Simposium Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik Perkuat Kerja Sama Antarnegara
Simposium Ke-6 Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik 2019 di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus-6 September 2019, menjadi momen penting menguatkan hubungan kerja sama antarnegara.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Simposium Ke-6 Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik (Asia Pacific Geoparks Network/APGN) 2019 di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus-6 September 2019, menjadi momen penting menguatkan hubungan kerja sama antarnegara. Ajang ini juga menjadi bukti kekuatan masyarakat Indonesia bangkit dari ujian bencana alam.
Simposium ini berlangsung di Mataram, Selasa (3/9/2019). Selain 800 peserta yang berasal dari sejumlah negara, seperti Indonesia, China, Jepang, Korea Utara, Iran, Malaysia, Vietnam, Thailand, Italia, Perancis, dan Yunani, turut hadir kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia serta perwakilan kementerian terkait.
Selain simposium yang berisi pemaparan tentang geopark oleh para peserta, terdapat juga ekshibisi taman dunia (geopark) di lokasi acara di Hotel Lombok Raya Mataram. Peserta juga akan mengikuti kunjungan ke sejumlah titik terkait Geopark Rinjani. Setelah simposium, peserta juga bisa memilih paket kunjungan ke obyek-obyek wisata di Lombok.
Simposium ini diselenggarakan sejak 2007 di Langkawi Geopark, Malaysia. Kemudian, dilaksanakan lagi pada 2011 di Dong Van Geopark, Vietnam, dan pada 2013 di Pulau Jeju, Korea Selatan. Dua tahun kemudian, simposium ini diselenggarakan di San’in Kaigan Geopark, Jepang, pada 2015. Pada 2017, digelar di Zhijindong Cave, China.
Tahun ini, simposium mengambil tema ”UNESCO Global Geopark Toward Sustaining Communities and Reducing Geohazard Risks” atau Taman Bumi Global UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB) menuju keberlanjutan komunitas lokal dan pengurangan risiko kerusakan geologis.
Presiden Jaringan Taman Bumi Global Nikolas Zourus mengatakan, simposium yang akan mengangkat berbagai topik pembahasan diharapkan semakin memperkuat hubungan kerja sama antarnegara anggota. ”Kerja sama itu sangat penting dan menjadi alasan kenapa jaringan taman bumi global terbentuk,” kata Nikolas.
Menurut Nikolas, kerja sama itu tidak hanya untuk saling mendukung antar-taman bumi yang berbeda, tetapi juga saling berbagi informasi, pengalaman, dan pengetahuan tentang taman bumi.
Kerja sama itu, kata Nikolas, akan memberikan dampak yang diharapkan terutama bagi komunitas masyarakat. ”Jadi, kita tidak sekadar menetapkan (suatu taman bumi), tetapi bekerja keras bersama untuk memastikan dampak yang berkelanjutan bagi masyarakat,” lanjutnya.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Geopark Kementerian Pariwisata Yunus Kusumahbrata yang juga hadir dalam acara pembukaan menambahkan, simposium menjadi kesempatan mempromosikan potensi geopark Indonesia secara tidak langsung. Peserta diharapkan bisa membawa pulang pengalaman berada di Indonesia.
Menurut Yunus, Indonesia mempunyai potensi geopark dengan nilai dunia. Apalagi konsep geopark mengintegrasikan semua, yakni alam, budaya, dan keanekaragaman hayati. Sebelumnya, ketiga komponen itu dikerjakan secara sendiri-sendiri.
”Keterkaitan antar-ketiga komponen itu menjadi bagian yang sangat kuat untuk menarik siapa pun datang ke Indonesia. Jadi, mereka tidak lagi akan melihat keindahan sebagai sesuatu yang indah dipandang mata, tetapi lebih dalam lagi. Apa yang ada di balik keindahan itu,” ujar Yunus.
Indonesia mempunyai potensi geopark dengan nilai dunia. Apalagi konsep geopark mengintegrasikan semua, yakni alam, budaya, dan keanekaragaman hayati.
Jika hal itu bisa terwujud, tujuan pembangunan berkelanjutan bisa dicapai melalui geopark. Tujuan itu antara lain konservasi, edukasi kepada masyarakat, mencegah kemiskinan, menjaga lingkungan, peran jender, dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk sampai ke sana, kata Yunus, semua pemangku kepentingan harus saling bekerja sama, memiliki persepsi yang sama untuk membangun pariwisata dengan arah yang jelas. ”Modal hebat (geopark) kita itu jangan sampai disia-siakan,” ucapnya.
Komitmen
Selain memperkenalkan geopark Indonesia, simposium juga diharapkan bisa menjadi tempat berbagai pengalaman dalam mengembangkan geopark. Termasuk bagi Indonesia yang memang berkomitmen pada pengembangan geopark.
Menurut Yunus, Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Geopark. Peraturan itu, ujarnya, merupakan tonggak sejarah perkembangan geopark di Indonesia, sekaligus bentuk komitmen serius pemerintah untuk membangun fondasi yang kuat pada pengembangan geopark di seluruh negeri.
”Tujuan dari peraturan penting ini adalah untuk memastikan bahwa pengembangan geopark di Indonesia akan diarahkan dan dikawal melalui pembangunan berkelanjutan yang membawa dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Sekaligus memberikan kepuasan bagi pengunjung terbaik dan pada saat yang sama juga dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi, sumber daya alam, dan lainnya,” tutur Yunus.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman melihat geopark harus menjadi warisan yang memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan pilar-pilar penting dalam pengembangan geopark harus menjadi perhatian. Pilar itu meliputi pemerintah, peneliti atau ilmuwan yang membuat materi-materi tentang geopark, serta pemanfaatan-pemanfaatan, misalnya untuk pariwisata.
Momentum bagi NTB
Sementara itu, terpilihnya Rinjani, Lombok, sebagai tuan rumah APGN 2019 juga dinilai tepat. Menurut Gubernur NTB Zulkieflimansyah, menjadi tuan rumah APGN merupakan momentum untuk menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat NTB itu kuat.
”Tahun lalu, kami dilanda gempa bukan hanya tujuh kali, melainkan lebih dari dua ribu kali. Namun, masyarakat NTB mampu menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa bangkit,” kata Gubernur.
Oleh karena itu, lanjut Zulkieflimansyah, mereka berkomitmen untuk mengelola Rinjani yang menjadi salah satu Taman Bumi Global UNESCO dengan pendekatan kebijakan yang riil, seperti perlindungan kawasan, memajukan pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan.