Standardisasi Kode Cepat Cegah Monopoli Sistem Pembayaran
Lewat terobosan ini, semua pembayaran dengan kode cepat akan saling terhubung membentuk pola interkoneksi yang diharapkan dapat membangun simbiosis mutualisme antarlembaga keuangan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mewajibkan penggunaan Standar Kode Cepat atau QR Code Indonesia Standard (QRIS) untuk menghindari monopoli jasa sistem pembayaran nontunai.
Lewat standardisasi, semua penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) berbasis kode cepat di Indonesia dapat saling terhubung. Selama ini sistem pembayaran melalui aplikasi, baik berbentuk uang elektronik, dompet elektronik, maupun perbankan bergerak, hanya dapat memindai kode QR dari masing-masing PJSP.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo di Jakarta, Jumat (30/8/2019), menjelaskan, kewajiban penerapan QRIS merupakan langkah antisipasi agar tidak ada satu perusahaan jasa sistem pembayaran yang berdiri sendiri menguasai pasar.
”Contohnya aplikasi LinkAja, OVO, dan GoPay saat ini punya merchant masing-masing. Jadi ,setiap merchant terkadang tidak bisa digunakan oleh aplikasi lain kecuali ada perjanjian house to house,” ujarnya.
Lewat terobosan ini, semua pembayaran dengan kode cepat akan saling terhubung membentuk pola interkoneksi yang diharapkan dapat membangun simbiosis mutualisme antarlembaga keuangan.
Terkait nasib merchant yang sudah memiliki kode QR sendiri, Pungky mengatakan, kebijakan QRIS berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan Indonesia. Dia berharap pelaku usaha dapat menerima dan tidak menggunakan sistem pembayaran berbasis kode cepat di luar QRIS.
Tenggat waktu transisi
Semua penyelenggara jasa sistem pembayaran diberikan tenggat transisi penyesuaian alat pembayaran paling lambat 1 Januari 2020. Meski begitu, Pungky mengakui bahwa sosialisasi menjadi kendala utama penerapan QRIS, khususnya kepada pedagang kecil dan daerah pinggiran.
”Penerapan ini memang memerlukan waktu karena kami saja masih belajar menggunakannya, apalagi ke pasar-pasar. Targetnya bisa secepat mungkin diterapkan. Kami akan kerahkan perangkat di daerah,” kata Pungky.
Kewajiban penggunaan QRIS tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran. Pasal 17 menyebutkan, PJSP dan lembaga switching wajib memproses transaksi keuangan dengan teknis dan operasional QRIS. Bagaimanapun, skema dan proses transaksi ini telah ditetapkan BI.
Pasal 21 menyebutkan, BI punya kewenangan meminta laporan terkait pemrosesan transaksi QRIS kepada penyelenggara jasa pembayaran. BI juga berwenang meminta laporan terkait transaksi QRIS kepada pihak yang bekerja sama dengan mereka.
”Jika tidak dipenuhi, BI akan mengenakan sanksi yang mengatur tentang GPN (Gerbang Pembayaran Nasional), penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran dan uang elektronik,” ujarnya.
BI memproyeksikan, mulai tanggal 1 Januari 2020, QRIS sudah ditetapkan untuk alat pembayaran pertokoan, parkir, pedagang kaki lima, pasar tradisional, sampai pasar daring. Sampai saat ini BI mencatat ada sekitar 38 PJSP yang telah ikut serta dalam proyek percontohan QRIS.
Tanpa biaya tambahan
Direktur Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran BI Ery Setiawan mengatakan, QRIS dapat digunakan oleh wisatawan mancanegara pengguna aplikasi QR dengan standar Europay Mastercard Visa (EMV) untuk bertransaksi di Indonesia.
”Wisatawan dapat menggunakan aplikasi pembayaran mereka yang sudah mengadopsi standar EMV di semua merchant Tanah Air yang sudah menggunakan QRIS. Ini akan mendukung sektor pariwisata,” katanya.
Kewajiban penggunaan QRIS berlaku juga bagi transaksi pembayaran di Indonesia yang difasilitasi instrumen pembayaran terbitan luar negeri. Ery mengatakan, tidak ada biaya tambahan bagi pengguna aplikasi pembayaran EMV saat melakukan pembayaran melalui QRIS.