Adegan janggal terlihat pada seremoni pengundian babak penyisihan grup Liga Champions Eropa di Monako yang berakhir Jumat (30/8/2019) dini hari WIB. Dua megabintang sepak bola dunia, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, saling berbincang ibarat kawan akrab saat duduk berdampingan di barisan terdepan acara itu.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MONAKO, KAMIS — Adegan janggal terlihat pada seremoni pengundian babak penyisihan grup Liga Champions Eropa di Monako yang berakhir Jumat (30/8/2019) dini hari WIB. Dua megabintang sepak bola dunia, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, saling berbincang ibarat kawan akrab saat duduk berdampingan di barisan terdepan acara itu.
Sebelum momen itu, kedua tokoh yang citranya diabadikan dalam pameran ”Seperti Para Dewa” di Museum Seni St. Petersburg, Rusia, itu lebih sering terdiam kaku bak patung saat tampil bersama. Persaingan sengit satu dekade terakhir dalam ajang penghargaan pemain terbaik Eropa ataupun sejagat membuat relasi keduanya selama ini cenderung dingin.
Namun, kemarin, keduanya terlihat hangat. Mereka bahkan kompak terbengong serta saling bercanda mengomentari pidato legenda Manchester United, Eric Cantona, yang meraih Anugerah Presiden UEFA 2019. ”Seperti halnya lalat bagi anak-anak nakal, begitu pula kita oleh para dewa. Mereka membunuh kita demi olahraganya,” bunyi sebagian pidato Cantona.
Tanpa memberikan konteks, pidato mantan pemain eksentrik yang kini menjadi aktor itu membuat orang-orang mengernyitkan dahi, tidak terkecuali Messi dan Ronaldo. Pidato itu sebetulnya salah satu adegan dari drama King Lear (1608) ciptaan pujangga ternama Inggris, William Shakespeare. Drama itu mengisahkan legenda Inggris, Raja Lear, yang tewas tragis setelah kehilangan kekuasaan dan putrinya.
”Tidak lama, sains memungkinkan kita melawan penuaan sel. Tidak lama, kita bakal menjadi abadi. Hanyalah kecelakaan, kejahatan, dan perang yang tetap bisa merenggut kita,” tukas Cantona melanjutkan pidatonya dari drama itu.
Messi, yang membela Barcelona, dan Ronaldo, andalan Juventus, ibarat Raja Lear di kerajaan sepak bola modern. Dua pemain yang sempat silih berganti menguasai gelar pemain terbaik sejagat alias Ballon d’Or selama satu dekade terakhir itu telah kehilangan takhtanya di Eropa. Gelar pemain pria terbaik Eropa 2019 dirampas Virgil van Dijk, fondasi kesuksesan Liverpool menjuarai Liga Champions Eropa musim lalu.
Tahun 2018, giliran Luka Modric dari Real Madrid yang mematahkan dominasi Messi dan Ronaldo. Bersama Barca, Messi terakhir kali berjaya di Liga Champions pada 2015. Setelah itu, hanya kekecewaan, bahkan tragedi, yang didapatnya. Dua musim terakhir, Barca tersingkir tragis di perempat final dan semifinal setelah unggul telak pada pertemuan pertama atas lawan-lawannya, seperti kontra Liverpool.
Musim lalu, Ronaldo juga tidak berdaya menolong Juve dari ledakan tim muda, Ajax Amsterdam, yang tampil energik. Usia mulai mengikis kemampuan Messi (32) dan Ronaldo (34). Tidak heran, mereka kini terlihat kompak dan akrab karena mereka merasa senasib dan memiliki lawan yang sama, yaitu para tenaga muda yang lapar gelar dan berusaha mengudeta mereka selamanya dari singgasana para ”dewa sepak bola”.
Grup ”neraka”
Tantangan itu dimulai dari awal, yaitu fase penyisihan grup. Barca tergabung di Grup F yang disebut koran Spanyol, Marca, sebagai grup ”neraka”. Mereka harus bersaing dengan Borussia Dortmund, Inter Milan, dan Slavia Praha, untuk merebut dua tiket ke babak gugur. Dortmund merupakan tim ”kuda hitam” berbahaya dan gencar ”mempersenjatai” diri dengan amunisi baru senilai 127 juta euro atau setara Rp 2,1 triliun pada musim panas ini.
Kami berada di grup yang rumit. Setiap tahun, kian sulit menjadi juara.
Seperti Ajax, Dortmund kerap tampil eksplosif berkat para pemain mudanya, seperti Jadon Sancho (19) dan Julian Brandt (23), yang sempat diincar banyak tim besar. Hadirnya bek berpengalaman, Mats Hummels, dan striker buangan Barca, Paco Alcacer, memperkuat tim itu. ”Saat sarapan tadi pagi, kami sempat membahas pertemuan dengan Barca ini. Kami ingin berpesta ketika menghadapi mereka,” ujar Marco Reus, gelandang Dortmund, dikutip Goal.com.
Inter, lawan lainnya, tidak lagi bisa disepelekan. Musim lalu, Barca menyingkirkan tim Italia itu pada penyisihan grup. Namun, musim ini, Inter berubah drastis. Mereka tengah berevolusi di bawah asuhan Antonio Conte, pelatih yang pernah disebut Andrea Pirlo (eks pemain Juve) bak hewan buas karena kengototannya. Inter musim ini mendatangkan duet Romelu Lukaku dan Alexis Sanchez agar bisa berjaya kembali di Eropa dan Italia.
”Ia (Conte) sedikit gila. Dia bisa menjadi buas. Kamar ganti menjadi tempat sangat berbahaya ketika ia marah. Botol penuh air minum pernah melayang ketika kami berbuat kesalahan kecil,” kenang Pirlo seperti dikutip The Mirror.
Inter bakal menguji Messi. Dari 112 gol dan 39 klub yang pernah dihadapinya, Inter adalah satu dari lima klub yang tidak pernah dibobolnya di Liga Champions. ”Hal semacam ini bisa terjadi. Kami berada di grup yang rumit. Setiap tahun, kian sulit menjadi juara. Namun, seperti biasa, saya selalu termotivasi,” ujar Messi kepada TV UEFA.
Setali tiga uang, Ronaldo dan Juve berada di grup sulit. Mereka tergabung bersama Atletico Madrid dan Bayern Leverkusen di Grup D. Atletico membawa dendam disingkirkan Juve pada babak 16 besar musim lalu. Mereka bertekad menghadirkan ”neraka” bagi Ronaldo, pemain yang hobi membobol gawangnya. Kali ini, mereka punya tambahan amunisi, yaitu Joao Felix (19), yang disebut-sebut sebagai ”Ronaldo baru”.