Jawa yang berarti nemen, nedes, nrimo. Nenemo menggambarkan karakter masyarakat Tulang Bawang Barat yang pekerja keras dan tawakal. Filosofi juga diharapkan terus tumbuh di masyarakat.
Menurut Umar, Kabupaten Tulang Bawang Barat tidak punya pantai atau pegunungan yang bisa dijadikan lokasi wisata. Karena itu, pemkab fokus mengembangkan seni budaya lokal. Ke depan, anak-anak muda ini diharapkan dapat menumbuhkan kesenian yang dapat menjadi daya tarik wisata.
Perkuat budaya
Dia menambahkan, pemkab juga meletakkan dasar pembangunan daerah dengan menonjolkan kekuatan budaya. Contohnya, pembangunan Gedung Sesat Agung yang bentuk atapnya menyerupai gabungan sejumlah rumah. Hal itu melambangkan keterbukaan masyarakat Lampung menerima warga transmigran. Ornamen atap gedung menggunakan aksara Lampung.
Di Tubaba juga terdapat rumah Baduy yang dibangun langsung oleh masyarakat Baduy Luar pada 2018. Pembangunan rumah adat itu diharapkan bisa mengadopsi kearifan lokal adat Baduy. Rumah adat itu simbol budaya dan tonggak awal pembangunan kota berbudaya di Tubaba.
Sebagai kawasan transmigrasi, sekitar 80 persen penduduk Tulang Bawang Barat adalah warga transmigran asal Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Mereka menyebar di sembilan kecamatan dan hidup berdampingan dengan warga Lampung yang bermukim di 11 kampung adat di Tubaba.
Keberagaman itulah yang membuat pemkab menggagas konsep kota multikultural dengan meletakkan seni budaya sebagai dasar pembangunan daerah. Tubaba diharapkan menjadi kawasan dengan berbagai suku yang masyarakatnya selalu hidup harmonis.
Direktur Festival Tubaba 2019 Semi Ikrar Anggara menuturkan, hingga saat ini, sudah ada sekitar 1.000 anak-anak muda yang dilatih berkesenian. Mereka berasal dari berbagai sekolah dan desa di Tubaba. Hingga saat ini, sedikitnya ada sepuluh sanggar seni yang terbentuk di luar sekolah.